TWENTY NINE - HER

Bersama Alexa, Elang menuju Plaza Point Mall. Sisi sayap barat adalah letak sinyal terakhir dari ponsel yang mengirimkan sebuah pesan transaksi kepada Moza, entah nyata atau hanya pesan iseng semata.

Bagian barat ini di isi dengan gerai-gerai pakaian merek ternama serta toko peralatan kecantikan, beberapa salon juga nampak di pandangan kedua agen tersebut.

"Gila! Mau mulai cari dari mana kalau gini Lang?" Keluh Alexa di lima menit pertama mereke sampai.

Ada lima lantai, lantai paling dasar masih berisi berbagai gerai makanan cepat saji. Lantai dua dan tiga di dominasi oleh outlet pakaian maupun tas dengan harga rata-rata satu potongnya cukup untuk menafkahi fakir miskin sekeluarga selama satu bulan lamanya, bisa lebih bahkan. Entah ada masalah apa, tapi kebanyakan orang berada enggan mengenakan pakaian apa adanya.

Pikiran Elang yang kemana-mana menambah runyam isi kepala. Ia bahkan diam tak membalas keluhan Alexa yang ada di sampingnya. Matanya jelalatan, mencoba mencari tanda-tanda keberadaan orang yang mencurigakan gerak-geriknya.

Tapi bukannya mendapati orang asing, netranya menangkap seseorang yang beberapa jam yang lalu juga ditemuinya.

"Nadia!"

Alexa yang tadinya juga mencari tanda-tanda yang ganjil di kerumunan manusia kini memalingkan wajahnya ke arah Elang.

"Nadia sape?"

Gadis itu berucap sambil mengikuti arah pandangan Elang. Dan benar. Teman sekelas Elang tersebut tengah berjalan santai sambil melemparkan senyum kepada dua manusia yang masih berdiri dengan posisi siaga di lantai satu bangunan gedung tersebut, berjarak dua lantai dengan dirinya.

"Lang, mungkin nggak-"

"London, cari tahu semua hal yang menyangkut keberadaan Nadia di tempat ini, cari tahu di mana saja dia berhenti, tempat apa saja yang dia datangi, siapa saja yang sempat berbicara dengannya, apapun yang yang menyangkut Nadia tolong segera selidiki semuanya tanpa sisa!"

"Copy that."

Dafa menjawab santai, berbeda dengan tangannya yang sedang ribut bersama deretan tombol di keyboard komputernya.

"Kita kejar?"

Tanpa membalas, Elang ngacir menaiki eskalator. Ia sengaja menerobos deretan manusia yang berdiri santai menunggu sampai di lantai tujuan. Elang mengambil langkah lebarnya, sampai-sampai Alexa yang memiliki kaki jenjang saja kewalahan mengejar rekan kerjanya tersebut.

Mata awas Elang tak lepas dari punggung gadis yang masih berjalan santai, tak terlihat rasa panik sedikitpun dari gestur tubuh yang di tunjukkan.

Masih satu lantai hingga ia bisa menggapai Nadia. Elang jelas merasa tak sabaran. Lagi-lagi sambil berlari, Elang menerobos beberapa pengunjung mall yang juga tengah berada di satu eskalator bersama dirinya.

Tatapan kesal dari orang-orang yang merasa terusik tak bisa di hindari tapi Elang tak peduli. Alexa di belakangnya tersenyum canggung, barharap tindakannya itu bisa sedikit meredam kekesalan akibat sifat bar-bar Elang.

Nadia semakin menjauh dari jangkauan. Tiba di lantai tujuan dengan kecepatan ekstra agen berkode Moskow itu berlari kencang. Ia tahu Nadia mengarah kemana. Rupanya gadis itu mencoba mempermainkan dirinya.

"Nadia!" Elang berteriak kencang, para pengunjung mall kembali menatapnya heran.

Elang yang memang sudah terbawa suasana sudah tidak bisa berpikir jernih lagi selain bisa menangkap Nadia apapun keadaannya.

Nadia yang sudah masuk ke dalam lift membalikkan badannya ke arah Elang. Gadis itu melambaikan tangannya kepada Elang.

Pintu lift sedikit lagi tertutup rapat. Elang yang sudah mulai lelah mengejar Nadia menambah laju larinya kemudian dengan sengaja menjatuhkan badannya agar meluncur ke arah lift. Kaki kanannya berhasil masuk ke celah pintu. Lift yang kurang sejengkal lagi tertutup rapat kembali terbuka.

"Wow! Thats cool right?" Nadia berucap sambil bertepuk tangan. Matanya juga bergantian menatap orang-orang yang satu lift dengan dirinya, mencoba berakting kaget melihat aksi Elang barusan.

Pintu lift terbuka, Elang yang sudah lelah menjadi pusat perhatian tanpa basa-basi bergegas berdiri kemudian menyekal lengan Nadia untuk di bawa keluar dari dalam lift. Dan anehnya tanpa perlawanan gadis itu menurut di seret Elang.

"Dari rekaman yang berhasil kuretas, Nadia Sastrodiharjo tiba di Plaza Point Mall pukul 16. 30 menggunakan mobil yang ia pesan online." Dafa memulai menjelaskan penemuannya. Alexa yang mengikuti Elang yang tengah menyeret Nadia entah kemana menyimak dengan seksama.

"Begitu tiba, ia langsung masuk ke salah satu salon yang letaknya di bagian Utara sisi mall. Di dalam ia hanya berbicara kepada pegawai salon yang menanganinya. Ia tidak beranjak lagi dari titik terkahirnya hingga dia selesai perawatannya lima belas menit lalu, tepat saat kalian tiba di mall tersebut."

"Kau yakin?" Elang menyenderkan badannya ke tembok tangga darurat. Ia memilih masuk ke area tangga darurat agar tidak memancing tatapan penasaran jika harus ada adegan dramtis lainnya nanti.

"Ngomong sama siapa lo?" Nadia terlihat penasaran karena sedari tadi ia tidak mendengar dua orang yang bersamanya ini terlibat percakapan.

Elang dan Alexa saling tatap. Keduanya sama-sama paham ada yang ganjil.

"Jadi gimana, kenapa kalian seret gue?" Nadia menatap bergantian Elang dan Alexa, menuntut penjelasan. Tangannya ia lipat di depan dada.

"Karena ketika kita panggil namamu, bahkan sambil berteriak kau tidak berhenti. Padahal kau jelas tahu itu kau yang sedang kita panggil." jawaban Elang membuat Nadia memalingkan muka

"Ada yang kau tutupi?" kini giliran Elang yang bertanya. Ia tidak mau percaya begitu saja penjelasan Dafa. Dirinya yakin, ada sesuatu yang di simpan oleh gadis di depannya ini.

Nadia menyeringai, tangannya ia lipat di depan dada. "Heh! Kenalan aja belom, nanyanya yang begituan! Mabok lu!" Nadia bermonolog ria, terlihat seperti ingin mengalihkan pembicaraan. "Lagian lo siapa sih? Kalau mau fansign, di sekolahan juga bisa kali, gak usah sok ngejar gue ala film kayak tadi! Ganggu me time gue aja!"

Setelah mengucapkan kalimat panjangnya yang membuat dua manusia di depannya diam dengan emosi di puncak kepala, Nadia berjalan menaiki tangga darurat menuju pintu keluar.

Tapi sebelum gadis itu membuka sempurna pintu darurat, Elang yang sudah emosi serta yakin bahwa ada yang tidak beres dengan gadis itu berteriak lantang. "Kau yang mengirim pesan itu kan?"

"Lang!"

Alexa langsung mencekal pundak Elang kemudian menggoyangkannya kasar, berusaha menyadarkan laki-laki tersebut untuk tidak berucap yang masih ada kaitannya dengan misi yang dirahasiakan.

"Punya bukti?"

Tanpa di duga, yang seharusnya Nadia tidak tahu apa-apa, bahkan Elang tidak mengucapkan spesifik pesan apa yang di maksud, Nadia malah bertanya seolah ia menyadari sesuatu. Alexa melebarkan matanya. Elang tersenyum miring mendengarnya.

"Tidak lama." Elang menjawab dengan tenang. Ketenangan yang berubah menjadi teriakan kencang.

"Pergilah semaumu Nadia! Sembunyilah sebelum kehinaan menghancurkan kesombonganmu itu!"
Suara Elang terkalahkan dengan Nadia yang membanting keras pintu besi bercat putih gading tersebut.

Tersisa Elang dan Alexa yang terlihat penasaran. Ia yakin ada hal yang Elang belum katakan kepada timnya.

"Kenapa kau begitu yakin Nadia orangnya? Maksudku, Nadia memang target kita, tapi sejauh ini belum ada bukti spesifik yang mengarah ke gadis itu."

Elang menunduk. Kedua tangannya memegang pinggang. Ia menghela nafas berat sebelum mengungkapkan hal-hal yang membuatnya mencurigai targetnya yang ini.

"Malam di mana Nadia terlihat akan di culik, tiga orang pria yang membawanya memiliki tato kepala serigala bertinta merah di tangannya. Aku paham Nadia mungkin tak menyadarinya, tapi yang aku herankan, dia masih bisa terlihat tenang, bahkan paginya ia masih bersekolah seperti biasanya, tidak terlihat trauma sama sekali. Apakah sudah seterbiasa itu ia menghadapi situasi menegangkan? Seberat apa sebenarnya hidupnya hingga kita tak menyadari emosi yang dia sembunyikan?"

"Manipulatif?" Dafa yang ikut menyimak pengakuan Elang menimpali.

"Oke, ada kemungkinan dia manipulatif, atau pintar berbohong sekalipun. Tapi tadi sungguh tidak masuk akal bukan? Dia tau sesuatu yang bahkan aku sendiri tidak mengatakan secara detail hal apa yang kumaksud."

Alexa menyimak, mencoba menarik kesimpulan untuk ikut menuduh Nadia sebagai target yang patut di beri hukuman.

"Dan lagi," Elang kembali bicara, "tadi ketika aku bersiap keluar dari atap gedung untuk mengejar Edgar, secara bersamaan Nadia juga ada di sana. Persis saat aku akan membuka pintu, dia yang membuka lebih dulu. Kalian boleh beranggapn aku lalai, tidak memantau keadaan. Tapi aku yakin, saat pertama kali aku datang, area itu bersih. Dia meyakinkan aku bahwa ini bukanlah sebuah kebetulan. Kehadiran Nadia di area operasi kita adalah sebuah petunjuk menurutku."

"Lang, saranku jangan menarik kesimpulan sebelum ada bukti nyata."

Mendengar ucapan panjang lebar dari Elang barusan tak langsung membuat gadis itu bisa langsung berpikiran sama seperti rekan kerjanya. Entah karena dirinya yang terbiasa bekerja berdasarkan fakta dan perintah dari atasan, kini di saat dia hadapkan dengan  praduga dan kebetulan, agak sulit bagi Alexa untuk berpikiran sama dengan rekan kerjanya ini.

"Banyak kebetulan bukan berarti-"

"Kau tak mempercayaiku?!"
Nada suara Elang tinggi melengking. Alexa menghela nafasnya. Sudah ia perkirakan bahwa kalimat itu setidaknya akan terlintas di benak Elang.

"Kembali segera, Edgar sepertinya akan mengeluarkan keluh kesahnya."

Suara Dafa menengahi. Ketegangan antara Elang dan Alexa sejenak melunak.

"Aku akan ke toilet dulu."

Pamit Alexa sambil berjalan menuju pintu keluar tangga darurat yang tadi juga di lewati Nadia. Sementara Elang tanpa memberikan tanggapan yang berarti berjalan berlawanan menuruni tangga. Laki-laki itu berupaya menguapkan emosinya dengan membuang-buang tenaga berlari menuju basemant tempat mobil yang tadi ditumpanginya bersama Alexa, terparkir tiga lantai dibawahnya dari tempat ia sekarang berada.

Di sisi lain, Alexa berjalan cepat. Ia mengikuti petunjuk arah yang di sediakan oleh pihak gedung mall menuju toilet wanita yang mengarah ke sisi barat.

Berkali-kali gadis itu menabrak orang-orang yang berjalan lambat atau yang sedang berdiri sambil berswa foto ria bersama kawan-kawan demi kepentingan media sosial.

Sampai di tujuan Alexa langsung masuk ke salah satu bilik toilet yang kosong, tak lupa menguncinya lantas duduk di atas closet.

Gadis itu duduk menunduk dengan kedua tangan yang memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Jam tidur yang kurang bukanlah masalah baru baginya. Dua atau tiga jam terpejam lebih dari cukup bagi manusia semacam Alexa. Rekor terlama ia tidak tidur seingatnya ketika ia harus ikut rombongan tim yang di tugaskan ke daerah pelosok yang sedang terjadi konflik. Selama hampir lima hari ia terjaga.

Di medan seperti itu tak jarang kekurangan tenaga medis yang seharusnya menjadi hal yang krusial. Alexa yang memiliki rekam jejak sekolah medis di tugaskan untuk ikut mendampingi tim yang di kirim. Masa itu, tidur hanya sebatas memejamkan mata karena hampir setiap menit terjadi kontak senjata.

Berbeda dengan pengalamannya yang lalu, walaupun penugasannya tak di pedalaman yang notabene fasilitas serba kekurangan dan lelah adalah makanan keseharian, ia merasa lelahnya kali ini amat sangat menyiksa. Tekanan di mana-mana dan jalan keluar belum juga terlihat titik terangnya. Hal ini membuat ia tak heran jika kini rekan kerjanya sering menyangkut pautkan hal yang menurutnya tidak patut dijadikan landasan untuk membuat orang tersebut patut disalahkan.

Pistol di saku belakanganya yang terasa mengganjal ia keluarkan kemudian tanpa melihat ke arah belakang, Alexa berusaha menaruh senjatanya tersebut ke atas tangki closet di belakangnya.

Gerakannya yang dirasa tidak begitu membutuhkan tenaga berlebih itu ternyata membuat tutup tangki bergeser dari tempat semestinya, bahkan hampir terjatuh jika Alexa tidak sigap meraih erat benda berbahan keramik tersebut.

Alexa berdiri, berusaha memperbaiki tatanan tutup tangki. Namun tanpa di duga, di sela-sela pipa air dalam tangki kecil untuk kebutuhan mengguyur hajat ataupun membersihkan sisa hajat tersebut terselip benda pipih persegi.

Ia meraih benda itu. Tombol berderet dengan simbol angka, huruf, dan tanda baca yang coba ia tekan ternyata tak membuat benda itu kembali menampilkan cahaya di layar.

Ia kemudian menarik kesimpulan dari keterangan yang di kumpulkan oleh kawan-kawannya. Mungkin kini ia akan mengurangi ketidak percayaannya terhadap hal yang masih menjadi dugaan. Karena dari dugaan terkadang muncul keajaiban.

"Berlin masuk. Menemukan ponsel sekali pakai di tangki closet toilet wanita bagian barat. Ganti."







HAI EVERYONE!! AUTHOR JARANG UPDATE IS HERE!

Karena banyak yang nagih, VOTE juga udah 1k lebih, saya update tipis-tipislahhh

Maap  yak, lama gak update, but here we are!

Di part ini udah mulai keliatan hilalnyakannnn, udah mulai ada petunjuk-petunjuk gituu, semoga aja kagak php wkwkwk

Oh iya sebelum lanjut bab selanjutnya, saya mau tanya dong, menurut kalian, sejauh ini Speak The Truth itu gimana sih? Terus apa yang bikin kalian tetep bertahan baca kisah absurd Moza, Elang dan kawan-kawan? Jawab yaa, penasaran banget ini hehee

Oke sekian! Jangan lupa VO-MENT NYA DONGG! follow juga boleh kok #modus

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top