04|| Jebakan Fira ☀
Jangan kelamaan menghindar, takutnya saat sudah dekat malah gak tahu cara untuk menjauh lagi.
☀☀☀
Fira menyisirkan rambutnya menjadi satu dan diikat dengan ikat rambut berwarna hitam. Beginilah penampilan Fira sehari-hari, rambut panjangnya akan selalu ia kuncir kuda dan 'tak lupa seragam yang sangat rapih selalu melekat pas di tubuhnya.
Fira melangkah mendekati meja belajarnya, ia membungkuk sedikit untuk mengambil tas biru mudanya yang terletak di kolong meja belajar. Setelah memakai tasnya, Fira berjalan keluar kamar dan tidak lupa menutup pintu kamarnya.
Fira melangkahkan kakinya menuju dapur, tepat di mana keluarganya sedang menikmati sarapan pagi. Namun, bukan meja makan tujuan Fira saat ini, melainkan ke tempat menjemur pakaian yang terletak di rooftop rumahnya.
Fira melewati keluarganya yang sedang sarapan tanpa mengucapkan selamat pagi. Kakinya melangkah cepat ke arah pintu yang berada di dapur.
"Kamu mau ke mana, Fir? Kok, lewat pintu samping?" tanya Endang saat melihat tangan Fira sedang menggenggam gagang pintu.
"RT," jawabnya singkat, padat dan jelas.
Lintang hanya menggeleng pelan melihat tingkah putri sulungnya yang semakin hari semakin bertingkah cuek dan tidak peduli. "Rooftop?" tanya Lintang memastikan.
Fira mengangguk, namun tangannya yang bergerak membuka pintu terhenti saat Mbak Sum menyerukan namanya begitu lantang dari arah depan.
"NENG FIRA!" Fira menoleh ke arah Mbak Sum yang sedang berjalan cepat dari ruang keluarga ke arah dapur.
"Ada Den Mario, Neng, di depan." ucap Mbak Sum sopan kepada Fira.
Fira yang mendengar nama Mario hanya memutar bola matanya malas. "Suruh pulang aja, Mbak." jawabnya ketus.
Mbak Sum yang diberi perintah oleh Fira hanya mengangguk dan berjalan meninggalkan ruang dapur.
"Suruh masuk Mbak, biar sarapan bareng sama kita!" Endang berteriak dengan suara 'tak terlalu keras.
Hal tersebut berhasil membuat Fira mengumpat kesal dalam hati kepada Endang, yang dengan begitu teganya menyuruh Mario sarapan bersama dengan Fira. Jelas-jelas hubungan Fira dan Mario sedang tidak baik.
"Bun!" Fira hendak memprotes keputusan Bunda, namun lidahnya kelu saat melihat sosok yang sangat dikenalinya sedang berjalan mendekat ke arahnya.
"Assalamualaikum, Om, Tante, Gina." Mario menatap intens ke arah Fira yang masih diam menatap ke arahnya dengan tangan yang masih setia dengan pegangan pintu. "Assalamualaikum, Fir." Mario tersenyum ke arah Fira.
Sok manis. Fira membatin.
"Wa'alaikumsalam, Mar." jawab Endang dan Lintang bersamaan.
"Abaaangggg!!!!" Gina beranjak dari kursinya dan langsung berlari memeluk Mario.
Mario yang diperlakukan begitu tiba-tiba oleh Gina hanya dapat menggeleng pelan seraya mengacak-acak rambut Gina gemas. "Jawab dulu salamnya."
Gina melepas pelukannya lalu menampilkan senyuman lebarnya. "Wa'alaikumsalam, Abang," senyum Gina seakan 'tak akan pernah pudar untuk satu hari ini.
Fira menutup kembali pintu yang sudah terbuka sedikit, dengan sangat malas Fira berjalan gontai ke meja makan dan menempati kursi kosong di samping Ayahnya. Fira malas untuk memprotes keputusan Endang, karena hasilnya akan sama, Mario akan tetap sarapan bersamanya di sini, di meja makan yang sama.
"Abang ... Gina kangen banget sama Abang," ucap Gina masih setia berdiri di depan Mario dan masih dengan senyum yang mengukir wajahnya.
"Abang juga kangen Gina," jawab Mario.
Sok lembut. -batin Fira.
"Ayo, Mar. Sarapan dulu sini. Gina balik ke kursi kamu!" ucap Lintang ramah. Gina mengerucutkan bibirnya lalu melangkah kesal kembali menempati kursinya.
Mario mengangguk lalu menghampiri Lintang kemudian mencium punggung tangan Lintang, lalu beralih ke Endang, Mario melakukan hal yang sama seperti apa yang ia lakukan kepada Lintang.
"Maaf saya baru sempat datang sekarang, Om," ucap Mario menyesal.
Lintang tersenyum ramah. "Gak apa-apa, Om ngerti, kok, di rumah ini lagi ada macan betinanya, 'kan?" ucap Lintang seraya melirik putrinya yang sedang mengunyah nasi gorengnya.
"Iya Om. Mario juga kurang bisa atur waktu akhir-akhir ini," jawab Mario.
Cih, pencitraan. -batin Fira.
"Yasudah sini duduk, sarapan dulu." Lintang menepuk-nepuk meja yang masih kosong.
Mario tersenyum ramah. "Gak usah, Om, tadi Mario sudah sarapan, kok," tolak Mario halus.
Lintang dan Endang terkekeh mendengar ucapan Mario. "Kamu? Sarapan? Mana mungkin," ucap mereka serempak.
Mario menggaruk tengkuknya. "Hehehe ... Om, Tante, tahu aja,"
Fix. Ini pencitraan. -batin Fira.
Fira menatap kesal ke arah nasi goreng di hadapannya, selera makannya naik drastis karena melihat Mario pagi-pagi datang ke rumahnya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, Mario datang tepat pukul setengah enam pagi.
"Kak Fira makannya pelan-pelan dong," tegur Gina saat melihat Fira melahap nasinya dengan terburu-buru.
"Bhe-rhi-shik," ucap Fira masih dengan mulut penuh dengan nasi goreng.
Endang menggelengkan kepalanya
"Pelan-pelan nanti keselek."
Fira menelan nasi goreng di mulutnya lalu meraih gelas berisi air mineral dan meminumnya, Fira melirik sinis ke arah Mario yang masih setia berdiri di ujung meja makan.
"Aduh, Mario ayo sini duduk, mau di samping Gina atau di samping Fira? Enggak usah sungkan, dulu, 'kan kamu sering sarapan disini,"
Uhuk.
Fira tersedak air yang ia minum setelah mendengar ucapan Endang. Ingetin aja terus, Bun. Fira membatin.
"Pelan-pelan," ucap Mario cuek seraya menarik kursi di samping Gina.
Fira hanya diam lalu kembali melanjutkan sarapannya. Mario pun melakukan hal yang sama seperti Fira, fokus menghabiskan sarapannya. Sedangkan Endang, Lintang dan Gina sudah menghabiskan sarapannya lebih dulu. Kini mereka bertiga sibuk memperhatikan seberapa manis tingkah kedua remaja di antara mereka.
"Pelan-pelan tapi pasti," gumam Mbak Sum dari ujung tangga, yang sejak tadi memperhatikan keakraban keluarga Lintang Mahesa dengan Mario.
Mbak Sum mengulas senyum melihat satu senyuman tulus dan bahagia terbit di bibir indah Lintang dan Endang. Senyum yang tulus yang sudah sangat lama tidak ia lihat.
☀☀☀
Fira dan Mario berjalan berdampingan melewati koridor sekolah. Suasana sekolah masih nampak sepi, hanya beberapa orang yang berlalu-lalang di koridor yang sama dengan Fira. Dan mereka bertujuan sama dengan Fira, yaitu; kelas.
Derap langkah kaki menggema sepanjang lorong lantai dua. Derap langkah pelan namun penuh dengan hentakan. Dan itu adalah derap langkah Fira yang sedang menahan kesal.
Bagaimana tidak? Pertama, Mario datang pagi-pagi sekali ke rumahnya. Kedua, Mario dengan polosnya menerima ajakan sarapan kedua orang tuanya. Ketiga, Mario memaksa Fira untuk berangkat sekolah bersama. Dan keempat, Mario mengikuti langkah Fira.
"Fir! Tungguin!" ucap Mario seraya mempercepat langkahnya karena Fira berlari kecil meninggalkan Mario.
"Ya Allah," ucap seseorang dari depan pintu kelas XI-IPS 1 terkejut karena melihat tubuh tinggi Mario lewat di depannya.
"Itu Mario buru-buru gitu, mau ngapain, sih?"
"Allahuakbar!" kejut perempuan tadi ketika ada kepala yang berada di atas bahunya.
Ia langsung menjitak sang pemilik kepala karena sebal. "Jangan suka ngagetin, kenapa, sih, Dik?!" kesalnya.
"Hehe, maaf, itu Mario ngejar siapa?"
"Fira,"
☀☀☀
Brak!
"Tolong jelaskan apa yang tidak Dika ketahui!" ucap Dika sehabis menggebrak meja Mario dengan cukup keras.
"BERISIK, DIKAAA!!" teriak Emily dari kursinya yang berada di dekat pintu.
Mario mengangkat alisnya sebelah, kedua tangannya beralih melepas earphone yang menempel di telinganya. "Apa?"
Mata Dika teralihkan ke arah Andre yang sedang terkantuk-kantuk di samping Mario, dengan sengaja Dika menoyor kepala Andre sampai membentur tembok di samping Andre. "Woi! Bangun!"
Andre yang kaget karena kepalanya terbentur tembok langsung membuka matanya. "Aishh! Siapa nih yang dorong gua?!" bentak Andre tidak santai.
"Berisik elah," Emily kembali mengeluarkan protesnya.
Andre mengalihkan pandangan ke arah Dika yang sedang menahan tawa. "KERJAAN LO YA?!"
Dika menampilkan senyum lebarnya. Andre berdiri dan menoyor kembali kepala Dika karena kesal. "Gua belum tidur, nih, dari semalem!" kesal Andre kepada Dika.
Mario memilih untuk menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan kembali memasang earphone di kedua telinganya.
"Enggak nanya," jawab Dika santai.
"Setan emang lu, Dik! Temen mau tidur, malah diganggu!"
"Hahaha ... abis ngapain emang lo semaleman enggak tidur? Nonton okep, ya, lu?"
"ANJIR! ENGGAK LAH! MASA, IYA, GUA NONTON OKEP DI RUMAH! YANG ADA DIUSIR GUA DARI RUMAH! GUA TUH GAK TIDUR GARA-GARA MIKIRIN---"
Dika membuka telinganya lebar-lebar dengan kedua tangan, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Andre. "Apa, Ndre? Mikirin siapa, Ndre?"
"ENGGAK, bukan siapa-siapa!" ucap Andre cepat seperti kereta tanpa rem, namun tetap dengan suara lantangnya.
"BERISIK WOI! MASIH PAGI!" bentak Zahra dengan suara toanya.
Dika menepuk pelan pipi Andre. "Gagal move on, ya, Mas?"
Skakmat.
Pipi Andre memerah mendengar sindiran yang dikeluarkan oleh Dika.
"SIAPA GAGAL MOVE ON?"
"ANJIR, UDAH DUA RIBU TUJUH BELAS, MASIH AJA GAMOON!"
"CIAAAA ANDRE GAMOON, WOI!"
Fix. Andre malu berkali-kali lipat.
"ALLAHU AKBAR! BERISIK BANGET SIH KALIAN!" teriak Zahra yang terlihat fokus dengan buku Biologi.
"LAKI-LAKI KURBEL MAH EMANG KAYAK GITU, RA!" sahut Emily dengan suara tak kalah keras dari Zahra.
Sedangkan Fira dan Mario terlihat asik dengan alunan musik yang mereka dengarkan dari earphone seraya memejamkan mata mereka. Suara bising di kelas seakan tidak terdengar oleh mereka.
"YANG GAMOON, KURANG BELAI WOI!"
Andre memilih diam dan kembali duduk di kursinya, ia menjatuhkan kepalanya ke atas lipatan tangannya di meja.
"Dika mulut ember," umpat Andre kesal.
"YAH, SI KANG GAMOON TIDUR!"
"Hahaha..." gelak tawa siswa XI-IPA 1 terdengar begitu nyaring.
"HARI INI KUIS BIOLOGI!" teriak Fira sangat keras karena tisak tahan lagi dengan celotehan teman sekelasnya. Seketika kelas hening saat mendengar bahwa hari ini ada kuis.
"YA ALLAH, BABANG DIKA BELUM BELAJAR!" teriak Dika cukup keras seraya menepuk jidatnya.
Andre mengangkat kepalanya dan menatap Dika yang sedang sibuk membongkar isi tasnya, mencari buku Biologi. "Mampus."
"Gua belom belajar woi!"
"Woi halaman berapa yang dijadiin pertanyaan?"
"Anjir baru empat hari sekolah, udah kuis ae!"
Murid XI-IPA 1 terus saja mengumpat karena kuis yang diadakan secara tiba-tiba. Bahkan yang baru datangpun langsung panik dan cepat-cepat membuka buku Biologi mereka masing-masing.
Sedangkan di sisi lain, Fira, Emily, Andre, Zahra dan Mario sedang menahan tawa mereka yang siap meledak kapan saja.
"Mana ada hari keempat sekolah langsung kuis. Gurunya siapa aja, masih belum tahu," bisik Emily pelan sambil terkikik geli.
Fira mengangkat bahunya acuh 'tak acuh, ia kembali fokus memejamkan matanya dan mengkhayati lagu yang sedang ia dengarkan.
Brak!
"Anjir, enggak, kuat gua," Andre menggebrak meja cukup keras dan berhasil membuat orang-orang yang sedang panik tersentak kaget. "NGAKAK BOLEH, ENGGAK, SIH?"
"Jangan berisik, Ndre, mending lo belajar daripada kena hukum gara-gara gak bisa jawab kuis,"
Selanjutnya, terdengar kekehan pelan dari kelima murid yang berusaha menahan tawanya.
☀☀☀
"Jam istirahat pertama." ucap seorang perempuan dari alat pengingat waktu di SMA Taraka. Suara perempuan yang sama di setiap pergantian jam mata pelajaran.
Bu Kalia selaku guru Biologi bergegas keluar kelas meninggalkan XI-IPA 1.
Suasana kelas langsung berubah menjadi gaduh. 'Tak ada lagi suasana hening dan tegang seperti saat Bu Kalia memperkenalkan dan menceritakan pengalaman pribadinya.
Mereka -- murid kelas XI-IPA 1 -- berjaga-jaga jika suatu saat Bu Kalia memberikan pertanyaan seputar pelajaran Biologi. Tapi ternyata, Kalia tidak menanyakan satu pertanyaanpun mengenai pelajaran.
"WOI FIRA MANA WOI?!" teriak Bimo dengan sangat keras dan berhasil memekakkan telinga seseorang yang berada di sampingnya.
"IYA, NIH! FIRA MANA?"
Bimo dan yang lainnya menatap garang ke arah meja Fira yang ternyata sudah kosong, hanya tas dan novel saja yang terlihat disana.
Pandangan Bimo mengarah ke meja Andre dan Mario, lalu ke meja Zahra. "ANJIR! YANG SADAR UDAH PADA KABUR WOI!" teriak Bimo lebih keras dari sebelumnya.
"PANTESAN ANDRE TADI BILANG NGAKAK! TERNYATA DIA MAU NGETAWAIN KITA BRO!"
"ANJIR MARIO! DIEM-DIEM PEKA!"
"CARI WOI JANGAN NGEDUMEL AJA!"
Dari 30 murid yang menempati kelas XI-IPA 1, kini tinggal 25 orang yang berada di kelas. Dan mereka memasang wajah yang sama, kesal.
25 murid tersebut melangkah terburu-buru keluar dari kelas mereka, tujuannya satu, mencari keberadaan kelima murid yang sudah keluar kelas tanpa diketahui yang lainnya.
"Cari di kantin, toilet, perpus, pokoknya semuanya. Jangan sampe ada yang kelewat!" teriak Keyzia kepada teman-temannya yang mulai berpencar.
"MASUKIN RUANG KELAS SEKALIAN!" tambah Athala.
Dan merekapun mulai berpencar ke segala arah, ada yang ke lantai satu, lantai dua, lantai tiga, taman belakang, kantin dan sisanya memasuki ruang kelas untuk mengecek apakah ada lima orang tersebut atau tidak.
Mereka bergerak terus mencari ke seluruh penjuru sekolah, bahkan suara langkah kaki mereka begitu terdengar cukup keras. Mereka berlari-larian dari ruang satu ke ruangan lainnya.
"LANTAI TIGA NIHIL!" teriak seseorang dari lantai tiga yang sangat diyakini adalah salah satu murid XI-IPA 1.
"LANTAI DUA NIHIL!" sahut teriakan dari lantai dua, yang juga berasal dari murid XI-IPA 1.
Bayangkan seberapa keras mereka berteriak sampai saling mendengar satu sama lain.
"JANGAN MASUK SEMBARANGAN WOI!"
"WOI SOPAN DIKIT DONG!"
"WOI JANGAN DIDOBRAK KALI PINTUNYA!"
"WOI MASUK KELAS ORANG JANGAN SEMBARANGAN MASUK DONG!"
"WOI JANGAN DIGEDOR-GEDOR!"
Teriakan-teriakan tersebut terus saja terdengar dan sangat mengganggu pendengaran. Suasana sekolah mendadak riuh karena kelakuan 25 murid SMA Taraka.
Mario, Fira, Zahra, Andre dan Emily tidak kuasa menahan tawa mendengar teriakan-teriakan yang diciptakan oleh teman sekelasnya.
"Anjir, ngakak gua!" Andre terus saja tertawa seraya memegangi perutnya.
"Kalian juga kenapa iseng banget, sih?" tanya Bu Karin pada kelima muridnya.
"Fira, Bu," jawab Zahra seraya menunjuk Fira.
"Mereka berisik," jawab Fira lalu kembali melanjutkan tawanya.
Mereka berlima sekarang sedang berada di ruang pengawasan bersama Mang Karim dan Bu Karin. Saat Bu Kalia keluar dari kelas XI-IPA 1, kelima murid ini langsung melangkah cepat keluar kelas dan masuk ke ruang pengawasan. Bu Karin yang melihat kelima muridnya sedang tertawa-tawa di dalam ruangan bersama Mang Karim langsung menghampiri mereka berenam
Dan ternyata murid XI-IPA 1 sedang membuat kegaduhan karena kebodohan mereka sendiri.
Bu Karin selaku wakil kepala sekolah hanya mampu tertawa melihat tingkah anak muridnya, entah mengapa ia tidak dapat mengatakan bahwa perbuatan kelimanya salah. Karena biar bagaimanapun juga, mereka ingin kelasnya tertib, tapi sayangnya mereka semua salah fokus dengan ucapan Fira.
Mereka tidak berpikir panjang setelah mendengar ucapan Fira. Mereka langsung terbawa suasana dan panik.
"Mang, tolong umumkan melalui speaker bahwa seluruh murid sebelas IPA satu ditunggu oleh saya di lapangan ya, Mang!" ucap Bu Karin.
"Baik, Bu."
Bu Karin langsung meninggalkan ruang pengawasan, saat Mang Karim ingin memberikan informasi melalu mikrofon yang sudah terhubung ke speaker di masing-masing kelas, Mario menahannya.
"Saya aja, Mang."
Mang Karim mengangguk dan memberikan mic-nya kepada Mario. "Panggilan untuk seluruh murid sebelas IPA satu, harap segera ke lapangan!"
"Sekali lagi, panggilan untuk seluruh murid sebelas IPA satu, harap segera ke lapangan! Terima kasih."
Mario kembali ke kursinya dan memperhatikan CCTV, di sana terlihat semua murid XI-IPA 1, baik yang berada di lantai satu, dua dan tiga. Sedang terlihat terburu-buru dan siap untuk tempur. Kelima murid ini juga ikut keluar ruangan saat dipastikan teman-temannya sedang menuruni anak tangga dan berjalan ke arah lapangan.
Di sinilah mereka sekarang, bersembunyi di balik tong sampah yang berjejer tepat di samping Bu Karin. Terlihat dengan jelas teman-temannya sudah berbaris rapih menghadap Bu Karin.
"Ada apa kalian ribut-ribut?" tanya Bu Karin.
"Tadi kita dengar suara Mario, deh, Bu, kok malah Ibu, sih, yang ada di lapangan." jawab Lukas.
"Ya, memang saya yang menyuruh," Bu Karin melihat ke arah samping, tepat ke arah lima murid yang sedang bersembunyi.
Banyak siswa-siswa yang melihat kejadian ini. Bahkan ada juga yang tertawa karena melihat lima orang sedang berdesak-desakan agar tidak terlihat dari balik tong sampah.
"Mario mana, Bu?" tanya Bimo tidak sabaran.
"Kenapa memang?"
"Kita dikerjain Bu, sama Fira! Katanya hari ini ada kuis. Kita udah belajar buru-buru eh ternyata kita dibohongi!" protes Keyzia dengan wajah masamnya.
"Kalian kenapa percaya dengan ucapan Fira?"
Mereka saling beradu pandang, sama-sama mencari jawabannya. Kemudian, 25 murid di hadapan Bu Karin menggeleng.
"Boleh tidak saya katakan, kalian bodoh?" ucap Bu Karin terkekeh.
"TAU LO BODOH BANGET, SIH!"
"LU JUGA PERCAYA AJA SAMA FIRA!"
"NAJIS! KITA AJA BARU KENAL, BU KALIA, MANA MUNGKIN DIA KASIH KUIS!"
"AH, PARAH BANGET!"
Mereka sibuk menyalahkan satu sama lain, tanpa menyadari bahwa lima orang yang mereka cari telah berdiri di hadapan mereka dengan wajah polos tidak mengerti apa-apa.
"HAI!" sapa Emily cukup keras dan berhasil membuat semuanya menghadap ke arah mereka kembali.
"Anjir ini mereka, capek-capek gua cariin eh muncul sendiri!" Umpat Bimo.
Fira terkekeh melihat kelakuan teman-temannya.
"SATU.. DUA.. TIGA.." kelima murid ini menghitung dengan serempak.
"SELAMAT KALIAN MASUK JEBAKAN FIRA!!!"
☀☀☀
Adakah yang senyum-senyum membaca part ini?
16 Oktober 2017.
19 Januari 2018.
-Fan-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top