Part 5

      Nathan melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya, melempar tatapan pada Petra yang berdiri disisi lain Nicholas dengan seragam serba hitam yang sama.

   Menatap mata hijau pria itu dengan tatapan penuh arti yang ditanggapi oleh anggukan pelan yang nyaris tidak terlihat.

Petra bergerak, membungkukkan tubuhnya berbisik pada Nicholas yang sejak tadi sibuk berbincang dengan Liam.

Kedua iris Nathan ikut bergerak kearah sudut ruangan dimana gadis yang selalu tampak mempesona dan menggiurkan itu sedang sibuk menekuni berbagai timbunan kertas didekat komputer menyala yang menunjukkan sebuah grafik.

Gadis itu terlihat sangat jelas berbeda saat sedang bekerja, begitu serius. Tidak peduli apapun yang terjadi disekitarnya sebelum namanya disebut.

"Ah, aku hampir saja lupa. Untuk hari ini cukup sampai disini saja. Kita bisa lanjutkan besok."
   Nicholas bergegas bangkit yang membuat Liam juga ikut bangkit.

"Ya, tentu saja."
    Mereka berjabat tangan, saling melempar tatapan santai sebelum berpaling kearah Akira yang sepertinya belum terbangun dari kesibukannya.

"Ah, aku suka dengan sekretarismu. Dia sudah bekerja sangat keras, bagaimana jika lain kali kita makan malam?"

"Tentu saja, Tuan. Akira memang cerdas dan pekerja keras, kapanpun Tuan Nicholas ada waktu kami akan datang."
   Nathan mengeraskan rahangnya, mendengar para pria dihadapannya terang terangan memuja Akira.

Brengsek!

Mengingat bagaimana gadis itu tersenyum pada Nicholas benar benar ingin membuatnya nyaris hilang kendali.

"..itu. Terkadang aku sendiri bingung siapa bosnya disini."

"Sepertinya kalian sangat dekat."

"Lebih dekat dari yang terlihat."
   Liam tersenyum penuh arti pada Nicholas yang hanya mengangguk seraya menyunggingkan senyuman kecil sebelum meliriknya dengan tatapan penuh arti.

Tunggu.

Jadi benar?

Akira dan Liam memiliki hubungan seperti yang orang orang katakan?

Jangan katakan karna uang.

Para wanita benar benar.

".. tentu saja. Akira, Hentikan itu."
    Nathan mengerjap masih mempertahankan sikap sempurnanya sebelum menatap kearah gadis yang baru saja mengangkat wajahnya dangan tatapan penuh tanda tanya yang membuatnya makin terlihat menggoda.

"Ya, ada yang bisa aku bantu?"
   Akira bergegas bangkit, merapihkan dressnya yang sedikit kusut karna terlalu lama duduk dikursinya.

"Aku hanya ingin kau mengirimkan grafik dan seluruh data Anggaran perusahan pada sekretarisku."
  Lagi lagi kedua sudut bibir menggoda itu tertarik membentuk sebuah senyuman yang seketika membuat tubuhnya kembali menegang.

Brengsek!

Nathan bersumpah akan meracuni gadis ini agar bertekuk lutut dibawahnya.

"Akan aku kirimkan secepatnya."

"Bagus, Akira. Baiklah, sepertinya aku harus pergi sekarang."
    Nathan dan Petra bergegas mengekori Nicholas yang melangkah panjang meninggalkan ruangan dimana Liam dan Akira masih berdiri mematung ditempatnya.

Lain kali  Nathan akan kembali mencari informasi tentang keduanya.

Ya, tunggu saja.

"Nathan!"

"Fuck off!"
    Nathan balas berteriak pada Nicholas yang mendelik kesal, membuat Petra yang menyandarkan bahunya didinding Lift meringis pelan mendengar teriakan keduanya.

Ayolah, ia sedang tidak berminat sebagai penengah jika keduanya kembali beradu mulut atau setidaknya beradu kepalan hingga salah satunya sekarat.

"Kenapa kau kesal padaku? Aku tahu kau sangat ingin meniduri sekretaris sexy itu, but poor you Nathan! Dia bermain api dengan Liam! Akh- "
    Nicholas meraung merasakan tendangan Nathan pada tulang keringnya.

"Eat that."
    Desis Nathan membuat Nicholas melotot garang seraya membungkuk mengelus tulang keringnya yang masih berdenyut menyakitkan.

"Brengsek! Itu sakit kau tahu! Kalau kau kesal karna dikalahkan oleh pria tua seperti Liam jangan melampiaskannya padaku! Pengawal macam apa kau ini!"

"Shut up, Nick."

"Stop call me Nick! it's sound like you call me dick!"

"Whatever."

"Kau benar benar menyebalkan, pantas saja Nero pindah Ke Moskow saat tahu kau pulang."
    
"Bla bla bla."
    Nicholas mengerang kesal melihat tatapan bosan Nathan jika sedang tidak ingin mendengar ocehannya.

Well, Nicholas tahu  ia sedikit cerewet!

Tsk! Salahkan dua pria menyebalkan yang sejak bayi bersamanya.

Yang satu sangat pandai bermain kata kata, yang satunya seperti patung.

Anehnya mereka sama sama seperti batu yang tak berperasaan, mungkin karna sudah terlalu lama saling mengenal mereka sama sekali sudah tidak mengenal sikap dan kata kata formal saat sedang bersama.

Oh, Persetan dengan formalitas.

"By the way, Liam is hot."
    Nathan dan Nicholas menoleh cepat, menatap Petra yang berwajah datar dengan tatapan membunuh.

"PETRA."

**

"Kau tidak ikut pulang, Sayang?"
     Tanya Liam menatap Akira yang masih berdiri dedapan pintu ruangannya.

Percayalah, Liam lebih senang melihat tatapan membunuh Akira dan mendengar kata kata pedasnya dari pada tatapan gadis itu saat ini.

Begitu hampa.

Penuh kecemasan.

Tidak ada tatapan yang selalu membuatnya memuja gadis itu.

"Aku akan tetap disini."
    Liam menghembuskan nafasnya pelan mendengar bisikan Akira.

"Kau yakin? Aku tidak bisa menemanimu kau tahu."
   Akira memutar bola matanya malas meskipun raut wajahnya sama sekali tak berubah.

"Kau sudah bisa melakukannya. Pulang saja, aku ingin sendiri."
    Liam masih terdiam, sama sekali tidak menyahut menanggapi ucapan Akira. Menatap wajah yang sedikit pucat itu dengan tatapan senduh, ia benar benar membenci dirinya mengingat ia yang melibatkan Akira dalam masalah yang sebesar ini.

"Maafkan aku."
    Ucap Liam dengan serius membuat gadis itu menatapnya dengan mata yang berkaca kaca.

Liam bersumpah, akan menghukum dirinya sendiri jika butiran kristal itu sampai jatuh membasahi pipi Akiranya.

"Maaf."
   Liam memejamkan matanya saat kedua lengan itu terulur memeluknya erat, meremas  kemejanya kuat dengan jemarinya yang bergetar.

"Aku takut."
   Liam menghembuskan nafasnya, merengkuh tubuh mungil Akira dalam dekapannya seolah meyakinkan gadis itu jika semuanya akan baik baik saja.

"Kau percaya padaku?"
   Gadis itu mengangguk dalam diam, Liam mengecup pelipis Akira dan makin mengeratkan pelukannya.

"Tetap seperti itu."

"Tapi-"

"Akira."
   Liam menyela, mengelus punggung gadis itu agar tidak kehilangan kendali.

"Ada aku, kau tidak sendirian. Semua akan baik baik saja."
      Bisik Liam, Akira lagi lagi hanya mengangguk dalam diam. Masih memeluk tubuhnya dengan erat.
Jelas tahu jika isi kepala cantik Akira sedang dipenuhi gejolak dan berbagai macam hal yang harus dipecahkannya.

Nyaris seminggu gadis ini terus memaksakan dirinya untuk bekerja, bekerja dan hanya bekerja.

Bahkan saat mereka sampai ke Apartement, bukan istirahat Akira lebih memilih melakukan apasaja dan berakhir ketiduran karna kelelahan.

Jika terus seperti ini, cepat atau lambat Liam akan kehilangan Akira.

Dan itu tidak boleh sampai terjadi
   
"Sebaiknya kau ikut aku pulang, Sayang. Istirahatlah, meskipun hanya sebentar."
   Liam berusaha membujuk, mengeratkan pelukannya seraya memejamkan mata.

"Aku ingin sendiri Liam."

"Dan aku tidak mau kau sekarat."

"Aku-"
   Akira menghentikan ucapannya saat mendengar dentingan lift, mereka serempak menoleh menatap pintu lift yang perlahan terbuka.

Sepasang mata tajam itu menyambutnya.

Membunuh.

Menghunusnya.

Dengan rahang yang mengeras.

Oh shit!
 

"Nathan?"

Rencana gagal.

Akira harus pulang bersama Liam.

Sekarang juga.

**

*
Jangan Lupa Vomment
Maaf Typo

Siera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top