[1.2] Hestia Squad: Part 3-Cerita

Judul : the Last Gift

Genre : Slice of Life

Subgenre : Drama, Romance

_____________________

"Ibu... apa aku boleh keluar?"

"Keluar? Memangnya untuk apa?"

"A-aku mau bermain dengan teman-teman"

"Tidak boleh! Nak, kamu kan sudah punya banyak mainan, main di rumah saja yah"

***

Sejak kecil, ibu tidak pernah mengizinkanku keluar, ayah juga sama saja

Mereka mengurungku

Memangnya aku ini apa!? Burung dalam sangkar?

Sekarang aku berumur 16 tahun, berarti sudah 16 tahun juga aku dikurung di rumah ini.

Bahkan aku tidak sekolah, hanya ayah yang mengajariku di rumah, dan memukuliku saat melakukan kesalahan.

Menyebalkan!!

Aku harus keluar dari sini.

Bagaimanapun juga, aku harus keluar dari sangkar emas yang mereka buat.

***

'Apa yang harus kulakukan untuk keluar dari sini?' pikirku sambil melihat ke luar jendela, melihat anak-anak seumuranku bermain dan bersenang senang bersama. Aku merenung cukup lama memikirkan cara untuk bebas.

"Daisuke!! Ini waktunya makan," panggil ibuku dari bawah.

"Oh tidak, ibu sudah memanggilku! Aku harus cepat!"

Tanpa berpikir panjang, aku membuka jendela kamarku dan mencoba kabur dari sana. Tapi, INI LANTAI DUA.

'Aku harus bagaimana?' benakku panik.

"DAISUKE!! Kau di mana!?" teriak ibu.

'Kurasa aku harus melompat,' kata batinku sambil memberanikan diriku untuk keluar.

Setelah memberanikan diri, akhirnya aku melompat dari lantai dua ke semak2 di halaman rumahku. Dengan begitu mungkin dapat mengurangi rasa sakitnya.

BRUK!!

''Ah-" aku menahan jeritanku agar tidak terdengar ke dalam. Tapi tidak sesuai dugaanku, rasanya sangat sakit. Dengan sekuat tenaga aku pun berlari menjauh dari rumah meskipun kakiku sangat sakit.

"DAISUKE!? KENAPA KAU TIDAK TURUN!?" ayah mulai berteriak memanggilku, aku mungkin sedang bahaya, dia mungkin akan membunuhku.

Dari jauh aku dapat melihat ayah dan ibuku masuk ke kamarku melalui jendela yang tidak kututup. Aku harus berlari lebih cepat.

"Argh!" aku terjatuh karena tidak bisa menahan rasa sakit di kakiku lagi. Mungkin dengan ini aku sudah tidak dapat kabur.

'Ugh pandanganku kabur, aku merasa sangat mengantuk,' Aku pun pingsan di jalanan karena lelah dan kesakitan.

***

'Uhn, Dimana ini?' benakku saat mulai tersadar dari pingsan.

"Daisuke? Daisuke!! Kau sudah bangun? Ini ibu, nak," ucap seorang wanita di sampingku yang tidak lain adalah ibuku.

'Ibu? Kenapa dia menangis? Huh, aku yakin dia cuma pura-pura, tidak ada yang menyayangiku!'

***

"Daisuke, mari kita pulang," ajak ibu.

Kami pun memasuki mobil dan segera pulang ke rumah. Dan pada akhirnya aku kembali ke tempat ini.

Kami menuju ruang makan untuk menyantap makan malam. Ternyata aku pingsan cukup lama. Tanpa ada seorang pun yang berbicara, aku menghabiskan makananku cepat dan membawa piringku ke westafel.

"BRUK!"

"Ah, maaf ayah" ucapku saat menabrak kursi ayah.

"Apa yang kau-" ucapan ayah terpotong karena melihat kondisi kakiku yang sedang sakit. Dengan keadaan seperti ini ayah dan ibu mungkin takkan memarahiku.

Ini saatnya aku tidur, dan kusadari kamarku menjadi sedikit berbeda. Jendela kamarku dipagari besi untuk mencegahku kabur lagi. Berbagai macam jenis permainan memenuhi kamarku, apa yang ayah dan ibu pikirkan!?.

Untung saja, ayah dan ibu tidak menanyaiku…

Aku berhasil mengambil kunci rumah dari saku ayah waktu menabraknya tadi. Kini aku punya kesempatan.

Malam semakin gelap, kurasa ayah dan ibu sudah tidur. Ini dia saatnya.

"KLEEK"

Dengan perlahan aku membuka pintu, turun ke bawah menuju pintu depan. Aku mengambil kunci yang kuambil tadi dan membuka pintu depan.

'AKHIRNYA, AKU BEBAS DARI SANGKAR ITU!' kata batinku berteriak, karena aku sudah keluar dari sangkar yang kumaksud itu.

Aku pun berjalan dengan cepat, karena keadaan kakiku aku tidak dapat berlari. Tapi paling tidak, ayah dan ibu tidak menyadarinya.

'Ternyata kabur dari tempat ini cukup mudah!'

Tapi, Aku harus kemana?

Aku terus berjalan tanpa melihat ke belakang dan berhenti di sebuah halte bis. Sudah sangat malam, suhunya sangat dingin jika terus menerus begini aku bisa sa-kit. Karena tidak dapat menahan udara dingin ini, sekarang tubuhku sangat kedinginan. Bodohnya aku, harusnya aku membawa mantel. Beberapa saat kemudian aku pun tertidur.

***

[AUTHOR POV]

"Um, halo?" sapa seorang gadis pada Daisuke yang masih tertidur.

Karena tidak ada jawaban dari Daisuke, gadis itu menggoyang-goyangkan tubuh Daisuke dan membuat Daisuke sedikit sadar.

"Hmm?" jawab Daisuke dalam keadaan setengah bangun.

"Kenapa kau tidur di sini?" tanya gadis itu.

"Aku harus pergi dari sangkar itu, kumohon jangan tinggalkan aku sendirian," pinta Daisuke.

"HEEEH!? Apa yang kau katakan" ucap gadis itu sambil terkejut.

Tapi sekali lagi Daisuke tidak menjawab. Tubuhnya menjadi panas dan menggigil.

'Tidak ada pilihan lain, aku harus membawa pria asing ini ke panti asuhan,' benak gadis itu sambil membawa Daisuke ke panti asuhan yang tak jauh dari sini.

***

'Ah, lagi-lagi aku pingsan. Di mana ini? Apa ayah berhasil menemukanku lagi?' benak Daisuke kemudian melihat sekitarnya.

"Di-dimana ini!?" kata Daisuke terkejut.

"Kau sedang ada di panti asuhan Yamashita," jawab seorang gadis yang membawa alat kompres.

"Jadi, ini pria yang kau ceritakan itu?" tanya seorang gadis lagi dengan rambut merah yang panjang.

"Ah, terima kasih sudah membawaku ke sini," ucap Daisuke.

"Aku membawamu karena kau tidur di halte semalam, kau juga bicara yang aneh-aneh," timpal gadis yang membawa kompres itu.

"Huh, bukankah kau membawanya cuma sebagai alasan karena kabur dari sini?" balas gadis berambut merah.

'Mereka terlihat akur, andai saja aku dapat hidup dengan keluarga seperti mereka,' benak Daisuke.

"Ngomong-ngomong, namamu siapa?" tanya gadis berambut merah.

"Daisuke, Akiyama Daisuke," jawab Daisuke.

"Eh?" gadis dengan kompres itu terlihat agak terkejut.

'Ada apa dengannya?' benak Daisuke berkata, sambil melihat gadis berambut merah tersebut.

"Panggil aku Kuri," ucap gadis berambut merah sambil mengulurkan tangannya.

"Kalau kau?" tanya Daisuke pada gadis yang membawa kompres itu.

"Aku? Namaku A- panggil saja Miko," jawabnya sambil terbata-bata.

"Mungkin kau sudah baikan, ini sudah saatnya makan malam" ajak Miko.

"MALAM!? Berapa jam aku tertidur?" tanya Daisuke terkejut.

"Kau tidur seharian bodoh, mana mungkin kita makan malam di pagi hari," jawab Kuri dengan wajah yang jutek

"Miko, Kuri!" panggil seseorang.

"Sudahlah, ibu Yamashita sudah memanggil kita tuh," ucap Miko.

Mereka sekarang berkumpul di ruang makan, ada cukup banyak orang di sini. Di sini seperti sebuah keluarga yang sangat bahagia.

"hmm, kau orang yang Miko-san bawa kemarin kan? Perkenalkan namaku Eiji dan ini kakakku Ryoko," ucap seorang bocah yang sambil membawa buku catatannya, dengan seorang gadis kecil yang sedang memegang boneka di sebelahnya sedang mengenalkan diri.

"Kakak? Tapi kalian seperti seumuran," tanya Daisuke.

"Mereka kembar," jawab seorang pria dengan kacamata.

"Perkenalkan, namaku Hibiki, terserah kau mau memanggilku apa" lanjut pria itu.

"Namaku Haru, salam kenal," kata seorang pria berambut pirang yang sambil tersenyum tipis ke arah Daisuke.

"Eh, kau dari Eropa? Kau terlihat sangat berwibawa!" tanya Daisuke.

"Terserah kau mau menganggapku apa," jawabnya.

"Aku pemilik panti asuhan ini, panggil aku ibu Yamashita," ucap seorang wanita sambil membawa makanan.

***

Hari demi hari, Daisuke dan anak-anak panti asuhan hidup sebagai keluarga. Mereka sangat baik pada Daisuke, Daisuke berharap keluarga barunya ini dapat terus bersama dan hidup bahagia.

"Umm kenapa kalian tinggal di panti asuhan? memangnya kenapa dengan keluarga kalian?" tanya Daisuke pada semua anak panti.

"Sebagian dari kami anak yatim, mungkin hanya Ryoko dan Eiji yang masih belum diketahui kepastian mengenai orang tuanya, orang tua mereka memiliki beberapa masalah yang tidak bisa dicampuri anak2 seumuran mereka, sehingga Ryoko dan Eiji berakhir di sini," jelas Miko.

"Maksudnya?" tanya Daisuke.

"Kedua orangtuanya akan bercerai," jawab Kuri.

***

"Ehm, kalau boleh bertanya, orang tua kalian punya masalah apa?" tanya Daisuke pada Ryoko dan Eiji.

"Sudahlah Daisuke, jangan bertanya seperti itu!" sergah Miko sambil menyenggol siku Daisuke.

"Aku yakin, kalau orang tua kalian akan baikan lagi! Jadi jangan bersedih seperti itu, kalian yang semangat!" lanjut Miko.

"Iya, terima kasih dukungannya. Aku berharap kedua orang tua kami tidak jadi bercerai," kata Ryoko yang dari tadi hanya tertunduk lesu. Digenggamnya tangan Eiji erat-erat dengan mata yang berkaca-kaca.

***

[ RYOKO POV ]

Aku melihat ayah dan ibu masuk ke dalam ruang persidangan. Sedangkan aku hanya bisa duduk menunggu mereka berdua keluar sambil menenangkan adikku yang dari tadi sudah berlinang air mata.

“Hiks… hiks… aku tidak mau ayah dan ibu berpisah kak,”

“Tenangkan dirimu, Eiji. Kita berdoa saja sama Tuhan, semoga mereka damai kembali,” kataku sambil menenangkan Eiji.

Tapi Eiji tidak menjawab. Ia masih terus saja menangis, sambil memikirkan ayah dan ibu.

***

Keesokan harinya Miko dan Daisuke menemani si kembar, yaitu Ryoko dan Eiji di luar ruang sidang untuk menunggu hasil persidangan orang tua mereka.

Dua jam kemudian, ayah dan ibu keluar dari ruang  persidangan dengan muka datar. Dengan spontan, Eiji menghampiri ibu. Aku pun menghampiri ayah.

“Ayah! Bagaimana? Apakah ayah dan ibu tidak jadi cerai? Apakah kita akan tinggal bersama lagi?” tanyaku pada ayah, tapi ayah masih memasang muka datarnya yang membuatku semakin khawatir.

“Tidak,” jawab ayah singkat.

“Huwaa, tidak boleh seperti ini. hiks… hiks...” tangisan Eiji akhirnya pecah, ia menangis sejadi-jadinya.

“Aku ingin kita tinggal bersama lagi seperti dulu! Aku ingin kalian damai!” kataku sambil menatap mereka berdua.

Kulihat ibu menghampiriku dengan mata berkaca-kaca. Ia memegang pundakku sambil menatap wajahku.

“Mulai hari ini, aku dan ayahmu sudah resmi bercerai. Kami juga akan berpisah. Jadi jaga lah dirimu dan adikmu baik-baik” kata ibu sambil menempuk pundakku.

ibu akhirnya pergi meninggalkan kami berdua. Begitu pun dengan ayah. Eiji masih menangis, ia memegang tangan ibu erat-erat agar tidak terlepas.

Tapi itu sia-sia. Ibu melepaskan tangan Eiji secara paksa dan pergi tanpa menoleh ke arah kami. Air mataku perlahan jatuh setelah sosok kedua orang tuaku perlahan-lahan menghilang.

Benar, kami sudah tidak bisa bersama-sama lagi. Dan sekarang, aku dan Eiji harus tetap tinggal di panti bersama dengan teman-teman yang lain.

Kami berdua harus melawan kerasnya hidup tanpa kedua orang tua.

***

Setelah pulang dari persidangan, Daisuke dkk kemudian kembali ke panti untuk makan malam. Bu Yamashita sudah menunggu mereka.

"Ngomong-ngomong, persediaan makanan hampir habis. Jadi aku ingin kalian besok keluar untuk membelinya," ucap Bu Yamashita pada anak-anak saat mereka makan malam.

Jadilah hari ini, Daisuke pergi belanja bersama Kuri dan Hibiki.

Awalnya, Bu Yamashita hanya menyuruh Kuri, tapi anak itu memaksa Hibiki ikut dengan alasan dia akan kerepotan jika berbelanja sendirian.

Hibiki kemudian mengajak Daisuke untuk ikut serta.

***

"Kau belum pernah berbelanja sebelumnya?" tanya Hibiki pada Daisuke ketika mereka sampai di pusat perbelanjaan.

Daisuke menggeleng,
"Ibu bahkan tak mengijinkanku bepergian, kau tahu,"

"Kau itu beruntung tahu," Kuri mendengus kesal, "tidak perlu repot-repot karena semua kebutuhanmu sudah disediakan. Tidak seperti kami yang harus mengurus diri sendiri,"

"Sebenarnya aku tidak suka berbelanja," ucap Kuri lagi sambil menyerahkan daftar belanjaan yang dibuat Bu Yamashita kepada Hibiki.

"karena itu aku menyuruhmu ikut," kata Kuri dwngan wajah kesalnya.

"Tapi ini masih lebih baik," Hibiki menyelusuri lorong dan mengambil bahan makanan yang mereka butuhkan,

"dibandingkan saat kau masih berkeliaran di jalan, memangnya kamu mau seperti itu?"

Kuri terdiam mendengar kata-kata Hibiki. Sebelum datang ke panti, ia dan Hibiki adalah anak jalanan yang tak punya tempat tinggal.

"Nah kan, kubilang disini jauh lebih baik," Hibiki menaikkan kacamatanya lalu mengecek daftar belanjaan. "kalau sudah semua sebaiknya kita segera pulang,"

***

"Kalau jalannya tidak cepat,nanti kalian kutinggal!" seru Kuri sambil berlari kecil meninggalkan kedua temannya di belakang. Saat perjalanan pulang.

Daisuke agak kesal mendengar apa yang dikatakan Kuri itum

"Hei, kau kan tidak membawa satupun barang belanjaan, paling tidak, bersabarlah sedikit, Kuri," kata Daisuke sambil berdengus kesal.

Kuri menoleh ke arah Daisuke dengan wajah mengejek.

"Tentu saja, aku kan perempuan, karena itu kalian sebagai laki-laki yang harus membawa barang," kata Kuri dengan tatapan sinisnya, kemudian ia kembali berlari.

"Biarkan saja, dia memang begitu," kata Hibiki sambil mendesah.

"Ngomong-ngomong, Daisuke," panggil Hibiki, Daisuke menoleh ke Hibiki.

"aku setuju dengan kata-kata Kuri tadi, hidupmu beruntung. Karena kau masih memiliki keluarga."

Daisuke diam. Sementara Hibiki menatap Kuri yang berada jauh di depannya.

"Aku dan Kuri dulu anak jalanan, kami tak punya rumah, apalagi keluarga." kata Hibiki sambil menundukkan kepalanya.

"Dan kau harusnya senang karena masih punya keluarga yang akan memperhatikanmu,"

"Hmm, bagaimana ya…" kata Daisuke sambil mencoba berpikir.

"Bukannya aku membenci ayah dan ibu. Tapi mereka bahkan tak memperbolehkanku keluar rumah, aku juga bosan jika terus-terusan berada di dalam rumah,"

"Kau tahu, aku juga ingin bebas. Seperti kalian…"

"Yah, pendapat orang beda-beda ya," Hibiki kembali menaikkan kacamatanya.

"Saat jadi anak jalanan, kami memang bebas, kami bisa melakukan apapun yang kami suka. Tapi, walau begitu," sahut Hibiki lagi.

"kami menyukai kehidupan kami sekarang di panti, memang kami jadi terikat oleh aturan panti. Tapi paling tidak, kami punya tempat untuk kembali, dan, memiliki sebuah keluarga,"

"Oi kalian! Kalau tidak cepat nanti kutinggal benaran lho~" teriak Kuri jauh di depan mereka.

"Tunggu sebentar, Kuri!" teriak Hibiki membalasnya.

"Kuri agak lambat beradaptasi, karena itu sifatnya ketus. Tapi kurasa, dia senang karena akhirnya memiliki sebuah keluarga."

"Semua orang di panti adalah keluarga kami, baik Bu Yamashita, teman-teman, maupun dirimu." katanya lagi.

Daisuke tersenyum mendengarnya. Ia bersyukur telah bertemu dengan Miko dan datang ke panti.

Sebab, ia jadi memiliki teman-teman yang baik seperti ini. Dan dari mereka, ia belajar arti pentingnya sebuah keluarga.

Diam-diam, ia berpikir apakah keputusannya kabur dari rumah sudah tepat.

***

“Aw!”

Daisuke terperanjat, seseorang memukul pantatnya, menyebalkan memang.

“Maaf aku sengaja.” ucap Haru.

Daisuke mendengus pelan, dia memang tidak terlalu biasa dibangunkan dengan cara kasar.

“OI! Sarapan sudah siap!” kata Miko sambil muncul dari balik pintu membuat Daisuke terkejut.

“Baik!” ucap Haru

“Bocah! Kau mandi cepat!” kata Miko sambil melempar Haru dengan handuk, sedangkan cowok itu nyengir dan masuk kedalam kamar mandi.

“Dia sangat malas sekali bangun pagi.” ucap Miko sambil berkacak pinggang, lalu mengelus kepala Daisuke, membuat pipi cowok itu merona.

“Bagaimana dengan orang tuamu?” tanya Miko, membuat Daisuke tertegun sesaat.

Entahlah... sejak pulang dari persidangan si kembar dan setelah pergi bersama si duo anak jalanan itu Daisuke tidak henti-hentinya memikirkan satu hal.

Apakah... dia anak yang buruk?

Melihat Daisuke yang bungkam, Miko lalu duduk di sebelahnya.

“Yah... kalau itu berat, nggak usah dikatakan.” Ucap Miko.

***

Daisuke memandang kearah lapangan, tepatnya kearah si kembar yang sedang bermain bola bersama Hibiki dan haru.

“Ayo! Ayo! Kita main!” ucap Miko sambil mendorong tubuh Daisuke mendekati keempat anak yang tengah melempar-lempar bola jingga yang ada, sedangkan Kuri mengekor dari belakang.

“Aku akan setim dengan Haru dan Daisuke.” Kata Miko sambil merangkul kedua cowok tersebut.

“Baiklah, berarti kami berempat.” Kata Hibiki sambil membenarkan kacamatanya.

Eiji lalu memantulkan-mantulkan bola tersebut.

“Kalau tidak ada hadiah enggak seru.” Ucap anak kecil tersebut.

Miko terdiam sesaat lalu berkata.

“Tim yang kalah akan mengambil snak dan minuman untuk kita!” kata Miko

“Oke, kalau begitu ayo kita main!” kata Haru bersemangat.

Permainan pun dimulai, Daisuke agak kesulitan dalam menghindar bola karena fisiknya lemah. Namun walaupun begitu dia tetap menikmati permainan tersebut.

Yah... keinginannya sejak lama... bermain di luar rumah.

“Yei! Kita menang1” ucap Ryoko sambil melompat.

“Huh! Kalian curang!” ucap Haru “Tim kami bertiga, sedangkan kalian ber-empat!” lanjutnya.

“Sesuai perjanjian kalian mengambil minuman dan cemilan.” Kata Hibiki sambil membenarkan kacamatanya.

Daisuke lalu tersenyum lelah, yah untuk pertama kalinya dia merasa sangat lelah.

“Baiklah kalau begitu, ayo Daisuke kita pergi ke Panti.” ucap Haru sambil menarik Daisuke.

***

Sepanjang perjalanan Daisuke dan Haru saling diam, tentu saja karena tidak ada bahan obrolan yang bagus dan Daisuke terlalu lelah untuk diajak berbicara.

Daisuke merasakan adanya tatapan aneh dari beberapa orang, tatapan...

Jijik

Aneh

Mengerikan

Meremehkan

Daisuke lalu memandang kearah haru, dia heran kenapa cowok itu tidak bereaksi apa-apa ketika orang-orang itu menatap mereka dengan tatapan tidak mengenakkan.

Beberapa anak kecil lalu melempari mereka dengan kulit pisang, bekas pembungkus makanan dan sampah lainnya. Tentu saja Daisuke langsung terkejut dan menghindar.

“Dasar anak buangan!”

“Kotor!”

“Menjijikkan!”

“Lebih baik kau mati saja!”

Daisuke memandang anak-anak itu dengan ekspresi kaget serta kesal, tentu saja siapa yang tidak kesal kalau kau di katain begitu?

Daisuke siap untuk mengejek mereka balik namun Haru duluan bertindak dan menghajar salah satu dari mereka.

“Diam!” teriak Haru

“Dasar anak pelacur!”

Haru mendengus kesal lalu menarik Daisuke menjauh dari kerumunan anak-anak itu.

Daisuke lalu memandang Haru yang berjalan menuju ke panti, ada sebuah pertanyaan besar dikepalanya.

“Haru... kau...”

“Aku memang anak pelacur.”

Daisuke terkaget, Haru tetap berjalan di depannya dan tidak menoleh kearahnya.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Daisuke hati-hati, tentu saja siapa yang tahan kalau dihujat habis-habisan seperti tadi?

“Aku sudah biasa dikatain begitu sama anak-anak jadi santai aja.” ucap Haru lalu dia menarik nafas.

“Aku tidak akan pernah takut ataupun berkecil hati meski dikatain begitu, kau tau Daisuke? Terkadang dunia itu tidak selalu baik tapi terkadang begitu kejam.”

Daisuke tertegun mendengar perkataan Haru, cowok yang dia kenal sebagai sosok yang periang dan terlihat baik-baik saja ini justru menyimpan sebuah kepedihan.

“Kau harus menjadi pribadi yang kuat, jangan menjadi pecundang.Hadapi semua itu, meski harus mengorbankan nafasmu.” Kata Haru

Daisuke terdiam, dipikirannya sekarang berkecambuk berbagai hal.

Dia kabur dari rumah tanpa mengatakan satu katapun... dan bahkan dia tidak berusaha berbicara baik-baik bersama orang tuanya.

'Apakah aku ini, pecundang?' benak Daisuke.

***

Daisuke berjalan keluar, dilingkarkannya syalnya karena suhu udara malam itu dingin.

Hembusan nafasnya mengepul saat Daisuke menghela nafasnya.

“Kau mau kemana?” tanya Hibiki yang teryata sudah berdiri di sampingnya.

“Ah, aku ingin pergi beli minuman.” ucap Daisuke.

“Kalau begitu kami ikut.” sela Kuri menghampiri mereka langsung menggaet lengan Hibiki.

“Yah, kami sekalian ingin membeli beberapa persediaan yang lupa kami beli kemarin.” Ucap Hibiki lalu berjalan keluar panti.

Meskipun ragu, Daisuke tetap mengikuti kedua orang itu. Suasana malam itu cukup mendukung untuk pergi berbelanja. Daisuke bisa melihat kedekatan keduanya, meskipun sifat mereka sedikit berbeda.

“Kau akan membeli apa?” tanya Hibiki pada Kuri.

“Aku lebih menyukai susu dari pada teh.” ucap Kuri menunjuk susu sapi kotak.

“Kita tidak punya cukup uang jika membeli susu semahal itu, teh saja.” Ucap Hibiki.

“Aku mau cappucinonya satu.” ucap Daisuke.
Kuri menatap Daisuke lama. “Cih, aku tahu kau anak dari orang kaya, tapi kami tak punya cukup uang untuk membeli itu!” ucap Kuri.

“Ah, aku akan membelinya dengan uangku sendiri.” Daisuke tampak ragu.

“Tidak boleh!” bentak Kuri. Daisuke sedikit kaget.

Kuri menghela nafasnya, “Meskipun kau membelinya dengan uangmu sendiri, kau juga harus memikirkan anak-anak yang lain! Kami semua sama, apa yang kami makan sama begitu pula dengan apa yang kami minum. Kau tidak boleh seenaknya seperti itu, kecuali kau tidak tinggal bersama kami.” ucap Kuri.

“Dia benar.” ucap Hibiki sambil memilih-milih bahan roti.

“Aku juga punya uang untuk beli susu, tapi kalau tidak cukup untuk yang lainnya, lebih baik lain kali saja.” ucap Kuri.

Daisuke mengurungkan niatnya membeli minumannya, namun setidaknya ia kini tahu bagaimana besarnya rasa kekeluargaan yang telah melekat pada Kuri dan Hibiki kepada yang lainnya.

Daisuke tak pernah memikirkan ayah dan ibunya, ia selalu saja memikirkan dirinya sendiri. Meskipun Kuri masih sering bertengkar dengan yang lainnya, ia tetap masih peduli.

“Kuri, aku alergi jamur.” ucap Hibiki pada Kuri.

“Hah… kau ini, padahal lagi diskon, ck..” Kuri membatalkan beli jamurnya.

Melihat tingkah mereka, Daisuke pun tersenyum.

Seseorang menepuk pundak Daisuke dari belakang , membuatnya terkaget-kaget.

“Akhirnya aku menemukanmu disini…” ucap orang tersebut yang membuat Daisuke terkejut setengah mati.

“Heh? Siapa?” tanya Hibiki sambil menoleh kebelakang, membenarkan letak kacamatanya.

“A-aku ada urusan sebentar, kalian duluan saja.” jawab Daisuke sambil menarik orang itu menjauh.

Setelah agak jauh dari mereka Daisuke akhirnya bersuara.

“Kenapa kau ada disini?” tanya Daisuke pada pria yang tidak lain adalah sepupunya. Asuka.

“Seharusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kau kabur dari rumah? Semua orang mencarimu tau!” kata Asuka lalu menjitak sepupunya itu.

"Aku punya alasan untuk itu!" Daisuke lalu menceritakan alasannya kabur dari rumah sampai ia menjadi bagian panti.

***

Asuka memijit keningnya, dia tidak mengerti kenapa diumurnya yang sudah mencapai kepala dua dia masih saja mengurus bocah semacam Daisuke.

“Jadi jangan ceritakan pada ayah dan ibuku kalau aku berada di panti, oke?" kata Daisuke mengakhiri ceritanya.

“Aku akan merahasiakannya tapi aku tidak berjanji. Aku akan menengokmu sesekali ke panti asuhan itu.” ucap Asuka, sebagai sepupu yang baik dia harus bisa memastikan bahwa Daisuke aman-aman saja dan tidak melakukan hal-hal yang aneh.

Asuka semula bimbang, tapi karena Daisuke terus memaksanya, ia tak punya pilihan selain menyetujuinya.

Daisuke menghela napas lega, "Baguslah, aku tak ingin terkurung di sangkar lagi," Dari kejauhan, ia bisa mendengar Hibiki memanggilnya,

"kalau begitu aku pergi dulu." kata Daisuke kemudian menyusul Hibiki dan Kuri.

"Jaga dirimu baik-baik!" seru Asuka ketika Dai berlari meninggalkannya.

Daisuke menoleh dan mengangguk ke arahnya. Dan, Asuka terus menatap anak itu sampai hilang di ujung jalan. Dan, sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul di benaknya,

'Apa Daisuke sudah bertemu Miko?'

***

PART 5 - ENDING (1/2)

[AUTHOR POV]

Sore itu, Daisuke sedang berjalan-jalan sambil menikmati minuman kaleng yang ada di tangannya. Dari kejauhan ia melihat dua sosok yang sudah tak asing lagi baginya. Dua sosok tersebut sepertinya sedang asyik mengobrol. “Miko? Asuka? Sedang apa mereka?”

Daisuke lalu pergi membuntuti mereka dan mendengar apa yang mereka bicarakan.

“Jadi pertama-tama kita akan ke mana?” tanya Asuka pada Miko.

“Kita ke toko bunga dulu,” jawab Miko.

Mereka tidak sadar kalau ada seseorang yang sedang membuntuti mereka.

Melihat mereka berdua berjalan bersama, ada rasa cemburu yang timbul di hati Daisuke.

“Dasar, mereka tidak mengajakku juga!”

Tiba-tiba sebuah truk pengangkut sampah lewat, disertai dengan asap yang keluar dari knalpotnya. Bau busuk sampah yang diangkut tersebut sangat menusuk hidung mereka berdua.

Begitu pun dengan Daisuke yang tengah bersembunyi di balik semak-semak.

“Uhk, bau sekali! Rasanya aku ingin muntah!” keluh Daisuke.

“Huek, bau! Sampah-sampah seperti itu mau dibawa ke mana?” tanya Asuka yang masih menutup hidungnya.

“Sepertinya dibawa ke tempat pembuangan. Atau mungkin dibakar ya? Ah, entahlah.” kata Asuka sambil bicara sendiri.

“Miko, Tunggu dulu!” seru Asuka sambil menatap wajah Miko.

“Ada a--” kata-kata Miko terpotong saat merasakan tangan Asuka yang sedang mengelus-elus pipinya.

Bukan hanya itu, jarak antara wajah mereka sangat dekat. Cukup untuk membuat wajah Miko memerah.

“A-apa yang mereka Lakukan?! Mereka sedang apa sih?! Apa mereka berciuman?!” tanya Daisuke pada dirinya sendiri.

Rasa iri dan dengki tiba-tiba menyelimuti seluruh hatinya.

“Hah, aku tidak percaya ini! Lebih baik aku pulang ke panti saja!” Daisuke akhirnya pulang dengan amarah yang masih berkobar-kobar.

Ia sangat ingin melampiaskan amarahnya itu pada seseorang. Tapi lebih baik ia pendam sendiri saja.

Tidak ada gunanya melampiaskan sesuatu yang nantinya akan menyakiti perasaan orang lain.

Asuka lalu menurunkan tangan dari pipi Miko. “Maaf membuatmu kaget. Tadi ada debu yang menempel.”

“Hah, dasar! Ku kira kau akan melakukan sesuatu padaku!” seru Miko memarahi Asuka.

“Haha, maaf ya,” kata Asuka sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Ya sudah, ayo kita ke toko bunga!" lanjut Asuka dengan semangatnya.

Mereka berdua akhirnya melupakan kejadian tadi dan pergi ke toko bunga di mana mereka akan mengambil sesuatu.

"Tunggu, tali sepatuku terlepas!" kata Asuka sambil jongkok mengikat tali sepatunya kembali.

"Kamu sih, ngikat gak kencang!" kata Miko sambil melirik ke arah Asuka dengan wajah datarnya.

"Sudah, belum?" kata Miko sambil menatap Asuka.

"Ini baru selesai!" kata Asuka langsung berdiri.

***

Ayah dan ibunya Daisuke pun sampai di sebuah panti asuhan yang lumayan besar.

"Apakah benar ini tempatnya?" kata ibu Daisuke sambil melihat sekitar panti asuhan itu.

"Tentu saja, ini benar. Asuka kan sudah menunjukkannya kepada kita," kata Ayah Daisuke sambil menatap istrinya itu.

Mereka berdua melihat sosok Daisuke sedang menyiram bunga, mereka berdua menghampiri Daisuke.

"Akhirnya kita menemukanmu, Daisuke," kata ibu Daisuke sambil memeluk erat Daisuke.

"Ayah, Ibu. Aku tak mau kembali ke rumah!" kata Daisuke sambil memberotak.

"Maksudmu apa, Daisuke?!" kata Ayah Daisuke sambil menatap anaknya dengan wajah terkejut.

"Aku tidak mau kembali ke penjara itu! Kalian tau, aku sengsara di penjara yang kalian buat!" kata Daisuke sambil melepaskan pelukannya dari ibunya.

"PLAK!" sebuah tamparan dari ibu Daisuke mulai mendarat di pipi Daisuke, dan alhasil membuah pipi Daisuke merah.

"Maksudmu apa-apaan Daisuke, kami melakukan itu karena tidak mau kehilangan kamu seperti kakakmu!" kata ibu Daisuke dengan wajah khawatirnya tersebut.

"Kakak? Sejak kapan aku punya kakak?" kata Daisuke sambil bertanya-tanya kepada kedua orangtuanya.

"Kamu tidak usah tau soal dia sekarang, yang penting kamu harus kembali bersama kami!" kata ibu Daisuke sambil memaksa anaknya tersebut.

"Jawab pertanyaanku, siapa kakakku?" kata Daisuke masih bertanya dengan kalimat yang sama.

"AKU BILANG, KAMU TAK USAH TAU SIAPA DIA!" kata ibu Daisuke sambil berteriak kemudian menangis.

"Baiklah, aku tidak akan menanyakan lagi," kata Daisuke sambil menundukkan kepalanya.

"Kami sangat berharap, kami tak mau mengulangi kesalahan yang sama lagi," kata Ayah Daisuke sambil tersenyum tipis ke arah Daisuke.

"Baiklah, aku tak akan menjadi seperti kakakku," kata Daisuke sambil tersenyum.

Ibu Daisuke menghapus airmatanya, lalu tersenyum kepada Daisuke.

"Terimakasih sudah ingin mewujudkan keinginan kami, Daisuke," kata ibu Daisuke sambil mengelus kepala Daisuke.

[DAISUKE POV]

'Mengapa mereka tau aku di sini?!' benakku sambil terkejut menatap mereka.

'Apakah Asuka membohongiku?!' kataku dalam batin.

'Dasar Asuka!' kata batinku mulai berteriak.

***

Entah mengapa pandanganku kabur sekarang, aku melihat semuanya menjadi berkunang-kunang.

Semuanya menjadi gelap, dan badanku yang rasanya ingin melayang sekarang.

"DAISUKE!" kata-kata samar-samar hanya itulah yang bisa kudengar sekarang.

[MIKO POV]

"Jadi hadiahnya kamu memberikannya bunga ini?" kata Asuka sambil bertanya kepadaku.

"Tentu saja, kan dia suka bunga matahari!" kataku sambil menatap Asuka.

"Beneran, gak mau beli yang lain?" kata Asuka sambil menanyaiku.

"Iyalah, memangnya mau uang kita habis?" kataku sambil menatap Asuka.

Aku pun berjalan ke arah jalan raya, karena ingin menyeberang.

"Ah, lampunya sudah hijau," kataku sambil menyeberangi jalan raya dengan membawa segenggam bunga matahari.

Aku mulai tersandung batu seperti biasa, dan aku mencoba untuk berdiri.

"MIKO AWAS!" kata Asuka di belakangku. Aku melihat di sebelah kanan, ternyata ada mobil yang melaju sangat cepat.

"KYAAAAAA!" secara spontan aku berteriak dan tidak sempat melarikan diri.

Dan semuanya perlahan-lahan menjadi gelap.

"MIKO!" teriakan Asuka yang masih kudengarkan.

"Da-Daisuke… Asuka, Daisuke…" kataku yang masih setengah sadar, aku melihat bunga yang kupegang barusan terlempar tak jauh dariku.

Aku mencoba untuk menggapai bunga tersebut.

Dan semuanya berakhir menjadi gelap, aku tak mampu untuk membuka mataku sekarang.

[ASUKA POV]

Aku melihat Miko mulai menyeberang ke jalan raya.

Aku terkejut di sebelah kanan Miko ada sebuah mobil yang berjalan dengan kecepatan tinggi, dan juga Miko sedang tersandung seperti biasa.

Aku mencoba untuk berlari ke arah Miko, dan aku mencoba untuk meneriaki Miko.

"MIKO AWAS!"

Tapi itu semuanya sudah terlambat, Miko sudah terlempar jauh dari tabrakan truk tersebut.

Aku berlari ke arah Miko yang sudah bersimbah darah di mana-mana.

"MIKO!"

Hanya bisa yang kukatakan sekarang. Aku melihat Miko mencoba untuk menggapai bunga yang dipegang tersebut.

"Da-Daisuke… Asuka, Daisuke…" kata Miko yang sepertinya sudah banyak kehabisan darah.

Aku segera menggendong Miko, dan cepat-cepat membawanya ke rumah sakit yang tak jauh dari sini.

***

Hanya ini yang kubisa lakukan sekarang, berdoa dan berdoa semoga dia cepat sadar.

Miko telah masuk UGD karena lukanya sangatlah parah, dan juga dia banyak kehabisan darah.

"Ya Tuhan, kumohon sadarkan Miko…" kataku sambil mondar-mandir depan pintu UGD.

"Asuka, sedang apa kau lakukan di sini?" kata tante Akio sambil menghampiriku.

"Itu tante, temanku sedang kecelakaan barusan," kataku sambil berbohong kepada tante Akio.

'Maafkan aku Tante, aku harus berbohong karena aku sudah berjanji dengan Miko,' kataku dalam batin sambil menatap Tante Akio.

"Tante sendiri sedang apa di sini?" kataku mulai bertanya balik.

"Daisuke, penyakit kanker hatinya mulai parah…" kata Tante Akio yang sudah tak tahan kuasa mengeluarkan airmatanya.

'Daisuke…' kataku dalam batin dengan mengeluarkan ekspresi terkejut dan mulai tak percaya apa yang terjadi kepada Daisuke.

Dokter pun keluar dari ruangan UGD, aku segera bertanya kepada dokter tersebut.

"Dok, bagaimana keadaan teman saya?" kataku sambil bertanya.

"Tidak ada luka parah, hanya kehabisan darah. pasien akan dipindah kan ke ruanh rawat," kata dokter sambil menatapku.

"Syukurlah…" kataku sambil bersyukur.

"Tante Akio, kalau begitu aku permisi dulu." kataku berpamitan kepada Tante Akio.

***

Aku pun memasuki ruang di mana Miko di rawat, dia terbangun melihatku dengan kepala di perban.

"Asuka, aku ingin kembali ke panti!" kata Miko sambil menatapku.

"Tapi, kamu harus istirahat dulu," kataku dengan wajah kusut.

"kamu kenapa, kok kamu sedih?" kata Miko bertanya kepadaku.

"Itu adikmu, kanker hatinya mulai tambah parah…" kataku sambil menundukkan kepala.

"Apa! Gak mungkinkan, ini pasti gak mungkin!" kata Miko mulai terkejut dan mulai tak percaya.

"Tapi barusan, aku mendapatkan info ini dari ibumu…" kataku.

"Daisuke, bagaimana bisa…" kata Miko mulai menangis.

"Aku juga tak percaya tapi, bagaimana lagi…" kataku sambil menundukkan kepala.

"YOSH, AKU HARUS MENDONORKAN HATIKU!" kata Miko sambil menghapuskan airmatanya.

"Hee, maksudmu?!" kataku mulai terkejut.

"Asuka! apakah kau membawa kameraku?" kata Miko mulai menanyaiku.

"Iya, kenapa?" kataku.

"Rekam aku sekarang, sebagai pertemuan terakhir kepadanya," kata Miko yang sepertinya sangat semangat.

"Miko, tapikan--" kataku mulai terpotong karena Miko memotong pembicaraanku.

"Asuka ini demi Daisuke, kumohon…" kata Miko sambil memohon kepadaku.

"Baiklah…" kataku mulai mengeluarkan kamera Miko dari tasku.

"Makasih, Asuka!" kata Miko sambil memelukku.

Seperti biasa, Miko tak pernah berubah dari kecil. Sifatnya terlalu polos, sehingga dia rela mengorbankan dirinya untuk orang dia sayangi.

Akupun menghela nafas panjangku, lalu menghidupkan kamera Miko yang kupegang sekarang.

[DAISUKE POV]

Aku mencoba membuka mataku, aku melihat Ayah dan Ibu yang sedang mencemaskan ku.

Ibu melihatku dengan mata yang sembab, lalu dia memeluku sangat erat.

"Daisuke, akhirnya kau sadar!" kata ibu sambil memelukku dan terdengar dia seperti menangis terharu.

"I-ibu, aku di mana…" kataku masih melihat sekitarku

(2/2)

"Kamu ada di rumah sakit, sayang," kata ibu sambil melepaskan pelukannya.

"Ayah, Ibu, izinkan aku untuk pergi ke panti sekali lagi," kataku sambil menatap mereka berdua.

"Baiklah, kami izinkan untuk kita pergi ke panti lagi," kata Ayah menyetujuiku.

***

[AUTHOR POV]

Daisuke dan kedua orang tuanya kembali ke Panti asuhan, Daisuke melihat hanya Ibu Yamashita yang ada di panti tersebut.

"Permisi bu, yang lainnya ke mana ya?" kata Daisuke menghampiri ibu Yamashita yang sedang bersih -  bersih halaman.

"Selamat datang kembali, Daisuke. Oh, anak-anak itu sedang pergi, memangnya ada apa ya?" kata ibu Yamashita sambil menyembunyikan kebohongannya, dan tersenyum palsu ke Daisuke.

Daisuke mengalihkan pandangannya yang sepertinya sedang mencari sosok Miko.

"Kalau begitu, saya mau masuk ke panti sebentar ya, bu," kata Daisuke sambil membalas senyuman ibu Yamashita, lalu masuk ke dalam panti tersebut.

Saat Daisuke memasuki Panti tersebut, di panti ini sangatlah sunyi. Yang biasanya penuh anak-anak di panti ini, tapi sekarang malah menjadi sunyi.

Ryoko POV.

Aku bersama lainnya berada di ruang tengah sekarang. Kami sedang mempersiapkan kejutan untuk kak Daisuke.

Tapi kami juga merasa sedih, karena kak Miko sudah tidak ada di sini.

Yang biasanya tertawa bersama kami, dia sekarang pergi meninggalkan kami semua.

"Ryoko, ayo bantuin!" kata kak Kuri sambil meneriaki aku.

'Ah, dasar nenek lampir!' kataku dalam batin sambil mengejeknya.

"Tunggu sebentar, kak!" kataku

Aku mendengarkan ada suara pintu terbuka di pintu depan.

"Eiji, coba kamu ngecek siapa yang buka pintu," kata kak Hibiki yang sedang menghias dinding bersama kak Asuka.

"Baiklah," kata Eiji sambil pergi ke depan.

"Eiji, kau sembunyi-sembunyi saja. Aku takut kalau kak Daisuke beneran datang," kataku sambil berbisik ke Eiji dan menghampirinya.

"Tenang saja, Ryoko," kata Eiji sambil tersenyum kepadaku, lalu pergi ke depan.

Aku membantu kak Kuri untuk menaruh kue bolu buatan kami ke meja.

'Semoga kak Daisuke senang dengan bolu buatan kami,' kataku dalam batin sambil berharap.

"Gawat! Kak Daisuke sudah datang!" kata Eiji tiba-tiba berlari ke arah kami.

"Semuanya sudah siap?" kata kak Asuka sambil menatap kami semua.

Kami semua pun mengangguk kepala dengan mantap.

[AUTHOR POV]

Daisuke-pun berjalan ke ruang tengah.

"Mungkin aku bisa beristirahat sebentar di ruang tengah," kata Daisuke sambil berjalan ke arah ruang tengah.

"Tumben sekali panti ini sunyi, biasanya sangat ramai di sini," kata Daisuke sambil menatap sekitar panti.

Saat Daisuke masuk ke ruang tengah, terlihat sangat gelap. Daisuke pun menghidupkan lampu ruang tengah tersebut.

"SELAMAT ULANG TAHUN, KAK DAISUKE!" kata semua anak panti dan Asuka sambil memberi kejutan ke Daisuke.

"Kalian?" kata Daisuke terkejut melihat mereka semua yang sudah mempersiapkan ulang tahunnya.

"Selamat ulang tahun, Dai!" kata Haru sambil menepuk pundak Daisuke.

"Haru, sejak kapan kau di sini?" kata Daisuke sambil bertanya ke Haru.

"Tentu saja, saat anak-anak panti memberi tau aku," kata Haru sambil tersenyum kepada Daisuke.

"Selamat ulang tahun, Daisuke," kata Asuka sambil menjabatkan tangan Daisuke.

"Terimakasih atas sambutan kalian. Oh iya, kak Miko kira - kira di mana?" kata Daisuke tiba-tiba bertanya soal keberadaan Miko.

"Kak Daisuke, kami dikasih kamera dari kak Miko untuk kak Daisuke menontonnya," kata Eiji sambil membawa sebuah kamera milik Miko lalu memberikannya kepada Daisuke.

"Baiklah, akan kutonton videonya," kata Daisuke mengambil kamera dari Eiji.

Daisuke-pun menghidupkan kamera itu, dan membuka video yang ditunjukkan Eiji.

"Halo, Daisuke!" kata Miko sambil tersenyum di dalam video itu.

"Selamat ulang tahun!" kata Miko sambil memegang bunga matahari di tangannya.

"Ada yang kukatakan ke kamu,"

"Kalau sebenarnya, aku ini kakakmu…"

"Ya, mungkin kamu akan terkejut kalau kamu mempunyai kakak yang cacat seperti aku," kata Miko mulai meneteskan airmatanya.

"Miko, jangan nangis," kata Asuka dibalik pemegang kamera tersebut.

"Aku gak nangis kok, Asuka," kata Miko sambil tersenyum ke arah kamera lalu menghapuskan airmatanya.

"Ya, sebenarnya aku mendonorkan hatiku untukmu, Daisuke," kata Miko sambil tersenyum tipis.

"Oh iya, kita sudah lama banget ketemu sekitar berapa tahun ya?" kata Miko sambil berpikir keras.

"Ah, itu sekitar 13 tahun. Lama banget ya!" kata Miko sambil tersenyum lebar.

"Aku juga sudah melihatmu sudah tumbuh besar seperti ini, aku tak menyangka bisa bertemu dengan adik yang kurindukan," kata Miko sambil menangis terharu.

"Ya, mungkin sekarang hari terakhir melihatmu. Dari kita bertawa bersama, bercanda ria, sampai hal-hal menyenangkan kita lakukan selama ini,"

"Aku harap, kamu tak menangis untukku. Karena aku tak mau adikku sedih melihatku seperti ini…" kata Miko sambil tersenyum palsu dengan mengeluarkan airmatanya.

"Aku juga berharap, kamu menjadi lebih baik dariku. Banggakan ayah dan ibu ya, mereka sangat menyayangimu!" kata Miko sambil tersenyum.

"Terimakasih, sudah mau datang kehidupan ku kembali, Daisuke," kata Miko masih tersenyum.

Video itupun telah berakhir. Daisuke mulai meneteskan airmatanya.

"Kakak…"

"Mengapa dia tak pernah memberi tau ku kalau dia kakakku!" kata Daisuke sambil terjatuh lalu menangis.

Haru memeluk Daisuke, dan mencoba menenangkan Daisuke.

"Dia punya tujuan baik selama ini, Daisuke," kata Haru mencoba menenangkan Daisuke.

***

Sekarang, Daisuke berada tepat di kuburan Miko.

"Terimakasih, kak Miko," kata Daisuke sambil memberikan segenggam bunga matahari.

Daisuke melihat sebuah illusi berada di depannya tersebut.

"Berjanji lah tersenyum untukku, Daisuke," kata Miko yang memakai dress putih, sambil tersenyum polos.

"Kakak!" kata Daisuke mencoba menggapai Miko tetapi Miko mulai menghilang bersama gugurnya bunga sakura.

"Miko, maafkan ibumu." kata ibu Daisuke sambil mengelus batu nisan Miko sambil menangis.

"Huee, kak Miko…" kata Eiji yang tangisnya pecah.

"Terimakasih atas pengorbananmu, Miko," kata Haru sambil meneteskan air matanya.

"Kak Miko…" Tangisan Ryoko mulai pecah, dia menangis sambil memeluk Eiji.

"Mikoo!" kata Kuri mulai menangis tersedu-sedu sambil memeluk Hibiki.

"Miko, semoga kamu bahagia di sana," kata Asuka sambil menangis.

--The Last Gift--

Epilog

Empat tahun telah berlalu, Daisuke sekarang diperbolehkan keluar rumah oleh orang tuanya.

Sekarang dia menjadi seorang CEO di sebuah perusahaan ayahnya.

'Tanpa dirimu kak, aku tak bisa seperti ini sekarang,' kata Daisuke dalam batinnya sambil mengelus figura yang terdapat foto Miko yang tersenyum lugu.

"Daisuke, ayo kamu ngapain disitu?" kata gadis berambut merah muda sambil memanggil Daisuke.

"Iya, tunggu sebentar, Airi!" kata Daisuke sambil menyahut gadis itu.

-THE END-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: