SEVENTEEN - HELL(O)
Kini Moza berada di apartment yang di tinggali Dafa dan Tio. Elang dan Arthur bersamanya di sini, sementara Alexa dan Tio masih dalam tahapan penerimaan peserta didik baru SMA Budi Bangsa.
Ia baru tiba di sini sekitar lima belas menit yang lalu. Setelah kepulangan sekolahnya- yang hanya setengah hari karena belum pelajaran, Moza dan Elang memutuskan untuk mengikuti kemana Nadia pergi.
Saat Elang dan Moza mengikuti kegiatan di kelas sambil mendengarkan Pak Bambang mencak-mencak karena salah satu siswinya menghilang di hari pertama sekolah, Dafa memberi tahu bahwa Nadia tengah merokok di roof top bangunan sekolah hingga jam pulang berakhir.
Karena rasa curiga kepada Nadia yang terus membara, Moza dan Elang pun mengikuti Nadia hingga ke rumahnya. Namun setelah lebih dari lima jam mereka mengintai dan Nadia tidak menunjukan tanda-tanda ingin hang out keluar, Moza dan Elang memutuskan pulang dengan meninggalkan satu kamera cctv yang mereka sembunyikan di antara pagar rumah Nadia yang menjulang. Itu sebenarnya saran Dafa karena lelaki tersebut bilang, sistem keamanan di rumah Nadia sulit di tembus. Mungkin ayah Nadia yang memastikan kediamanya agar tidak kebobolan pihak manapun.
"Gimana ni, kita belum dapet apa-apa,"Moza yang tengah duduk di atas sofa apartment Dafa menggerutu sebal.
"Ya namanya baru sehari Za, gila aja kalau kita langsung bisa nangkep semua pengedar sampai ke akar-akarnya!"
Elang yang berjalan dari arah dapur mencibir unek-unek Moza. Tangan kanan laki-laki tersebut menenteng kaleng bir yang sesekali ia sesap sementara tangan satunya terlihat sibuk meng- scroll layar ponsel.
Moza memutar bola matanya. Ia sedang tidak berminat berdebat dengan Elang yang kini duduk di sebrangnya, bersebelahan dengan Arthur.
Tak terjadi percakapan berkelanjutan setelahnya.
Moza mengedarkan pandangannya. Tidak jauh berbeda dengan apartmentnya yang ada di Jakarta, apartment Dafa dan Tio sama luasnya. Ada dua kamar yang di sediakan, tapi hanya satu yang di pergunakan sesuai fungsinya. Satu kamar lainnya di gunakan Dafa untuk menyusun peralatan komputernya yang luar biasa banyak sekaligus digunakan untuk meyimpan senjata dan beberapa peralatan keperluan mata-mata lainya.
Suasana sunyi, tak ada suara selain umpatan kasar dari mulut Elang yang kini tengah serius bermain game di ponsel. Arthur sibuk dengan iPad nya, sementara Dafa, ia malah belum bertemu dengan sang empunya rumah.
"Dafa kemana?"
"Ketemuan sama orang BIN. Dia ngambil berkas kasus lamanya Serigala Merah." Pertanyaan Moza di balas Arthur dengan mata yang masih menatap iPad di genggaman tanganya.
"Sendirian?" Tanya Moza kembali.
"Protokol keamanan. Kita sudah dalam penyamaran. Kalau ketemu sama anak-anak Budi Bangsa, bisa jadi pertanyaan." Jelas Arthur.
Moza mebulatkan bibirnya sambil mengangguk-angguk.
"Moza lagi modus itu bang, jangan di tanggepin. Gitu aja masak nanya! Kayak amatiran aja!" Elang berkoar dengan mata yang masih fokus pada game di ponsel.
Gadis di depanya berdecak kesal. Bisa-bisanya Elang berkata semacam itu! Ya, walaupun Moza agak sedikit mengarah ke situ. Tapi tetap saja ia merasa malu kepada Arthur yang kini malah menatap lucu ke arahnya!
Moza gelagapan. Memang dasar setan! Moza tidak bisa hidup tenang jika manusia menyebalkan semodelan Elang masih ada di sekitarnya. Lelaki tersebut pasti selalu ingin menggodanya atau malah memancing emosinya.
"Apaan sih lang! Emang aku lagi nanya serius tadi!" Ungkap Moza kesal.
Elang menggidikan bahunya tidak peduli kepada gadis yang sedang dalam mode ingin menikam di depanya ini.
Arthur melirik Moza dan Elang bergantian. Senyuman culas ia tampilkan. Dia mencium bau-bau benci namun sebenarnya cinta antara dua manusia di depanya.
Sudah bukan rahasia lagi di kalangan divisi intelijen bahwa permusuhan antara Elang dan Moza sebenarnya mengandung perasaan sayang. Mungkin pertemuan mereka di awal yang tidak berjalan mulus yang mengakibatkan kedunya menampik keras rasa suka dalam diri mereka.
Ingat peristiwa yang menimpa Elang ketika menjalankan misi di Moscow? Bisa di bilang Moza salah satu penyebabnya.
Misi di Moscow adalah kali pertama Moza menjalankan tugas sebagai agen Badan Intelijen Negara dan parahnya ia langsung ditugaskan bersama manusia paling sialan macam Elang.
Moza yang pada waktu itu bertanggung jawab terhadap operasi misi, di paksa menyetujui permintaan Elang untuk melakukan penyamaran sendirian. Anggota tim lainya sebenarnya telah melarang keras Elang untuk melakukan misi ambisiusnya karena terlalu beresiko.
Dan ternyata benar, rencananya untuk menjadi bagian dari target tak berjalan mulus. Ia ketahuan kemudian di jebak oleh para targetnya sendiri, dimana dirinya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Elang dikira telah meninggal.
Setelah sekian lama melakukan pencarian namun Elang tak kunjung ditemukan, Moza yang terdesak jangka waktu misi yang diberikan BIN memutuskan untuk menghentikan pencarian Elang. Nah, dari sinilah permusuhan mereka di mulai. Elang merasa kecewa terhadap agensinya terutama Moza, karena telah berhenti untuk mencarinya, di mana jasadnya saja belum ketemu, bisa-bisanya ia di tinggalkan. Bahkan telah dianggap meninggal! Elang jelas marah besar.
Moza berusaha meminta maaf kepada Elang berkali-kali atas dasar kesalahan apa ia juga tak mengerti, namun tidak di hiraukan oleh Elang.
Akhirnya karena bertahun-bertahun usaha Moza meminta maaf kepada Elang tak pernah di hiraukan, ia berhenti dan menganggap bahwa Elang memang benar-benar telah tiada.
Namun seiring berjalanya waktu dan misi yang cukup sering dijalankan bersama, Moza dan Elang kembali sedikit berbaikan. Mereka mencoba meredam ego mereka demi kepentingan negara. Walau bicara mereka tidak pernah bisa santai, selalu ada perdebatan.
"Jangan berantem mulu! Bentar lagi kalian juga jadian. Ya kan?"
Moza melongo. Puji alam semesta al Gramedia! Bang Arthur barusan bilang apa?!
"Nggak bakal!"
"Mungkin?"
Moza dan Elang menjawab serempak. Bedanya suara Moza penuh dengan nada keyakinan, sementara suara Elang terdengar meragu.
"Yaelah bocah! Ngomong aja barengan gitu, masih kekeh bilang nggak suka? Udahlah, resmiin aja Lang!" Suara Tio menambah kejengkelan dalam diri Moza.
Laki-laki itu berjalan dari pintu masuk apartment di ikuti Alexa dan Dafa di belakangnya. Ketiganya kemudian ikut duduk di sofa bersama manusia-manusia yang sudah bersemayam di sana sebelumnya.
Moza memicingkan mata terhadap orang-orang jenius namun tak bermoral di hadapanya. Mereka memberikan tatapan menjijikan terhadap dirinya dan Elang secara bergantian. Moza benar-benar muak sekarang. Ia bangkit berdiri, menyadari jika terus-terusan di sini, entah godaan apa lagi yang akan ia dapatkan nanti.
"Yah, malah minggat?" Tio berucap dengan nada suara yang terdengar kecewa.
"Dia ngasih kode ke Elang buat cari tempat lebih privasi buat nembak kali, Yo?" Tambah Dafa.
Moza jengah. Ia berbalik lalu berucap kasar, "sampai Sponge Bob kulitnya berubah jadi hijau kayak plankton pun aku nggak bakal pernah jadian sama Elang!"
Ucapan konyol Moza barusan sempat membuat hening keadaan sebelum Elang si manusia setan merubahnya menjadi olok-olokan panjang.
"Tapi menikah, iya kan?"
"..."
'Memang dasar Elang sialan!!!'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top