SPARK - Part 15
Aileen sangat bersyukur karena Lily begitu cermat dalam mempelajari beberapa hal, bahkan gadis itu kini bisa mengambil alih pekerjaannya dan bekerja layaknya tim pada Ava, Killian dan Milly. Sehingga tidak ada alasan untuk dirinya tetap disini---bahkan saat Jean terus saja bertingkah aneh agar dirinya tetap menjadi bagian dari Luvetaria Corp tetapi, ia mencoba tak mengindahkannya.
Kini, Aileen melihat keseriusan yang lainnya dalam bekerja dan ia yang seperti orang linglung ditempat ini. Lantas ia menghela napas lalu menatap Milly. "Dimana sir?"
Sang empu yang tengah sibuk melakukan penyuntingan di komputer, sontak menoleh sembari berpikir. "Dia sedang keluar sepertinya. Tadi, Elsa mengatakan bahwa akan ada pertemuan bisnis untuk saat ini."
Mendengar penuturan Milly, membuat kepalanya sontak mengangguk lalu berpamitan untuk ke kafe dekat sini---kafe milik Lucy karena sebelumnya, Lucy mengiriminya pesan agar diri ke kafe itu untuk membicarakan beberapa hal. Katanya sangat penting dan membuatnya merasa aneh saja.
Ya, ia bingung saja. Tidak Jean, tidak Lucy, keduanya sama-sama aneh.
Jadi, karena itu, ia kini mempercepat langkah kakinya untuk ke kafe Lilac. Lantas setelah sampai, jemarinya kini membuka bilik yang membuat lonceng pintu berdering dan dapat ia lihat, Lucy yang sedang berbincang dengan pekerjanya. Sang empu pun belum menyadari kehadirannya. Sehingga ia mendekat dan memberikan kejutan dengan menepuk pundak pribadi itu dengan memekik.
"Mati kau, Aileen!" pekik Lucy kesal dan Aileen langsung terkekeh melihat kekesalan sahabatnya. Beruntung, pekerjanya itu telah menjauh dari dirinya sebelum Aileen melakukan aksinya.
Sungguh, Aileen masih terkekeh yang membuat Lucy mendengus sebal. "Ais, Aileen, bisakah kau tidak tertawa lagi?" Karena melihat wajah kesal Lucy, mau tak mau, Aileen menghentikan tawanya seraya mengekori Lucy yang berjalan ke sebuah meja yang dipojokkan dan agak tertutup. Mungkin, seperti tempat bagi orang yang tidak suka privasinya diganggu.
Lucy belum memberikan penuturannya karena ia yang malah memilih memanggil waiters untuk memesan hidangan yang ada dan menanti pesanan itu yang memang tidak terlalu lama, kini tersaji di atas meja.
Aileen begitu ngiler, apalagi Lucy memberikannya secara cuma-cuma. Namun, rasa penasarannya lebih besar sehingga makanan itu belum ingin dirasakannya.
"Lucy, katakan apa yang menurutmu sangat penting? Aku begitu penasaran setelah kau menggantungku dengan suruhan untuk menjauhi Jean."
Dengan kilat, Lucy menghela napas sesaat Aileen memancingnya untuk mulai bercerita. "Coba katakan, apa Jean bertingkah aneh?"
Sekilat, Aileen membenarkan pradugaannya dimana pembahasan penting akan ada kaitannya dengan Jean. Namun, pertanyaan yang Lucy lontarkan membuatnya tidak habis pikir. Akan tetapi, ia mengangguk saja dan membuat Lucy terlihat geram.
"Keanehannya seperti apa? Katakan saja dan jangan banyak tanya dulu."
Dan lagi, Aileen menghela napas sebelum menjawabnya. "Jean tidak ingin aku resign dan Jean sempat membuatku kesal bukan main tatkala dia terus saja melakukan suatu hal agar aku tidak jadi resign. Begitu saja tetapi sangat aneh," jelasnya. Lucy mengangguk setelahnya. Lantas memberikan tatapan bermakna pada sahabatnya itu.
"Kau tidak mengerti kenapa Jean melakukan itu?"
Dengan cepat, Aileen menggeleng. "Memangnya kenapa? Apa benar-benar ada alasan? Kau dan Jean sama-sama aneh akhir-akhir ini dan itu membebaniku."
Lucy sungguh ingin mengatakan semua yang dilihat dan didengarnya, tetapi itu hanya sia-sia karena Aileen tentu tidak mendengarkannya dan membuatnya seolah-olah itu hanya sebuah ilusi. Namun jika dipendam, juga tidak baik. Jadi, mau tak mau, ia akan menceritakan apa yang dilihatnya---tidak memedulikan bagaimana kesan temannya itu saat mendengarnya.
Aileen masih terdiam, sesaat Lucy mulai menceritakan bagaimana bisa dirinya mengambil suatu kesimpulan mengenai Jean dan berlanjut dimana dirinya menjadi seorang penguping. Setidaknya, Lucy berharap jika Aileen mempercayainya walau harapannya itu seperti debu tatkala Aileen kini tersenyum tipis lalu menggeleng.
"Kau pasti salah menerka, aku mengenal Jean."
Hoh! Ingin sekali Lucy menghantam kepalanya sendiri setelah mendengar kalimat Aileen. Sungguh, seandainya bisa pembicaraan itu ia rekam, Aileen pasti akan mempercayainya dan menampar Jean dengan senang hati.
Lucy sudah frustasi sendiri. "Terserah padamu tetapi aku mengatakan apa adanya. Jean tidak sebaik seperti pandanganmu karena dia sangat obsesi denganmu, Aileen."
"Dia menyukaimu."
Mendengar penuturan Lucy, membuat Aileen tertawa. Entah dari segi mana kelucuannya tetapi ia tetap melakukannya. Namun ekspresi Lucy yang begitu datar, membuat ia menghentikannya.
"Ayolah, Lucy. Aku mengenal Jean sejak lama. Bahkan Jean sendirilah yang mengatakan telah menganggapku sebagai adik perempuan dan aku telah menganggapnya sebagai kakak lelaki. Jadi, rasa itu tidak pernah ada."
Sudahlah. Lucy sudah kesal sendiri. Ia begitu mengenal Aileen yang hanya mengambil satu pandangan tanpa memikirkan beberapa hal dulu. Bahkan, Aileen lebih mempercayai seserang yang bersamanya dengan waktu cukup lama. Jadi, ia tidak bisa apa-apa lagi.
"Jean memang aneh akhir-akhir ini tetapi itu tidak ada kaitannya dengan apa yang kau katakan. Jean--"
"Baik. Tidak perlu membahas pria itu lagi, oke? Aku muak sendiri manakala kau begitu mempercayainya. Akan sangat menyakitkan jika kau akan mengetahui kebenarannya dan sungguh, aku sangat yakin dimana kau orang yang akan menampar Jean cukup keras!" Sembari memberikan tatapan dingin yang membuat Aileen merasakan suasana itu. Seketika, ia meremang sendiri.
Tutur kata Lucy, membuat benaknya kini berputar layaknya komedi putar untuk mencari titik kebenarannya. Namun sepertinya, itu harus teralihkan saat Lucy menanyakan perihal pernikahannya.
"Kau dan Vhi, baik-baik saja'kan?"
"Pertanyaanmu seperti memiliki makna lain, tetapi, aku dan Vhi baik-baik saja. Makin baik setelah aku memutuskan untuk resign dan memilih fokus pada keluarga."
Pribadi bersurai merah itu hanya mengangguk lantas membiarkan sepotong Pie apel, menyapa indra pengecapnya. "Bagus kalau begitu. Itu berarti, dalam waktu dekat ini, aku akan mendapatkan keponakan lagi."
Penyampain yang begitu santainya, membuat Aileen merona saja. Melupakan sejenak apa yang baru saja terjadi diantara mereka. Apalagi, saat dirinya harus mengingat kesalahannya sebelum ini.
Ekspresinya seketika berubah gelisah, membuat Lucy yang membaca ekspresi itu langsung mengerutkan bingung. Menurutnya, sahabatnya itu memiliki beberapa beban kehidupan setelah dirinya mengatakan hal itu.
Sontak ia menyingkirkan piring berisi Pie itu ke samping. Lantas melipatkan kedua tangannya di atas meja. "Apa yang kau pikirkan? Pasti ada masalahkan?"
Aileen mengangguk dengan lirih. Namun pandangannya, tak berfokus pada Lucy yang menatapnya lekat.
"Aku membohongi suamiku sendiri selama ini." Senyum kecut dapat terlihat dengan jelas setelah dirinya mengatakan hal demikian. Lucy telah menduganya, tetapi ia tidak menyangka saja setelah membaca ekspresi itu dan mendengar terus terang dari sang empu.
Ia ingin memberikan tanggapan, tetapi memilih diam untuk mendengarkan keluh kesah sahabatnya itu yang merasa tersendat untuk bertutur.
"Lucy, aku tidak bermaksud untuk melakukannya tetapi kau pasti mengerti. Pernikahan ini awalnya membuat hidupku hancur. Pernikahan ini tidak pernah masuk dalam daftar rencanaku selama ini. Namun, Vhi, datang lantas mengubah daftar rencana yang telah kurancang untuk hidupku." Pribadi itu menatap lirih kearah lantai.
"Aku memang mencintainya, tetapi dia tidak pernah mengertiku pada waktu itu."
Lucy kontan menyipitkan maniknya. Perkataan Aileen membuat otaknya serasa berputar-putar karena sang empu yang menceritakan soal keresahannya yang tertimbung. Ia kaget saja, karena dua sejoli itu terlihat baik-baik saja, bahkan makin romatis saja. Namun mendengarnya, ia maish tidak habis pikir.
"Entahlah, Lucy. Aku mungkin terlalu bodoh saat mengambil jalan untuk mengonsumsi obat penunda kehamilan selama ini, bahkan tanpa Vhi ketahui dan aku mengganti isi vitamin yang Vhi berikan selama ini dengan itu. Ini memang bukan masalah yang berat, tetapi Vhi tidak suka dengan itu."
"Dan aku ingin menunda kehamilanku walau Vhi begitu menginginkannya karena aku selalu berpikir dimana hal itu akan membuat hidupku makin kacau setelah menikah dengannya."
“A—aku, merasa pernikahan ini menghancurkan hidupku. Sekalipun aku mencintainya.”
Apa yang diujarkan oleh Aileen, membuatnya terdiam. Ia tidak tahu jika temannya berpikiran seperti itu, seolah-olah pernikahannya menghancurkan kehidupannya sendiri. Tidak pernah disangkanya. Manalagi, Aileen yang mengungkapkan kesalahannya selama ini.
Lucy tampak mengetuk meja dengan jari-jemarinya dengan manik yang terus fokus pada Aileen. “Apa kau tidak memahami, bagaimana efek samping dari obat itu? Ais, aku kesal denganmu! Kenapa tidak berterus terang saja pada suamimu? Katakan, aku belum siap untuk memiliki anak dan jangan mengiyakan saja. Dan jika pernikahanmu ini membuatmu tidak nyaman, seharusnya sedari dulu kau tidak menerima pinangannya. Lagipula, jika dia mencintaimu, dia akan menunggumu sampai kau telah siap membangun bahtera rumah tangga. Kenapa kau seperti ini, Leen? Kalau Anne tahu, dia akan memarahimu habis-habisan, bahkan perkataanya lebih menusuk lagi. Seperti yang dia lakukan padaku karena aku terus saja melajang.”
Aileen merapatkan kedua bibirnya. Apa yang Lucy katakan, memang benar. Namun dulu, ia tidak memikirkan sampai sana. “Aku takut dia akan meninggalkanku ….”
Sekejap, Lucy menghela napas. “Dia tidak akan meninggalkanmu karena dia mencintaimu—“
“Dulu, aku masih belum yakin dengan perkataan itu. Aku terus saja dilanda rasa ketakutan jika melihat pasangan suami-istri yang bertengkar dan bercerai. Aku sangat takut jika suatu saat nanti, Vhi akan meninggalkanku dan ketakutan itu terus membuncah setiap saat,” ujarnya lirih lalu menghela napas. “Bahkan saat perkataan mertuaku dimana ia menyuruhku untuk selalu berada disisi Vhi membuatku benar-benar bingung. Seakan ada makna lain tetapi aku tidak bisa memahami itu."
Tbc.
Maaf yah kalau ada typo🙃👉👈
Makasih udah mampir loh💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top