ELEVEN - SECRET LANDING

Peringatan : #mengandungunsurkegajean!

Moza memasuki ruangan kendali pesawat. Ia melihat Arthur tengah mengobrol santai bersama pilot mereka.

Arthur menyadari kedatangan seseorang. Ia menolehkan kepalanya kebelakang, mendapati Moza yang berdiri dengan  posisi sedikit membungkuk di ambang pintu ruang kendali.

"Hai Moza!"

Arthur menyapa yang di balas senyuman canggung oleh Moza. Sang pilot yang berpakaian casualpun ikut menengok ke arah gadis di belakangnya.

"Apa aku mengganggu?" tanya Moza.

"Tidak juga. Penerbangan sejauh ini masih aman, belum ada gangguan." ungkap Arthur, membuat kedua orang lainya tertawa.

Menyadari kedua orang di sampingnya belum saling mengenal, Arthur berinisiatif untuk memperkenalkan mereka.

"Kenalkan, dia Agas, dari divisi terorisme. Mrs. Grey menugaskanya karena Agas memiliki izin terbang dan kebetulan sedang tidak ada misi."

Moza maju satu langkah, tubuhnya kini memasuki ruang kendali pesawat sepenuhnya. Kemudian, dirinya dan Agas saling berjabat tangan, menyebut nama masing-masing. Dari segi fisik dan penampilan, sepertinya Agas ini seumuran dengan Arthur.

Setelah perkenalan singkat antara Moza dengan Agas, mereka mengobrol.

"Elang membuat keributan di belakang?" Arthur memulai percakapan.

"Lupa sama tingkah adikmu? Dimana ada Elang, disitulah masalah. Mulutnya itu lo, biangnya masalah!" Agas yang menjawab, kemudian tertawa.

Moza tersenyum kecil mendengarnya. Untuk seorang agen yang bertugas di divisi terorisme, Agas termasuk orang yang cukup menyenangkan, kelihatanya. Karena sepengetahuannya, orang-orang di divisi terorisme terlihat kaku dan tak bersahabat.

Mungkin karena pekerjaan yang mereka lakukan berhadapan dengan orang-orang yang terpapar paham radikal, mereka menjadi segan untuk menunjukan sisi ramah mereka ke sembarang orang.

Dan divisi terorisme terkenal paling ketat untuk pemilihan anggotanya. Hanya terbaik diantara yang terbaiklah yang bisa memasuki divisi ini.

"Ngapain kamu, dia Za?" Arthur tak menggubris ucapan Agas.

"Cie, protectivenya bang Arthur!" Agas menunjuk-nunjuk Arthur sambil tersenyum menggoda.

"Apaan sih! Diem! Konsentrasi sama penerbangan!"

Ekspresi Arthur terlihat kesal. Sudut bibir Moza berkedut, menahan senyuman melihat tingkah Arthur.

"Yaelah! Kaku amat bro! Masak cuma di suruh ndengerin kalian ngobrol!"

"Biarin Moza yang jawab dulu!"

"Aelah! Okelah, aku diam!"

Moza tertawa renyah, "Elang nggak ngapain-ngapain Moza kok bang. Cuma tadi dia kalah taruhan pas main kartu sama Alexa, Tio. Jadilah mereka berdebat kecil tadi."

Moza menjelaskan sambil masih tertawa. Arthur berohria mendengarnya.

"Ngomong-ngomong, kalian berdua kelihatan akrab banget?" Melihat Arthur yang jarang bisa diajak ngobrol terlihat akrab dengan Agas membuat Moza penasaran dengan kedekatan keduanya.

"Kami dulu sering dapat misi barengan. Cuma akhir-akhir ini aja jarang. Iya nggak Gas?" Arthur menyenggolkan sikunya ke bahu Agas.

"Hmm." balas Agas.

"Singkat amat? Ngambek ya?"

"Tadi katanya suruh diem. Gimana sih? Labil!"

Lagi-lagi Moza tersenyum melihat interaksi keduanya.

Meninggalkan obrolan basa-basi antara dirinya dan kedua pria di depannya, Moza akan menanyakan hal yang membuat ia datang ke sini.

"Bang-"

"Iya sayang!" Agas memotong pertanyaan yang akan di lontarkan Moza.

"Diem dulu!" Arthur memukul lengan kekar milik Agas dengan keras.

"Iya iya! Kasar deh kamu!"

"Nanti kita mendaratnya gimana?"

Karena penerbangan yang mereka lakukan tidak diketahui pihak resmi, sangat mustahil mendarat di area bandara. Tadi saja saat lepas landas meraka harus datang ke sebuah pabrik kosong dekat pelabuhan yang sering digunakan sebagai landasan pacu rahasia dan dapat dipastikan aman dari pantauan warga sipil ataupun pihak yang tak diinginkan keberadaanya.

"Ada landasan kecil yang tertutup tebing di tepi pantai selatan paling ujung. Di sana kita aman mendarat." Agas yang menjawab.

"Agas ini asli orang Jogja, dia juga telah menghubungi orang kepercayaanya untuk menyiapkan kendaraan yang akan membawa kita ke tempat tinggal sementara." Arthur menambahi.
Moza bergumam menanggapinya.

"Masih lama?" Moza kembali bertanya. Dirinya tidak tahu apa-apa karena pertemuan yang membahas keberangkatan misi kemarin di lakukan mendadak, berbarengan ketika Moza sedang berada di kediaman orang tuanya. Beruntungnya, anggota tim lainya memaklumi ketidak hadiran Moza.

"Karena kita memilih rute penerbangan yang tak biasa, perjalanan menjadi sedikit lebih lambat. Sekitar satu jam lagi." Agas kembali menjelaskan.

Moza melihat ke arah jam tangan hitam yang melingkar di lengan kirinya. Saat ini waktu menunjukan pukul sepuluh pagi. Masih ada waktu untuk dirinya memejamkan mata.

"Oke! Aku ke belakang lagi ya, para abang pilot! Hati-hati nerbangin pesawatnya, liat jalan." Kalimat terakhir di ucapkan Moza dengan berbisik. Kedua tanganya menepuk bahu Arthur dan Agas. Kemudian ia berbalik, keluar dari ruang kendali menuju kursi penumpang yang tadi didudukinya.

Setelah memastikan Moza tak terlihat lagi, Agas memulai aksinya untuk menggoda Arthur.

"Emang di kira kita lagi nyetirin truk, di suruh liat jalan? Tapi boleh juga selaramu Thor, gemesin!"

Teman dekat Arthur sering menyingkat panggilanya dengan sebutan 'Thor'. Lebih singkat dan bertenaga katanya.

"Apaan? Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Moza!"

"Yaelah berlagak ngelak lagi! Entar di ambil orang, baru kerasa!"

"Udahlah, mending diem. Ganggu mulu jadi orang!"

Setelahnya Agas terus berbicara mengenai sifat Arthur yang katanya sok jual mahal, sok cueklah, tralala tralili yang kesemunaya tak di gubris oleh Arthur.


- SPEAK THE TRUTH -


"Moza!"

Tubuh Moza diguncang oleh seseorang, membuat dirinya terbangun dari tidur singkatnya. Gadis itu mengerjapkan matanya perlahan.
Moza menguap sambil menjulurkan kedua tanganya ke atas, meregangkan tubuhnya yang terasa pegal karena tertidur di kursi pesawat.

"Sudah sampai?" tanya Moza dengan kedua mata yang masih terpejam.

"Sudah! Peralatan Dafa dan barang-barang kita bahkan telah di pindahkan ke dalam mobil." Suara Alexa barusan sukses membuat mata Moza melotot.

"Apa? Kenapa tak ada yang membangunkanku!"

Tanpa menunggu balasan dari Alexa, Moza langsung keluar dari privat jet yang di tumpanginya.

Moza menuruni anak tangga pesawat dengan tergesa, matanya ia arahkan ke bawah, menghindar agar dirinya tidak salah mengambil langkah yang bisa membuatnya terjatuh. 

Ketika kakinya telah menginjak anak tangga terakhir, dirinya menyadari bahwa ada banyak pasang mata yang menatapnya. Moza mendongak, menatap satu persatu orang yang berada di landasan pacu kecil. Kanan kirinya terdapat tebing batu besar yang menjulang.

Moza merasa bersalah karena disaat dirinya tertidur, anggota tim lainya sedang sibuk memindahkan barang-barang keperluan misi yang tentunya tidak sedikit.

"Maaf semua! Aku tertidur di saat kalian-"

"Sudahlah! Ayo cepat masuk mobil!"

Lagi-lagi Elang merusak rencana Moza. Laki-laki itu langsung memasuki Van hitam setelah memotong perkataanya. Yang lainyapun mengikuti Elang memasuki mobil.

Moza menatap tajam ke arah Elang. Alexa yang berada di belakang Moza menepuk pelan bahu kananya.

"Jangan merasa bersalah. Ini tak ada apa-apanya. Kami bahkan memiliki cukup tenaga untuk memindahkan satu gudang penuh berisi produk kecantikan!" Ucap Alexa kemudian tertawa. Moza jadi ikut tersenyum mendengarnya.

"Thanks, Lex."

Alexa mengangguk.

Kedua gadis tersebut kemudian berjalan bersama menuju mobil yang tadi di masuki Elang.

Ada dua mobil disana. Sebuah mobil box dan van hitam. Moza yakin, mobil box dengan logo makanan instant sebagai penyamaran tersebut sebenarnya berisi peralatan canggih milik Dafa dan berbagai macam senjata api untuk keperluan misi.

Di tengah jalan, Moza berpapasan dengan Agas.

"Hai Moza dan Alexa!" sapa Agas kepada kedua gadis di depannya.

"Hai!" Jawab mereka serempak.

"Abang nganternya sampai sini?" tanya Moza.

"Yoi! Sukses buat misi kalian!" Agas menjawab sambil berjalan menuju privat jet milik BIN yang tadi di tumpangi Moza bersama agen lainya.

"Terima kasih, bang Agas!" balas Moza.

"Safe single flight!" tambah Alexa jenaka.

Ucapan Alexa dan Moza hanya di balas lambaian tangan oleh Agas.

"Kalimatmu barusan, maksudnya apa Lex?" Moza bertanya bingung.

Alexa memalingkan wajahnya ke arah Moza, senyuman konyol masih bertahan di wajahnya.

"Nggak tau. Ngasal aja!"

Sontak saja Moza tertawa mendengarnya. Walaupun Alexa termasuk dalam jajaran agen berbakat yang dimiliki BIN,  tapi tetap saja ia sering bertingkah konyol.

"Kamu ini ada-ada aja, Lex!" 

Alexa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal menaggapi ucapan Moza.

Setelahnya, mereka berdua berjalan menuju mobil yang akan mengantarkan ke tempat tinggal mereka selama menjalankan misi.


















P.s : unjuk gigi dikit HEHE

COVER BARU SEDULURRRRR!!!!!

Cover ini kolaborasi saya bareng adek sepupu looh!!!!!

Dari segi tampilan, udah bisalahh Speak The Truth di ajak dugem sambil bawa rantang (udah kerenan dikit soalnya wkwkkw) #menurutsayalohya

#RAAMASHOOKTHORR

Intinya saya seneng karena kreatifitas saya sudah merambah ke dunia desain grafis (walau masih abal")

Sekian curcolan dari saya, voment-nya sangatttttt dipersilahkan ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top