02|| Hujan Membawa Rindu ☀

Bukan cinta yang salah, tapi kamu. Kamu salah dalam memilih cinta.

☀☀☀

Fira tersenyum kala melihat Emily berlari ke arahnya sembari membawa dua payung di tangannya. Sudah tiga puluh menit lamanya, Fira menunggu Emily di kantin.

Hujan yang tiba-tiba saja mengguyur lapangan membuat aktivitas tim basket terhenti, semuanya menepi ke kantin untuk menghindari air hujan dan juga untuk mengganjal perut yang kosong. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, itu menandakan bahwa seharusnya Fira pulang setengah jam yang lalu, namun karena hujan, Fira terpaksa menunggu.

Beruntunglah Emily masih ada di sekolah dan membawa payung dua, jadi Fira bisa pulang bersama Emily tanpa harus menunggu hujan benar-benar berhenti dan tanpa menembus hujan.

Emily tersenyum saat duduk di hadapan Fira. "Untung aja masih ada gue di sini,"

Fira mengangguk. "Iya,"

Emily memberikan satu payung yang berwarna biru kepada Fira. "Punya lu ternyata ketinggalan di rumah gue, tadi di kelas lupa mau balikin," ucap Emily sembari tersenyum lebar.

"Iya, makasih,"

Emily masih menampilkan senyumannya, ia tidak pernah lelah mengajak Fira berbicara walaupun ia tahu Fira akan menjawab satu atau dua kata saja. Emily bukanlah orang yang gampang menyerah, ia akan terus berbicara sampai Fira berbicara panjang lebar, seperti saat Fira sedang memberikan pengarahan kepada anggota tim basket.

"Tadi basket ngapain aja?" Emily masih berusaha memancing Fira.

"Biasa,"

Alis Emily menyatu, ia bingung dengan arti kata biasa yang Fira ucapkan. "Biasa itu kayak apa? Ngobrol doang atau main basket?"

Fira memutar bola matanya malas. "Pengarahan."

Emily mengangguk-anggukkan kepalanya. "Emang pengarahan di tim basket itu biasa, ya?" tanyanya.

Fira yang gemas dengan Emily langsung menggerakkan tangannya maju dan melayangkan satu jitakan tepat di kening Emily. "Yang namanya hari pertama latihan, ya, pasti pengarahan lah!" ucap Fira kesal.

Emily mengelus-elus bagian kening yang dijitak oleh Fira. "Ih! Gak usah dijitak juga kali,"

Fira mendengus sebal. "Lo lemot!"

"Lo ambigu!" jawab Emily tidak terima dibilang lemot. Walaupun kenyataannya ia memang lemot.

"Lemot!"

"Ambigu!"

Fira memilih untuk diam dan meminum kembali jeruk hangat yang sempat ia pesan sembari menunggu hujan reda. "Gue laper," ucap Fira setelah meminum jeruk hangatnya.

Emily menggeleng pelan. "Yaudah makan dulu, habis makan kita pulang."

Fira mengangguk dan berdiri, ia melangkahkan kakinya menuju stan Mbak Kira, di mana stan tersebut terdapat banyak aneka rasa mie instan dari berbagai merek. Emily yang melihat Fira memesan mie instan hanya dapat menggelengkan kepala. "Kalau hujan gini, tuh, anak selalu aja, makan mie instan."

Tidak lama kemudian Fira kembali ke tempat duduknya. Fira dan Emily duduk meja kantin paling pojok, tempat kesukaan mereka. Dan selama ini, tidak ada yang menemani Fira duduk di sana selain Emily.

Emily adalah sahabat terbaik menurut Fira, selain karena umur persahabatan mereka yang sudah memasuki usia enam tahun, Emily juga sahabat Fira yang selalu ada untuk Fira, ia tidak pernah meninggalkan Fira dalam kondisi apapun. Dan Fira sangat bersyukur karena memiliki seorang sahabat yang sangat mengerti dirinya, tidak peduli bagaimana sikap dan sifat Fira.  Selain Emily, Fira juga dekat dengan Ana dan Shinta. Ana dan Shinta adalah teman rumahnya.

Fira, Ana, Emily, dan Shinta, selalu menghabiskan waktu libur mereka bersama-sama. Setiap Sabtu dan Minggu mereka akan berkumpul di mana saja mereka mau. Dan biasanya mereka akan mengunjungi rumah mereka masing-masing secara bergilir.

Jika mereka tidak ingin kemana-mana, maka mereka akan berkumpul di Ran's Resto. Ran's Resto adalah mini cafe yang terletak 'tak jauh dari rumah Fira dan Emily, hanya berjerak lima rumah jika dari rumah Fira.

Sedangkan rumah Emily berada tepat di seberang rumah Fira. Oleh karena itu, 'tak heran jika keduanya akan terlihat terus bersama. Baik di sekolah maupun di rumah, keduanya seakan tidak akan pernah terpisahkan.

Jika rumah Emily berada di seberang rumah Fira, berbeda dengan rumah Shinta dan Ana. Fira dan Emily tinggal di Perumahan Flamboyan, Jalan Anggrek. Shinta tinggal di Perumahan Flamboyan, Jalan Kenanga, rumah Shinta dekat dengan rumah Andre dan Mario. Sedangkan Ana tinggal di Perumahan Flamboyan, Jalan Melati, rumah Ana berada di seberang rumah Dika.

Mereka semua memang tinggal di perumahan yang sama, hanya berbeda jalan saja. Oleh karena itu, mereka terlihat sangat dekat walaupun saling menjauh.

Fira dan Emily masih dekat, namun tidak dengan tiga laki-laki itu. Seperti sekarang ini, letak meja yang Fira dan Emily tempati sangat jauh dengan meja yang ditempati oleh Mario, Dika dan Andre. Tapi, walaupun adanya jarak di antara mereka, hal tersebut tidak dapat menghentikan aksi saling melirik mereka, Fira dan Mario.

Emily berdehem saat dua mangkuk berisi mie instan lengkap dengan kuah, telur dan sayuran diletakkan di atas meja. Fira yang menyadari deheman Emily langsung menghentikan aktivitasnya.

"Selamat menikmati," ucap Mbak Kira kepada keduanya.

Fira mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata, sedangkan Emily tersenyum hangat sembari mengucapkan terima kasih.

"Fokus makan Fir, jangan dilirik mulu," sindir Emily saat melihat Fira menggulung mie-nya sembari melirik ke arah meja yang ditempati oleh Mario.

"Berisik." sebal Fira lalu kembali fokus dengan mie instan-nya, kali ini tanpa melirik ke arah Mario.

Emily terkekeh melihat Fira salah tingkah karena ketahuan melirik Mario diam-diam. Dan Fira terlihat menggemaskan ketika makan secara terburu-buru.

☀☀☀

Di meja lain, Mario, Dika dan Andre sedang terlibat perdebatan kecil, dengan ditemani tiga gelas cappucino. Dika dan Andre 'tak henti-henti meledek Mario yang tertangkap basah melirik Fira.

"Sumpah Yo, kalian tuh, lucu, saling sayang tapi saling diam. Enggak capek mendam terus? Keburu jadi tai tuh perasaan kalo kelamaan dipendem," ucap Dika sembari menahan tawanya karena melihat Mario yang minum dengan terburu-buru, salah tingkah.

"Enggak capek ngelirik mulu?" ucap Andre memperhatikan Mario yang diam-diam mencuri pandang ke arah Fira.

"Enggak ngelirik!" bantah Mario.

Andre menaik turunkan alisnya seraya berkata, "Ah masa sih enggaj ngelirik? Kok, tadi matanya ke arah dia, ya? Terus pas Fira ngelirik sini juga, lo langsung buang muka, hayo ada apa hayo ...."

Uhuk.

Dika tertawa terbahak-bahak saat Mario tersedak minumannya, sudah dapat dipastikan bahwa Mario tadi memang melirik Fira.

"Mati lu, Yo, mati!" ucap Dika disela-sela tawanya.

"Doa lu unfaedah banget njir," ucap Andre.

Mario memandang kesal ke arah Dika dan Andre, ia menyesal memilih untuk menunggu hujan di kantin. Seharusnya tadi Mario mengajak kedua temannya ke aula saja, jika tahu di sini ada Fira.

"Berisik." ucap Mario tegas.

Dika memegangi perutnya yang terasa sakit sehabis tertawa. "Udah, udah! Capek gua ketawa terus,"

Andre mengangguk mengiyakan, setelah suasana hening Andre mulai melanjutkan percakapan dengan topik yang sama selama kurun waktu dua tahun. "Jadi, sebenarnya lu sama Fira ada apa?"

"Dibahas lagi," Mario mengembuskan napas lelah, karena terus ditanyai hal yang sama berulang kali.

"Jawab makanya, ya, kan aneh aja gitu ... Dulu kalian kayak prangko sama amplop, tapi sekarang kayak kutub selatan dan kutub utara, saling bertolak belakang," sahut Dika dan berhasil membuat Mario tersedak ludahnya sendiri.

Uhuk. Uhuk.

'Kenapa diperjelas sih?!' -batin Mario.

Andre terdiam melihat ekspresi Mario berubah, kali ini Mario tidak terlihat salah tingkah seperti tadi tapi sekarang ia terlihat sangat rapuh dan terluka. Tatapannya sendu menatap gelas yang isinya sudah tinggal setengah, tangannya mengepal kuat di atas meja dan membuat buku-buku tangannya memutih.

"Yo? Lo kenapa?" ucap Dika menyadari perubahan Mario.

Andre menepuk bahu Dika dan menggelengkan kepalanya, seraya berkata, "Nanti dulu,"

Dika yang mengerti dengan ucapan Andre langsung diam dan memilih untuk mengeluarkan ponselnya untuk memastikan sudah jam berapa sekarang. Mata Dika melebar saat dilihatnya jam di ponselnya menunjukkan pukul 17.30 WIB.  Itu tandanya hari semakin gelap.

Dika langsung memutar kepalanya memastikan keadaan di luar, dan ternyata hujan masih mengguyur lapangan olahraga dan hari semakin gelap seakan rembulan akan menggantikan sinar sang mentari.

"Udah setengah enam, dan yang masih ada di kantin tinggal kita berlima, yang lain tadi pada maksain hujan-hujanan. Kita mau pulang sekarang, atau gimana?" tanya Dika kepada dua sahabatnya yang mulai sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Mario menoleh sedikit ke arah Fira yang masih setia di tempat duduknya, lalu kembali menghadap Dika. "Tunggu mereka pulang," jawab Mario.

Andre mengangguk, "Iya tunggu mereka pulang aja, kasihan kalau mereka ditinggal berdua di sini. Lagipula sekolah udah kosong, tuh, kayaknya pada maksain pulang semua, deh, karena tahu hujannya awet. Pedagang kantin aja udah pada pulang, tinggal Mbak Kira doang tuh."

"Iya juga sih, anak basket aja pada langsung kabur tadi,"

Mario mengadahkan kepalanya saat bayangan seseorang menutupi cahaya di depannya, hanya sebentar lalu cahaya lampu kembali menerangi. Mario melirik Fira dan Emily yang baru saja melewati mejanya, dan mereka bejalan berdampingan keluar dari area kantin.

Tanpa menunggu ataupun memberikan aba-aba lagi, ketiga laki-laki ini langsung bergegas bangkit berdiri dan berlari menyusul Fira dan Emily. Dan ternyata Fira dan Emily berjalan menuju gerbang, dengan payung yang menutupi kepala dan sebagian tubuh mereka.

Mario, Dika dan Andre langsung mengeluarkan jaket dan jas hujan dari dalam tas mereka masing-masing dan langsung mengenakannya secara terburu-buru.

Mario yang pertama kali selesai, lalu disusul dengan Andre dan Dika. "Ke halte dulu," ucap Mario.

Mereka bertiga pun berjalan menghampiri motornya yang sudah basah terguyur air hujan. Mereka langsung menaiki motor masing-masing dan melajukan motornya keluar gerbang dan menyusul dua perempuan yang sedang berjalan kaki menuju halte yang letaknya cukup jauh dari sekolah.

Mario langsung membelokkan motornya di hadapan Fira dan Emily, refleks Fira dan Emily berhenti karena jalannya ditutup oleh motor besar Mario. Dika dan Andre langsung memberhentikan motor mereka tepat di belakang motor Mario. Mereka bertiga turun dari motor masing-masing.

Masih dengan derasnya hujan yang mengguyur mereka berlima. "PULANG SAMA GUE YA!" teriak Mario.

Fira menggeleng saat mendengar ucapan Mario. "Enggak usah."

"Em, ayo pulang sama gue," Andre mengambil sesuatu dari balik jas hujan yang dipakainya. Dan ternyata sebuah hoodie berwarna abu-abu dan juga jas hujan berwarna hitam."Nih, pakai!" Andre mengulurkan keduanya ke arah Emily.

Emily sempat tidak menyangka bahwa dibalik jas hujan yang menggelembung di bagian perut Andre ternyata ada sebuah hoodie dan jas hujan. Tangan Emily terulur menerima jas hujan dan hoodie tersebut.

Andre langsung mengambil alih payung yang dipegang oleh Emily agar Emily segera memakai hoodie dan jas hujannya. Emily yang paham akan hal itu langsung buru-buru memakai bawahan jas hujan, lalu hoodie dan terakhir atasan jas hujan.

Tangan Andre terulur menyelipkan anak rambut yang keluar dari balik topi hoodie dan tudung jas hujan yang dipakai oleh Emily. Emily mematung saat diperlakukan semanis itu oleh Andre, sama seperti dulu.

"Ayo!" ucap Dika.

Andre dan Emily langsung menaiki motor putih sedangkan Dika menaiki motor hitam kesayangannya. Mereka seakan melupakan bahwa masih ada dua orang lagi yang tertinggal di bawah guyuran air hujan. Andre, Dika, dan Emily  pergi meninggalkan Fira dan Mario yang masih menatap satu sama lain.

Ingatkan Fira untuk memarahi Emily nanti dan ingatkan Mario untuk berterima kasih kepada Andre dan Dika nanti.

"Gimana? Masih mau pulang sendiri?" tanya Mario dengan suara biasa, dan tentu saja Fira tidak mendengarnya karena suara hujan seakan menyerap semua suara yang keluar.

"Hah?"

"GIMANA? MASIH MAU NOLAK AJAKAN GUA?!" teriak Mario saat menyadari Fira tidak mendengar ucapan sebelumnya.

Fira diam mepertimbangkan keputusannya. Jika dia ikut Mario maka kenangan dulu kembali teringat. Tapi jika tidak ikut maka Fira akan sampai rumah malam hari, belum lagi jalanan mulai sepi.

Akhirnya Fira memutuskan untuk mengangguk.

'Lebih baik teringat masa lalu daripada kenapa-kenapa di jalan.' -batin Fira.

Mario melakukan hal yang sama seperti Andre tadi, ia mengeluarkan hoodie berwarna merah maroon dan juga jas hujan berwarna abu-abu dari balik jas hujannya. Ia langsung mengulurkannya kepada Fira dan dengan cepat Fira meraih keduanya dan membawanya ke pelukannya ia takut jika keduanya akan jatuh ke aspal yang sudah tergenang air.

Mario maju selangkah sampai hidungnya mengenai payung biru milik Fira. Jarak yang diciptakan oleh Mario terlalu dekat sampai membuat Fira mematung di bawah payungnya. Tangan kiri Mario meraih pegangan payung Fira dan tanpa sengaja menyentuh tangan Fira yang terasa sangat dingin.

Mario mengambil alih pegangan payung dari tangan Fira, kini payung tersebut lebih tinggi dari Mario dan hal tersebut membuat Fira mendengus karena merasa pendek.

"Jangan manyun aja, cepet pakai!" perintah Mario.

Fira pun menuruti Mario, ia langsung mengenakan celana jas hujan pemberian Mario. Tangan Mario mengikuti arah pergerakan tubuh Fira agar tas dan tubuh Fira tidak basah akibat air hujan.

Mario mengulas senyum di balik wajahnya yang sudah basah oleh air hujan, 'Dulu sedekat apapun kita, kita gak pernah canggung. Tapi kenapa sekarang canggung banget, ya?' -batin Mario.

"Udah?" tanya Mario sembari melihat penampilan Fira dari atas ke bawah.

Fira mengangguk lalu merampas kasar payung dari tangan Mario, dan ia langsung menutup payungnya. Mario sempat terkejut karena perlakuan Fira yang tiba-tiba, tapi ia berhasil menutupi keterkejutannya.

Mario memutar tubuhnya lalu mulai menaiki motor merah yang tadi sempat menutupi jalan Fira dan Emily. Mario menyerahkan helm putih yang selalu ia letakkan di jok belakangnya kepada Fira.

Fira tersenyum tipis. "Selalu inget pesan gue, ya, Mar," gumamnya sangat pelan sembari menerima helm dari tangan Mario.

Tanpa Fira sadari, Mario mengetahui gumaman Fira melalui gerak mulutnya. Mario tersenyum di balik helm full facenya. Fira langsung menaiki motor Mario, dan tanpa menunggu lagi, Mario langsung mengemudikan motornya dengan kecepatan rata-rata.

Dan saat itu hati keduanya merasa bahagia. Tidak ada lagi rada takut, gengsi, bersalah, dan marah untuk beberapa saat ke depan.

☀☀☀

Keep reading.


14 Oktober 2017
19 Januari 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top