SPARK - Part 20
Aileen menyadari kesalahannya. Tangis terus terdengar dengan ditemani rinai hujan yang kini membasahi bumi. Walau tadinya, hatinya merasa bingung untuk menuntun tungkainya karena ia merasa tidak memiliki seseorang selain suaminya sendiri.
Pertengkaran mereka memang sangat panas. Manalagi, membuat Vhi yang kini mengajukan perceraian saat mendengar dirinya yang mengatakan tersiksa dengan pernikahan ini dan juga kedekatannya dengan Jean yang katanya lebih dari kata teman.
Aileen benar-benar tersiksa kala ketakutannya akhir-akhir ini kini menyeruak.
Semuanya telah berakhir.
Semuanya hancur begitu saja.
Sekali ia mencoba untuk menghentikan perkara itu, bahkan ia harus memahami apa yang diketahui mengenai masa lalu suaminya yang bahkan tidak ia ketahui, dikala itu juga, mereka seakan benar-benar tidak bisa bersatu setelah janji terikrarkan.
Menangis hebat pun, mungkin ia tidak akan mendapatkan hasil saat Vhi memutuskan untuk meninggalkan rumah dan memberikan rumah itu kepadanya. Sungguh, ia tidak meminta apapun selain suaminya itu menarik kata-katanya. Mana bisa ia hidup di rumah super megah dengan percikkan kebencian yang ada?
Ia tidak bisa.
"Oh God! Aileen? Kenapa kau ada disini? Dan ke-" gadis berambut merah itu langsung mengulum kedua bibirnya saat Aileen memeluknya dan terisak. Siapa yang tidak terkejut saat temanmu berkunjung ditengah malam seperti ini, hujan juga menemani dan menangis dikala ia ingin menanyai alasannya dari itu semua. Namun, maniknya yang menemukan keberadaan sebuah koper, membuat kedua bibirnya membentuk o. Ia sangat mengerti dan langsung saja membalas pelukan itu.
"Lucy, semuanya benar-benar berakhir," isaknya. Lucy kontan menatap pekarangan rumah dengan penuh amarah. Pun jemari mengepal kuat dan menarik satu kesimpulan atas apa yang terjadi.
***
Lucy menatap intens Aileen yang kini memejamkan mata dengan tenang. Walau terkadang, Aileen terus saja memanggil Vhi dalam mimpinya. Itu menyedihkan dan membuatnya tersiksa sendiri. Aileen telah menceritakan semua perkaranya dan harus ia mengetahui satu hal adalah, temannya itu sedang mengandung. Hoh! Memperumit keadaan karena pada ujungnya, Aileen menyuruhnya untuk tidak memberitahu soal kehamilannya beberapa saat ini karena keadaan yang tidak memungkin.
Sungguh, itu sangat membuatnya kesal. Apalagi, Jean memiliki peran disini-bersama dengan seorang wanita pada waktu itu. Mengingat itu semua pun, membuatnya menggeleng didetik itu juga. "Mereka tidak boleh berpisah. Apapun caranya!" sambil merogoh ponselnya dan berkutat beberapa saat. Lantas beranjak ke meja riasnya untuk mengambil stick note dan pena. Ia ingin menulis dimana ia harus pergi menemui seseorang.
Tidak butuh waktu lama setelah ia menulis stick note dan menaruhnya di atas nakas, ia pun mengambil tas selempang di atas meja rias, mengamati Aileen sejenak lalu menuntun langkahnya untuk menjauh.
Sementara Aileen, ia tampak merasa gelisah dengan tidurnya. Serasa pengap yang membuatnya berkeringat dingin. Pun maniknya terbuka dengan isakannya yang menghampiri. Mengetahui kenyataan dimana semuanya benar-benar nyata.
"Vhi ..." isaknya tertahan dan sekilat, mengamati sekitar dimana ia tidak melihat presensi temannya. Stick note yang dilihatnya, membuat ia mengambilnya dengan lesuh dan membacanya.
Aku ada urusan sebentar, Leen. Sarapan ada di dapur dan kau harus makan! Setidaknya, bayimu membutuhkan asupan yang sehat. Yakin dan percaya saja, badai ini akan reda. Tinggal menunggu waktu saja.
Love, Lucy.
"Aku mengharapkan badai itu akan benar-benar berakhir, Lucy."
****
Pria berhodie ini, menatap lalu lalang kafe yang agak sepi. Mungkin karena waktunya yang masih sangat pagi untuk berkunjung. Lagipula, ia tidak akan ketempat ini, jika tidak ada pembahasan penting bersama seseorang yang sudah membuatnya menunggu hingga setengah jam lamanya. Bahkan saat Kopi lattenya hampir habis. Niat untuk meninggalkan tempat ini timbul tetapi, harus teurungkan saat pribadi yang dinantinya kini mendekat. Ia yang ingin memberikan demonstrasi, harus kembali terhenti saat mendapati lembah pipi kanannya yang langsung merasa perih.
"Bajingan!" Pria itu masih terdiam, meresapi tamparan beserta umpatan yang diberikan untuknya. Beruntung, kafe ini tidak terlalu ramai sehingga ia benar-benar tidak merasakan malu bukan main karena tamparan ini.
"Aku tidak mengerti terbuat dari apa otakmu itu sehingga kau dengan tega membuat Aileen-cintamu itu terpuruk begitu dalam!" Lucy lansung mengeluarkan unek-uneknya yang membuat Pria itu-Jean seakan makhluk yang tidak mengerti keadaan.
"Tunggu-tunggu, biar kuperjelas terlebih dahulu. Aku-"
"Aku tidak ingin mendengar apapun lagi karena-hei! Kenapa kau menarik pergelangan tanganku!" Lucy memberontak karena Jean yang langsung menyeretnya dengan paksa untuk mencari tempat yang lebih pas, mungkin karena tatapan beberapa orang yang membuatnya memilih itu dan Jean, menghentikan langkahnya saat mereka berada di tempat yang sepi---Jean membawanya ke belakang Kafe yang sepi melalui pintu untuk para pekerja. Tindakan yamg begitu lancang tetapi pria itu tampak biasa-biasa dengan itu.
"Dasar gila!" Pekik Lucy sangat keras seraya menghempaskan pergelangan tangannya dari genggaman pria itu dan Jean, tampak kesal saat Lucy memekik cukup keras dihadapannya.
"Terserah kau ingin mengataiku pria gila, keparat atau bajingan karena pada intinya bukan aku yang melakukannya. Aku tahu, kau pasti sudah mendengar keterlukaan Aileen---"
"Kau menguntitnya'kan? Ingin ke jatuhkan sup panas yang koki buat ke kepalamu--"
"Jangan menyela dulu! Aku akan menceritakan beberapa hal dan kumohon, kau harus percaya walau itu sangat kecil karena aku memang tidak patut untuk diberi kepercayaan." Lucy yang mendengarnya kontan memicingkan mata. Kelewat tidak mengerti maksud Jean yang seolah-olah, ingin memberikan kejelasan jika ia tidak berperan dalam dramanya itu. Mengesankan sekali tetapi Lucy memilih diam saja, menunggu pria itu untuk melanjutkan percakapannya.
Jean yang seperti melihat Lucy ingin mendengarkannya, pun menghela napas. "Aku benar-benar ingin berterus terang dimana bukan aku yang memberikan video itu dan melalukan ini semua karena aku telah membinasakan perasaanku pada Aileen. Sekalipun aku bisa mendapatkan, hatinya tetap akan menjadi milik Vhi."
"Tunggu, aku masih tidak mengerti."
Dengan kilat, Jean menarik satu sudut bibirnya. "Kau pasti masih mengingat wanita saat di kafemu itu'kan?" Lucy langsung mengangguk karena itu memang benar. Siapa yang bisa melupakan komplotan yang ingin menghancurkan sahabatmu? Lucy tentu tidak bisa dan tunggu dulu. Sontak, Lucy menatap lekat kearah Jean yang kini membalasnya dengan ekspresi sulit untuk dibaca.
"Dia yang melakukannya," tambahnya. Lucy memang tidak terkejut lagi. Hanya saja, kenapa Jean tiba-tiba saja berhenti untuk mendapatkan Aileen? Sangat aneh. Bahkan saat ia yang mencoba melihat kebohongan dari pancaran itu tetapi nihil ia temukan.
Lucy tidak tahu harus berkata apalagi saat Jean langsung meraih kedua jemarinya dan menggenggamnya. "Aku benar-benar telah mengakhiri rencana yang kubuat dengan wanita itu. Aku tidak ingin membuat Aileen terluka setelah mengetahui ia akan menjadi seorang ibu-"
"Tetapi gabungnya kau ataupun tidak, kenyataannya membuat Aileen benar-benar terluka saat ini," pangkasnya, membuat Jean hanya mengangguk karena itu memang benar. Ia sudah melihat tangis Aileen yang meninggalkan rumahnya dan menuntun dirinya kerumah Lucy. Bahkan ia tidak bisa melakukan apapun selain mengamati dari jauh.
"Aku tahu itu. Aku tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan tingkah konyol wanita itu. Aku merasa tidak berdaya dikala itu juga. Akan tetapi, kita bisa melakukan beberapa hal agar Aileen dan Vhi bisa bersama lagi. Bayi itu tidak boleh merasakan pahitnya dunia disaat ia akan lahir dengan keluarga yang terpecah." Pun membuat Lucy memicingkan mata. Agak ragu dengan tutur kata itu tetapi, kenapa ia tidak melihat kebohongan? Kenapa ia malah melihat Jean yang benar-benar tulus melakukannya? Tidak seperti pribadi obsesi yang begitu menginginkan Aileen pada waktu itu.
Hingga akhirnya Lucy menghela napas seraya menyingkirkan jemari Jean. Dengan tatapan yang tak terbaca, pun memberikan anggukan. "Kau benar. Mereka harus kembali bersama tetapi aku ingin menanyakan satu hal."
Alhasil, pria itu hanya bisa menaikkan sebelah alisnya manakala Lucy kini berpangku tangan dengan tatapan yang tak kalah sengit. "Siapa wanita yang membantumu itu dan apa alasan wanita itu melakukannya?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top