Part 11
Nathan terperangah saat melihat Akira yang berlari kecil memeluk Joan Ayahnya yang hanya tertawa kecil seraya mengelus rambut Akira dengan lembut.
"I miss you so bad, Paman Jo!"
Pekik Akira, Pria paruh bayah itu menepuk bahu Akira sekilas sebelum menatap gadis cantik itu.
"Masuklah, Rhena pasti senang melihatmu."
Akira tersenyum lebar, senyum yang baru pertama kali Nathan saksikan setelah mengenal Akira.
"Ayah mengenal Akira?"
Tanya Nathan menatap tubuh menggoda itu melesat memasuki rumahnya dengan semangat.
"Ya, dia pernah kemari setelah menolong Ibumu yang waktu itu kecelakaan. Ayo, masuk."
Nathan mengekori pria paruh baya itu memasuki rumah minimalis dengan warna lembut yang mendominasi, selalu tampak familiar dimatanya.
"Berapa lama Ayah mengenal Akira?"
"Sejak pertama kali dia bekerja diperusahaan."
Nathan menoleh dengan tatapan tajam yang membuat Joan tertawa pelan melihat reaksi salah satu putranya itu.
"Reaksimu berlebihan Son, sepertinya Akira cukup berharga sampai kau membawanya kemari."
Nathan menghela nafasnya tidak menyangkal seraya mengalihkan perhatiannya menyusuri setiap sudut ruangan yang sangat ia rindukan, tempat dimana Nathan, Nicholas dan juga Petra menghabiskan masa kecilnya disini.
"Sepertinya."
Gumam Nathan bergegas bangkit cukup penasaran apa yang membuat Akira dan Ibunya Rhena terus terkik geli didalam dapur.
"Kau semakin cantik sayang, apa yang membuatmu secantik ini?"
"Bukankah Bibi bahkan jauh lebih cantik dariku?"
"Ah, kau hanya ingin menghiburku. Sekarang katakan kemana saja kau tidak mengunjungiku?"
Nathan diam diam tersenyum melihat bagaimana Akira dan Ibunya Rhena saling berpelukan meskipun sekali kali harus memperhatikan apapun yang sedang mereka masak diatas panci.
"Maaf Bibi, aku cukup sibuk."
"Sibuk tapi sempat datang bersama Nathan, hum?"
Akura tersentak, bahkan memerah tanpa ia kendalikan dan berdehem pelan sebelum kembali tersenyum simpul.
"Hanya kebetulan aku ada waktu."
"Oh, yah? Jadi sejauh mana hubungan kalian?"
"Bibi."
Akira makin memerah membuat Rhena ikut tersenyum dan membelai wajah Akira dengan lembut membuat Dada Akira menghangat dengan hal kecil nan manis itu.
"Jadi?"
"Tidak ada apa apa."
"Tidak mungkin Nathan membawamu kemari jika tidak ada apa apa."
"Memang tidak ada apa apa."
"Apa kau hamil?"
"Bibi!"
Nathan meringis pelan mendengar ucapan Ibunya, melangkah keluar dari persembunyiannya dan memasuki dapur.
"Mom? Kau tidak ingin menyambutku?"
Keduanya menoleh serempak menatap Nathan yang hanya menunjukkan wajah tenangnya.
"Dasar anak nakal, kamari kau."
Nathan tersenyum dan memeluk wanita paruh baya itu dengan erat, nyaris melupakan Akira yang manaikkan alisnya saat menyadari panggilan Nathan pada Rhena.
"Aku merindukanmu."
"Mommy juga, kenapa tidak berkunjung saat kalian tiba dari Scotlandia. Aku akan menghukum Nicholas dan Petra saat mereka datang nanti!"
Kerutan dikening Akira makin dalam namun ia tidak ingin merusak suasana hangat yang sangat sulit ia temukan ini.
"Mommy."
"Cukup, kau dan Akira harus makan malam disini."
"Mom."
"Tidak ada bantahan Son."
**
"Jadi?"
"Apa?"
"Kalian bertiga cukup dekat?"
Nathan mengerutkan keningnya sebelum mengangguk menyadari maksud dari pertanyaan Akira.
"Cukup dekat mengingat sejak memakai popok kami selalu bersama."
"Benarkah?"
"Ya, kemari. Aku akan menunjukkan sesuatu."
Nathan meraih jemari Akira dalam genggamannya, menarik gadis itu agar mengekorinya melewati beberapa pintu coklat yang tertutup dengan rapat.
"Itu milik Petra dan Nicholas."
"Bahkan Nicholas?"
Nathan menghentikan langkahnya sebelum menoleh menatap Akira lekat lekat.
"Begitulah dan ini kamarku."
Pria itu mendorong sebuah pintu coklat, ruangan bernuanasa putih dan biru laut yang lembut menyambut Akira disana.
"Not bad."
Gumam Akira menyusuri ruangan minimalis dengan Single bed yang dengan angkuh mengisi tepat ditengah ruangan khas anak remaja itu.
"For what, Sweetheart?"
Nathan berbisik pelan ditelinga Akira, mengulurkam tangannya memeluk tubuh menggoda itu dari belakang.
"Nathan."
Pria itu hanya menggumam pelan dengan mata terpejam menyusuri leher jenjang Akira yang terbuka dengan pucuk hidungnya.
"Kita dirumah orang tuamu."
Akira nyaris mengerang saat gigitan kecil itu mulai merenggut kesadarannya.
"Aku tidak peduli."
"Nathan "
Akira memutar tubuhnya menatap Nathan yang menatapnya dengan mata berkilat penuh gairah.
"Bagaimana kalau mereka mendengar kita?"
Nathan menunduk benar benar tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melumat bibir menggoda Akira dengan keras dan liar.
"Selama kau tidak berisik, mereka tidak akan tahu."
Nathan lepas kendali, menarik Akira semakin mendekat ketubuhnya, menjatuhkan bibirnya dibibir Akiira yang menyambutnya dengan panas.
"Nathan."
Akira mendesah diantara ciuman mereka saat tangan Nathan bergerak pelan menyusuri setiap titik sensitifnya, mengelusnya pelan sebelum menyentuhnya dengan remasan yang membuat Akira kembali mengerang tertahankan.
Nathan mulai melucuti pakaian Akira, mengumpat dengan rahang yang mengeras saat jemari nakal Akira menyentuh gundukan keras dibalik celananya.
"Sialan, Akira."
"Apa ini cukup kuat?"
Tanya akira dengan suara seraknya saat Nathan membawa tubuh setengah telanjang mereka ketempat tidur sempit itu.
"Ya, cukup kuat untuk membuatmu tidak bisa berjalan."
"Awas saja kau."
Nathan hanya menyeringsi seraya melucuti pakaian mereka hingga benar benar tidak bersisah, menjadi seonggok kain yang menjadi salah satu saksi bisu kegiatan panas mereka.
"Hanya sebentar."
Nathan kembali mengeraskan rahangnya dengan mata yang menggelap saat menekuk kedua kaki Akira dan mendrong miliknya hingga melesat memenuhi Akira yang nyaris menjerit dengan keras jika ia tidak menggit bibirnya.
"It's hurt, Nathan."
Nathan membungkukkan tubuhnya kembali melumat bibir Akira dengan Liar.
"Kau belum terbiasa, yah."
"Kau pikir?"
Sinis Akira mendesis pelan sast Nathan mulai menggerakkan dirinya dibawah sana, bergerak pelan hingga memercikkan api gairah yang mulai membakar tubuh mereka.
Akira mengerang saat Nathan mulai menemukan iramanya, bergerak dengan sentakan sentakan kuat yang membuat tempat tidur yang mereka gunakan berderit pelan.
"Nathan."
Nathan membungkukkan tubuhnya mengecup bibir Akira sebelum mengelusnya dengan pelan.
"Husstt."
Bisik Nathan kembali melumat bibir Akira, berusaha meredam erangan penuh kenikmatan gadis itu.
Semakin bergerak cepat menghentak l dengan kuat dan bibir yang mencium Akira dengan liar.
"Nathan."
Akira menarik rambut Nathan dengan kuat saat jemari panas pria itu meremas dadanya, tubuhnya melengkung saat Nathan menghentaknya semakin kuat dibawah sana.
"Cum to me, Sweetheart."
Bisik Nathan dengan rahang yang mengeras, mengecup sudut mata Akira yang berair sebelum kembali melumat bibir bengkak memerah itu dengan liar.
Akira mencengkram bahu kokoh Nathan saat kenikmatan itu dengan cepat meruntuhkan pertahannya, nafasnya terengah, ingin berteriak dengan keras saat kenikmatan itu mulai datang merenggut akal sehatnya.
"Sebut namaku."
Nathan menghentakkan dirinya semakin kuat, membuat tubuh Akira melengkung saat beranjak mengecup puncak kenikmatannya.
"Nathan. "
Dan Akira pecah berkeping keping, Nathan memberi kesempatan Akira memejamkan matanya sejenak menikmati pelepasan yang membuat rongga dadanya memanas.
"Kau lelah?"
Akira membuka matanya menatap Nathan yang meraih jemari kakinya dan menggigitnya perlahan, menggodanya.
"Tidak, aku hanya takut Orangtuamu melihat ini."
Nathan menajamkan tatapannya, menunduk menatap Akira dengan lekat lekat.
"Aku bahkan belum mendapatkan apapun, Akira."
Akira nyaris tertawa, mengulurkan tangannya memeluk leher Nathan dengan erat.
"Kalau begitu dapatkan apapun yang kau mau."
Bisik Akira sensual, Nathan menggeram kesal mata tajamnya menggelap saat menatap Akira.
"Sebaiknya kau tidak menyesal."
"Tidak akan."
"Akira."
**
*
Masih adakah? 😆
*
Jan lupa Vomment
Maaf Typo
Siera
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top