FIVE - FINDING ELANG

Setelah mendapat kesempatan untuk berbicara, Elang maju kedepan, menggantikan posisi Arthur yang kini duduk di bangku yang tadi di gunakanya. Elang menuliskan nama dari masing-masing mereka yang ada disana di white board menggunakan spidol hitam.

"Pembagian ini sudah dipertimbangkan dari segi kemampuan maupun kelebihan masing-masing diri kita." Elang memulai penjelasanya yang kemudian mendapat perhatian dari semua orang disana.

"Buat bang Arthur, sesuai dengan tampilan dan umurnya akan di tempatkan di dua cakupan sekaligus."

"Jangan membicarkan umur di depanku! Walaupun aku lebih dewasa dari kalian, tapi bukan berarti aku lemah seperti kau, Elang!"

Ucapan Arthur tidak di gubris oleh Elang. Ia melirik kesal ke arah satu-satunya keluarga yang masih di milikinya kemudian melanjutkan ucapanya.

"Bang Arthur akan menyamar menjadi guru olahraga, mengajar kelas sebelas SMA Budi Bangsa. Menyelidiki dari sisi siswa sekaligus pihak guru, berjaga-jaga jika ada oknum guru yang ikut terlibat dalam kasus ini."

Elang berhenti sebentar, menulis ke papan tulis tugas dari kakaknya kemudian berbalik, menatap kearah rekan-rekanya.

"Untuk Alexa dan Tio, kalian akan menjadi murid baru, jalur prestasi. Nantinya kalian akan memulai penyelidikan dari anak-anak kelas sepuluh maupun dari kelas ekstrakurikuler."

Alexa dan Tio memang memiliki kelebihan dalam bidang olahraga. Alexa seorang atlet pebasket sedangkan Tio beserta club futsalnya beberapa kali menang dalam kejuaraan.

"Badanku sebesar ini harus bergaul dengan anak-anak kelas sepuluh? You kidding me dude?" Protes Tio. Badan Tio memang besar tapi tidak berotot. Postur tubuhnya tinggi dan berisi.

"Diamalah dulu, rondo,"

"Kau menyebutku apa tadi?!"

"Rondo sebutan untuk orang jomblo dalam bahasa jawakan?"

"Rondo itu artinya janda bodoh!" Tio menggeram marah.

Elang memulai perdebatanya. Tio kini yang akan menjadi rivalnya. Sementara agen lainya menghela nafas jengah, menatap iba pada Tio.

Entah setan apa yang mendiami tubuh Elang. Setiap orang yang berada di sekitarnya pasti akan terpancing emosinya. Dan hasil akhirnya, Elang yang selalu benar.

"Ups sorry. I don't care bruh!"

"Kau sengaja ya menyebutku begitu?!"

"Akukan sudah bilang, aku tidak tahu!"

"Biar kuterjemahkan kata-kata sok Inggris mu barusan. Kau hanya bilang tidak peduli! Tak ada satu katapun yang menyatakan ketidak tahuanmu!"

"La itu yang barusan, aku tidak tahu."

"Kau-"

"Kalian berdua hentikan!"

Arthur menengahi. Jika di teruskan, sampai berbusapun mulut Tio, Elang akan membalas semua ucapan Tio. Ia hafal betul sifat menyebalakn adiknya tersebut.

"Kembalilah duduk Elang. Aku sudah tahu jalan pikiranmu. Akanku teruskan pembagian tugas ini."

Elang dan Arthur bertukar posisi. Arthur kembali berdiri di depan.

"Tio, menurutku tak ada masalah dengan posturmu yag seperti itu masuk kelas sepuluh, remaja jaman sekarang kan bongsor-bongsor. Bukan maksudku membela pendapat Elang, tapi kalian ini agen Intelijen. Hal seperti ini seharusnya bukan masalah besar. Lagi pula kau nantinya akan menggunakan prestasi di bidang olahragamu yang kuyakini akan menjadi nilai plus bagi kalian berdua di mata orang-orang. Jadi kau jangan khawatir, penampilan fisikmu tidak akan menimbulkan kecurigaan yang dapat menganggu jalanya misi. Alexa, kau juga. "

Arthur memberikan pengertian panjang lebar kepada Tio yang kemudian di beri anggukan pasrah.

"Ya baiklah, akan kuterima keputusan ini."

Kini Arthur menatap Moza dan Elang secara bergantian. Tatapanya tajam mengintimidasi.

"Untuk Moza dan Elang, kalian yang akan mendekati kedua target secara langsung. Kalian akan di tempatkan di kelas yang sama dengan target. Kalian yang akan bertanggung jawab untuk mengawasi target secara dekat. Kalian berdualah garis depanya."

Moza ingin protes, tapi tak kuasa. Ia sangat paham akan lingkup kerjanya. Dia bekerja sesuai perintah. Jadi apapun tugasnya, Moza harus kerjakan hingga tuntas tanpa meninggalkan bekas. Lagipuala ia malas kena semprot bang Arthur seperti yang menimpa Tio tadi.

"Kalian berdua memiliki kelebihan dalam hal memanipulasi pikiran orang, bukan begitu Elang?" Arthur menyandarkan keduatanganya ke atas meja, menghadap Elang.

"Dan kurasa kelebihan itu yang sekarang sangat di butuhkan mengingat hanya tiga bulan waktu yang di berikan kepada kita untuk menangkap para pengedar Narkoba hingga ke akar-akarnya."

Moza melirik ke arah Elang yang terlihat menyeringai senang. Masing-masing dari mereka memang memiliki sifat manupulatif yang sangat berguna dalam mendekati target.

Walaupun Moza terlihat cuek, tapi saat menjalankan misinya ia selalu totalitas. Bahkan saat harus melakukan penyamaran sebagai seorang wanita penggoda pria hidung belangpun ia jalankan dengan sangat baik dan meyakinkan.

"Sementara Dafa, nantinya ia yang akan memberikan arahan dalam setiap langkah yang kita ambil. Dia bekerja dari balik layar. He's the eyes."

"Jadi dia tidak akan melakukan penyamaran seperti kita? Wah, kau beruntung sekali Daf. Setidaknya waktumu bertemu anjing gila macam Elang ini sedikit berkurang."

Tio yang mood nya mulai membaik memberikan komentar sambil menepuk-nepuk bahu kiri Dafa. Ucapanya barusan itu langsung mendapat pelototan dan tendangan kaki dari Elang melalui bawah meja.

"Apa? Aku hanya mencoba membalas perbuatanmu tadi."

Tio kemudian menatap Moza yang terlihat menyeringai puas. Mereka beradu kepalan tangan setelahnya.

Sebenarnya Tio memiliki sifat jail bin menyebalkan yang sebelas dua belas dengan Elang. Terkadang mereka juga menjadi pemicu tawa orang-orang yang berada di sekitar mereka.

Sebelum pertengkaran kecil antara Tio dan Elang berubah menjadi perdebatan panjang, Arthur mengintrupsi mereka untuk berhenti yang kemudian dituruti oleh kedua manusia tersebut.

"Untuk identitas, kita akan melakukan perubahan atau tidak?" Moza mengeluarkan suaranya yang langsung mendapatkan tanggapan dari Arthur.

"Tidak ada perubahan identitas. Kita menggunakan nama asli kita. Dafa telah mengaturnya. Jika ada yang mencoba menelusuri, riwayat kehidupan kita telah di ubah menjadi senormal mungkin."

Kini Moza benar-benar merasa tertantang. Ini akan menjadi kali pertamanya melakukan penyamaran menggunakan identitas asli.

Menurut Moza, hal ini sebenarnya terlalu berbahaya. Ada banyak resiko. Yang mereka lakukan sama saja dengan bunuh diri. Dampak yang mereka dapatkan nantinya juga bisa berakibat hingga misi yang mereka lakukan telah tuntas.

Tapi ketika Arthur mengatakan Dafa telah mengaturnya, ia jadi tidak terlalu memikirkanya. Ia percaya Dafa bisa menutup identitas asli para agen lainya dengan sebaik mungkin.

"Bagaimana degan tempat tinggal kita di sana?" Alexa yang tadi sibuk menyimak kini mulai bersuara kembali.

"Dafa, coba jelaskan."

"Alexa dan Moza, kalian akan menjadi teman satu kamar kost nantinya. Sementara  bang Arthur dan Elang," Dafa menatap keduanya sejenak, "kakak beradik yang berasal dari  Malang. Nantinya akan tinggal di sebuah perumahan. Siapkan logat bahasa jawa medok kalian."

"Dan untuk Tio, kau akan tinggal bersamaku di apartment yang sekaligus akan menjadi markas tempat berkumpul kita."

Tio langsung melakukan tos dengan Dafa. Keduanya menyeringai senang.

"Skenario yang kita mainkan, bang Arthur adalah seorang guru olahraga dari Malang yang di pindah tugaskan ke SMA Budi Bangsa. Karena Elang hanya tinggal berdua bersama bang Arthur, Elang ikut pindah dan sekalian masuk SMA yang akan bang Arthur ajar.

"Untuk Alexa dan Tio, kalian sudah jelas murid baru jalur prestasi. Dan Moza dipindahkan ke Jogja dengan harapan bisa menjadi lebih baik jika jauh dari ayah dan ibumu. Di sekolah sebelumnya kau tercatat sebagai siswi yang berkelakuan kurang baik. You are a wild girl."

Elang tertawa setelah mendengar skenario milik Moza. "Tampang Moza nggak mendukung alibi, Daf."

"Kau meremehkanku?" tantang Moza kesal.

"Berhenti!" Arthur kembali menghentikan pertengkaran yang akan di ciptakan Elang.

"Elang, jangan memicu perpecahan di antara anggota tim yang lain. Atau aku akan meminta pergantian anggota untuk dirimu!"






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top