SEVEN - FEELING LOVE (?)
"Bang Arthur!"
Arthur yang masih mengobrol berdua bersama Moza di ujung balkon menengok kebelakang, ke arah tiga manusia, yang lagi-lagi masih sibuk dengan pizza dan soda.
"Berduaan aja sama Moza, di pinggir balkon lagi. Nanti kalau ada setan lewat, nyungsep kalian berdua!"
"Sembarangan aja mulutmu Daf!" Arthur menggapi ucapan Dafa dengan nada kesal.
Moza yang ada di samping Arthur tertawa.
'Kalau ada setan yang membuat dirinya dan bang Arthur nyungsep, itu pasti Elang!' fikir Moza.
Moza berjalan ke arah Tio dan kawan-kawan yang kemudian di ikuti Arthur di belakangnya. Mereka berdua duduk diantara Alexa, Dafa, dan Tio.
Arthur yang duduk di sebelah Alexa menyadari ada yang kurang, "Elang mana Lex?"
"Masuk. Tadi katanya mau tidur."
Arthur mengerutkan keningnya. Ia mengecek jam pada ponselnya. Baru jam sembilan lewat lima menit. Tidak biasanya Elang mau tidur jam segini. Ia paham betul adik lelakinya.
Elang mengalami gangguan tidur. Setelah kejadian yang menimpa orang tuanya, Elang selalu mengalami mimpi buruk. Entah sebabnya apa, bocah itu tidak bisa tidur jika belum lewat tengah malam.
"Bang Arthur!"
Ada yang menepuk bahu kanan Arthur keras, membuatnya sedikit terlonjak kaget.
"Ngelamun ya?" Tuduh Moza.
"Dikit. Biasa, mikirin misi." bohongnya.
"Mau ke kamar mandi sebentar. Kebelet ini!"
"Kamar mandi? Ada di pintu ke tiga sebelah kiri dari pintu masuk."
Mendengar penjelasan Arthur, Moza mengangguk cepat, kemudian bergegas menuju toilet yang di sebutkan Arthur tadi.
Lagi-lagi Moza di buat takjub dengan toilet di apartment Elang. Membuka pintu, Moza di sambut lorong panjang. Di sebelah kanannya ada cermin besar dengan wastafel pada bagian bawahnya.
Tembok dan lantainya yang terbuat dari batuan marmer berwarna putih dengan sembarut hitam, memantulkan cahaya lampu dari atas.
Kesan mewahpun ada di dalam kamar mandi Elang!
Ada lima bilik kamar mandi di sebrang cermin. Dua di antaranya memiliki jarak yang lebih lebar di banding ketiga toilet lain. Moza yakin, pasti disana terdapat jacuzzi mewah yang siap memanjakan tubuh lelahnya.
Karena sudah tidak tahan, Moza memilih memakai toilet yang paling ujung, dekat dengan pintu masuk kamar mandi. Ia segera menuntaskan hajatnya.
Ketika Moza membuka pintu toilet yang dipakainya tadi, secara bersamaan Elang juga muncul dari pintu masuk kamar mandi.
"Ngapaian di sini?!" Elang akan memulai perdebatannya.
"Kencing. Kenapa? Mau nyebokin?" Jawab Moza ketus.
"Idih! Males gila. Bisa-bisa karatan tanganku sentuh-sentuh manusia macam kau."
Mengacuhkanya, Moza kemudian berjalan ke arah wastafel untuk mencuci kedua tangannya.
Melalui cermin yang ada di depanya, ia melihat Elang yang berjalan melewatinya kemudian menyandarakan bokongnya pada tepian wastafel, memunggungi cermin.
Sembari menyilangkan kedua tanganya, laki-laki itu hanya diam. Hingga Moza menyelesaikan kegitannyapun Elang tak melakukan aktifitas mengganggu yang selalu ia perlihatkan pada semua orang.
Tumben bocah iblis tipikal Elang tidak bertingkah pecicilan seperti yang sering Moza lihat sebelumnya.
"Nggak lagi berpikiran yang aneh-anehkan?" Moza yang menyadari jika hanya ada dirinya dan Elang di dalam ruangan yang katanya orang tempatanya setan kumpul pun mulai gelisah.
"Apaan! Ini cuma nunggu sampean keluar mbak. Saya nggak bisa kencing kalau ada orang lain di dalem kamar mandi yang sama dengan saya! "
Moza mengernyit heran. Entah Elang cuma beralasan atau memang kenyataan.
Tapi, kamar mandi yang sama katanya?!
Di sini ada lima toilet yang bukan hanya di pisahkan oleh bilik tapi benar-benar menggunakan tembok untuk memisahkannya. Elang memang benar-benar sinting!
"Buruan keluar! Atau emang sengaja ya, mau ngintip aktifitasku dikamar mandi?"
Muncul lagi sifat menyebalkan Elang. Menghela nafas jengah, Moza melangkah keluar dari kamar mandi.
"Enggak. Makasih. Kayak orang kurang kerjaan aja ngintipin manusia modelanmu."
Setelahnya Moza benar-benar keluar dari kamar mandi, menuju ke arah balkon tempat dimana Alexa dan yang lainya tadi berkumpul. Tapi sesampainya disana, hanya ada Arthur yang sedang memberesi bekas kekacaun yang di akibatkan dirinya dan anggota tim lainnya.
"Yang lain pada ke mana bang?" tanya Moza yang kemudian ikut memunguti kotak pizza yang isinya telah tandas di mangsa para anggota tim.
Arthur mendongak sebentar, menatap ke arah Moza. Kemudian melanjutkan kegiatan bersih-bersihnya sambil menjawab Moza, "Alexa di panggil ke markas, katanya ada urusan. Masalah misi sebelumnya. Tio sama Dafa sekalian pulang."
Moza berohria mendengarnya.
Setelah memastikan tidak ada sampah yang tertinggal, Moza berencana untuk berpamitan pulang. Ia segera ingin bertemu guling empuknya yang melambai-lambai minta di peluk Moza.
"Bang Arthur, aku pamit pulang dulu ya!"
Arthur yang tadi izin ke dapur untuk membuang sekresek besar sampah memasuki area balkon.
"Bareng aja."
Moza terlihat bingung. "Bukanya bang Arthur tinggal di sini sama Elang?"
Arthur tertawa. "Ini apartment pribadi Elang. Aku tetep tinggal di rumah orang tua."
Moza ingin bertanya secara lebih lanjut. Tapi ia sadar, sepertinya ini adalah topik sensitif.
Setelah Arthur meminta izin untuk mengambil barang-barang miliknya, ia segera menghampiri Moza yang tengah duduk di sofa ruang tamu apartment Elang.
"Yok, Za!"
"Enggak pamitan sama Elang dulu?"
"Barusan tadi di kamarnya. Kamu mau pamitan sama Elang?"
"Enggak! Nggak usah bang Arthur!" Moza reflek menggelengkan kepalanya berlebihan. Ia tidak mungkin masuk ke dalan kamar setan, kan?
Arthur berdehem kecil menanggapinya. Keduanya berjalan ke pintu keluar, kemudian menuju lift.
"Lantai berapa?" tanya Arthur ketika sudah berada di dalam lift yang kebetulan kosong. Hanya ada dia dan Moza.
"Dua puluh tiga."
Arthur menekan angka yang di sebutkan Moza. Lift bergerak turun setelahnya.
Tidak ada percakapan selama di dalam lift. Arthur menatap ke depan, menunggu layar di dinding lift menunjukan angka yang di sebutkan Moza tadi.
Moza ingin memulai percakapan, tetapi dirinya bingung. Berdua bersama Arthur dari tadi membuat jantung Moza berdegup tidak karuan. Pikiranya juga kacau.
Hingga akhirnya pintu lift terbuka, tak ada kesempatan lagi untuk berdua-duan bersama pria idaman para wanita di BIN.
"Hati-hati bang Arthur."
Itulah kalimat yang Moza sempat ucapkan terakhir kali sebelum dirinya benar-benar keluar dari dalam lift dan di balas senyuman oleh Arthur.
Senyuman itu ternyata memberi efek luar biasa bagi Moza. Malamnya, ia menjadi sulit tidur.
Vote & komentarnya dong kakakk ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top