Part 4
Akira menghembuskan nafasnya dengan kasar sebelum melangkahkan kaki jenjangnya memasuki sebuah pelataran Mansion mewah yang entah sejak kapan mulai menjadi neraka nya.
"Selamat datang, Nona"
Akira menyunggingkan senyum kecil saat salah seorang pelayan menyapanya.
"Gaby, siapa saja yang ada didalam?"
Kedua tangan yang saling bertautan itu tampak saling meremas gugup dan itu tidak luput dari perhatian pelayan setianya itu.
"Hanya ada Tuan Cleonardo, Nona."
Akira menghembuskan nafasnya lega menepuk bahu gadis manis yang sudah menemaninya sejak ia kecil dulu.
"Jika ada yang datang cepat beritahu aku, mengerti?"
"Seperti biasa, Nona."
"Ya, seperti biasa."
Akira tersenyum dan bergegas menggerakkan tungkai kakinya melewati pintu raksasa mengkilap dengan ukiran rumit itu.
"Kakek!"
Teriakan Akira menggema didalam Mansion bergaya Victoria itu, membalas senyuman beberaa pelayan yang tersenyum sekedar menyapanya.
"Kakek, Akira Pulang!"
"Akira?"
Gadis itu memekik pelan, meninggalkan sepatu berhaknya dilantai begitu saja dan melompatb memeluk pria gagah yang masih terlihat tampan diusianya yang mulai senja.
"Kenapa baru pulang, hum?"
Akira menunjukkan cengiran manja khasnya, tidak peduli lirikan beberapa Pelayan yang sepertinya masih baru untuk menyaksikan gadis seperti dirinya bergelayut manja pada Kakek setua Tuan mereka Tuan Cleonardo atau yang biasa disapa Tuan Leo.
"Kakek tidak merindukanku?"
Ada tatapan penuh kasih sayang dimata pria tua itu saat Akira menarik lengannya kearah Sofa empuk ditengah ruangan.
"Tidak."
"Kakek."
Kekehan pelan itu menggema, tanpa menahan dirinya tangan yang bebas itu terulur mengelus rambut gadis cantik yang tengah bersandar dibahunya dengan manja.
"Seharusnya Kakek senang aku pulang."
"Dan bisanya saat kau pulang, kau sudah kehabisan uang."
Akira menegakkan bahunya dan tersenyum manis membuat Leo hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Kakek memang yang terbaik."
"Kau ini."
Leo mencubit pipi Akira yang mengidipkan matanya menggoda seperti biasa.
"Oh yah, Aku harus pergi."
Akira bergegas bangkit setelah melirik Arloginya, membuat binar bahagia dimata Leo digantikan tatapan sendu yang membuat gadis itu hanya bisa tersenyum kecut .
"Sampai kapan kau akan terus bersumbunyi, sayang?"
Tangannya terulur mengusap jemari lentik Akira yang tampak bergetar.
"Aku tidak tahu."
"Tinggallah setidaknya beberapa hari, bukan semalam untuk dua minggu"
Akira menghela nafasnya, bergerak memeluk Leo dan mengecup pipinya sekilas.
"Maafkan aku, tapi aku harus pergi sebelum mereka datang dan melihatku."
"Akira."
"Ayolah, lagi pula aku akan datang menginap minggu depan seperti biasa. Aku tidak sabar mengecek rekeningku, jangan lupa!"
"Iya iya!"
"Aku benar benar mencintaimu, Kakek! Sampai jumpa!"
Leo menggelengkan kepalanya di usia setua ini ia masih saja harus dipusingkan dengan sosok Akira yang selalu seja bersembunyi dan menutup dirinya, ia tidak bisa menyalahlan gadis itu karna satu satunya yang patut disalahkan adalah dirinya.
Yah, tentu saja.
**
Akira bersenandung kecil saat memasuki gedung raksasa perusahan yang sangat disegani itu, tidak peduli ratusan mata yang menatapnya dengan tatapan entah apa Akira tidak mau repot repot memikirkannya.
Ayolah, siapa yang tidak senang mendapati rekeningnya dipenuhi angka ratusan dollar didasana.
"Selamat pagi, Nona Akira"
Akira menggerakkan kepalanya menoleh dan mendapati sosok pria bengsek yang nyaris membuatnya bertekuk lutut karna sentuhan sialan panasnya.
"Pagi."
Akira membalas dengan singkat menjauhkan dirinya dari mata tajam yang menatapnya begitu dalam.
Brengsek!
Ada apa dengan jantungnya yang tiba tiba menggila?
"Selamat pagi, Sayang."
Akira mengerjap sesaat ia memasuki loby, merasakan lengan kokoh itu menarik pinggangnya agar segera bergeser kesisi pintu kaca. Berbaris sama seperti yang dilakukan nyaris semua orang digedung perusahan ini dengan wajah yang.. tegang?
"Ap-"
"Shut up, Sweetheart."
Akira mengerjap menyadari lengan kokoh yang menariknya tadi adalah milik Liam, menatap pria yang sebentar lagi berkepala empat itu dengan kening berkerut.
"Ap-"
"Dia datang."
Bisik Liam menurunkan lengannya yang sejak tadi melingkar diperutnya.
"Selamat datang, Tuan Jefferson."
Akira tersentak, menoleh kearah mobil mewah berwana hitam metalik yang baru saja tertutup setelah seorang pria dengan rambut pirangnya turun dengan angkuh dari sana.
Jemari jemarinya mengkerut, tubuhnya nenegang begitu saja menyadari jika hari ini adalah hari dimana awal dari pertarungannya akan dimulai.
"Terimakasih sambutan baiknya , Tuan Liam."
Pria itu mengangguk pelan mata coklatnya yang menghunus Akira membuat gadis itu makin kaku ditempatnya.
Bukan terpesona akan karisma ataupun ketampanananya mengingat Nathan sialan brengsek itu jauh lebih tampan dan panas meskipun hanya dalam balutan pakaian petugas keamanannya.
Tapi karna sesuatu yang Akira dan Liam sembunyikan dari Tuan Muda Jefferson ini.
"Dan siapa gadis cantik ini?"
Akira menelan salivanya susah payah, Liam yang menyadari itu segera menyela.
"Ah, dia Sekretaris kesayanganku."
Akira langsung mendelik tajam mendengar ucapan santai Liam yang menyebalkan diwaktu yang tidak tepat seperti ini.
Well, bernafas Akira!
Kau tidak akan mati konyol sebelum berperang bukan?
"Panggil saja Akira. Selamat datang Tuan Nicholas."
Akira menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyum mempesona yang membuat beberapa orang tertegun mengingat gadis ketus itu hanya sering menunjukkan wajah angkuh dan galaknya.
"Tuan, sebaiknya kita bergegas."
Sela suara berat yang sangat dikenalinya itu membuat Akira menoleh dan lagi lagi saling beradu tatapan dengan mata tajam yang kali ini berkilat penuh kemarahan.
Ck, apalagi dengan pria itu?
"Baiklah, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Ayo, oh yah dimana Petra?"
Nicholas menggerakkan tubuhnya berbalik mencari seseorang yang selalu berada disisinya, hingga seorang pria dengan wajah kaku melangkah lebar dan menunduk sopan dihadapan pria yang sebentar lagi akan menendang Akira dari perusahaannya.
"Ayo, banyak hal yang harus kita lakukan. Tuan Liam Dan Nona Akira, senang berkenalan dengan kalian."
Setelah bercengkrama dengan para petinggi lainnya termasuk Liam, Nicholas yang ditemani Petra dan si brengsek Nathan itu bergegas memasuki Lift eksekutif.
Meninggalkan Akira yang masih terpaku ditempatnya dengan tatapan para rekan kerjanya terutama perempuan yang seperti biasanya menatapnya penuh kebencian.
"Aku harap kau tidak bertindak gegabah, Akira."
Akira nyaris melayangkan tangannya saat seorang pria berdiri dengan angkuh dihadapannya dengan mata kelabu yang menatapnya penuh peringatan.
"Kenapa? Kau takut?"
Akira mendengus sinis, berniat melankah meninggalkan Loby dengan bisikan yang masih terdengar jelas ditelinganya.
Sialan Liam!
Seharusnya pria itu menariknya tadi, bukan meninggalkan Akira seperti orang bodoh disini.
Apa tua bangka itu sengaja ingin mempertemukannya dengan Mike brengsek ini?
Oh, Akira bersumpah akan membunuh pria tua bangka itu!
"Takut? Bukankah, kau yang seharusnya takut Akira?"
"Shut up your fucking mouth!"
Akira nyaris menjerit, semua orang tahu jika pria brengsek dihadapannya ini adalah mantan kekasihnya.
Yah, mantan kekasih yang sangat dibenci oleh Liam termasuk dirinya.
Pria brengsek yang selalu membanggakan Pen*s merah jambu menjijikkannya.
Memuakkan.
"Saat nama Liam disebut kau juga akan terlibat, bukankah kau Sekretaris kesayangnnya? Ah maksudku simpanan kesayangannya?"
Akira nyaris hilang kendali sebelum ponselnya bergetar menununjukkan nama Liam disana.
"Dengar, saat kita bertemu nanti aku benar benar akan membunuhmu"
Akira berbalik, melangkah dengan kaki yang menghentak seraya mendekatkan ponsel ketelinganya.
"Apa!?"
"Cepat keruanganku, ada beberapa berkas yang harus diperiksa oleh tuan Nicholas."
Akira menghembuskan nafasnya mendengar suara Liam yang terdengar begitu serius disebrang sana.
Brengsek!
Karna Mike, Liam dan Akira sendiri sedang berada diambang kematian saat ini.
Ya, kematian.
Keluarga Jefferson bukanlah tempat untuk bermain main, percayalah kekuasaan mereka jauh lebih menakutkan dari apapun didaratan ini.
"Akira?"
"Ya."
Sahut Akira bagai bisikan membuat pria disebrang sana menghembuskan nafasnya.
"Tetap tenang, okey? Semua akan baik baik saja, percaya padaku."
Akira tidak tahu bagaimana Liam bisa setenang ini, entah karna Liam yang memang selalu begitu atau karna terlalu jenius mengendalikan dirinya.
Akira tidak tahu.
Tapi ia bebar benar cemas.
Akira belum siap meninggalkan semuanya dan membusuk dipenjara bersama Liam.
Semuanya pasti baik baik saja.
"Ya, semoga saja."
**
*
Jangan Lupa Vomment
Maaf typo
Siera
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top