SPARK - Part 14
Vhi menuntun kedua tungkainya dengan tergopoh, seraya tidak mengindahkan para pekerja yang hendak meninggalkan kantor dimana pekerja itu memberikan salam perpisahaan dengan sebuah senyuman. Boro-boro memberikan timbal balik, menatap saja ia tidak ingin. Namun sepertinya, itu tidak berlaku dengan Jimmy yang bisa menjinakkan singa dengan akalnya.
Lihat saja! Suara husky yang begitu dihapal oleh rungunya, membuat tubuhnya secara otomatis berhenti, menatap lurus ke depan dengan sebelah tangan yang masuk ke dalam saku. Belum ada niatan untuk menoleh ke belekang untuk memastikan.
“Vhi! Tunggu aku dulu.” Pribadi itu kini berada dihadapan Vhi, menggantikan pemandangan seorang Victory beberapa saat dan membuat kedua alis itu menukik. “Kenapa? Aku harus pulang untuk memastikan beberapa hal.”
“Soal tadi’kan?” Pria husky itu memastikan yang membuat Vhi berkacak pinggang setelahnya. “Kenapa kau menanyainya?”
Pribadi Dickson melayangkan pertanyaan yang membuat Jimmy menghela napas. “Tidak ada, Cuma, jangan terlalu berpatokan pada foto tadi. Itu hanya orang yang iseng—“
“Iya, Jim. Tenang saja! Aku bisa mengendalikan diriku untuk memastikan ini semua. Tidak perlu khawatir seperti itu. Aku pergi dulu.” Vhi menepuk pundak Jimmy sebelum berlalu meninggalkan tempat ini. Meninggalkan Jimmy dengan segudang pikiran yang ada di kepalanya. Namun, manik agak sipit itu masih saja memberikan fokus pada Vhi sebelum akhirnya menghilang.
Kedua bibir tebalnya tersenyum getir. “Aku khawatir dengan Aileen, Vhi. Takut jika kau akan melukainya karena jika dia terluka, itu juga berdampak denganku. Ini memang kesalahan fatal karena merasakan afeksi ini pada Aileen, bahkan memendamnya hingga kini.” Jimmy membatin dengan getir, lantas menuntun tungkainya untuk menjauh—jika bisa, menghilang dari semesta untuk beberapa saat jika afeksinya pada wanita Manchester itu bisa redup dikala itu juga.
Sementara Vhi, kini memasuki mobilnya, bersiap membelah kegelapan dengan pencahayaan minim menuju rumahnya. Setidaknya, itu dapat terlaksana dengan baik jika maniknya secara tak sengaja menangkap kehadiran seorang wanita yang berusaha menghalau udara dingin yang menggelitik hingga ke tulang di depan perusahaan. Wanita itu mungkin menunggu taksi.
Dan entahlah, Vhi bingung sendiri sesaat mobil yang dikendarainya, kenyataannya berhenti tepat di samping wanita itu yang kini terperanjat. Apalagi, saat Vhi yang menurunkan kaca mobilnya untuk memastikan dan membuat wanita itu makin terkejut saja.
"Sir?"
Vhi hanya terkekeh. Lantas memberikan isyarat melalui maniknya agar wanita itu segera memasuki mobilnya---menjadikan dirinya sebagai supir dadakan untuk mengantar penumpang sampai ditujuannya.
Akan tetapi, dengan kilat, Alice menggeleng seraya menunjukkan layar ponselnya. "Aku sudah memesan taksi. Sebentar lagi akan sampai--"
"Batalkan saja. Aku akan mengantarmu pulang. Ya, sebagai tanda permintaan maaf," cicitnya, membuat Alice kembali menggeleng. "Itu tidak masalah, sir. Aku sungguh berterima kasih atas kedermawaan sir, tetapi aku tidak bisa menampakkan diri seperti benalu yang merepotkan. Aku bisa melakukannya."
Penuturan itu membuat Vhi kecewa. Padahal ia tidak pernah sekalipun menganggap Alice sebagai benalu---ia mencoba melupakan semuanya karena masa lalu tidak lagi berarti dan menjadikannya sebagai pemahaman agar dirinya menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
"Aku mengerti, tetapi sungguh! Aku tidak lagi mempermasalahkannya. Aku telah menemukan kebahagianku dan kau juga akan menemukan kembali kebahagianmu. Anggap saja, masa lalu sebagai tuntunan agar kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi--"
"Kenapa sir baik sekali? Aku merasa menjadi wanita bodoh selama ini." Alice tersenyum getir tatkala pandangannya terus terfokus pada manik itu.
"Ini bukan soal baik, Alice. Jujur, aku sampai sekarang masih brengsek seperti dulu. Cuman, tidak bermain liar lagi. Itu tentu menjadi pengecualian dari hidupku setelah aku mengenal istriku. Dia banyak mengubahku dan kau tidak bodoh! Hanya, tidak tepat dalam mengambil keputusan untuk hidupmu. Lagipula, alur takdir, mana ada yang tahu bukan?" jelasnya yang menatap intens wanita itu yang memberikan anggukan sebagai persetujuan.
"Aku jadi ingin menemui istri sir. Kalau tidak salah, namanya Aileen'kan? Wanita yang pernah menjadi bagian dari Next Out dibagian Web desaigner," binarnya dengan senyum bahagia. "Dan ya, alur kehidupan memang susah ditebak. Namun aku berharap, akan kembali bagaimama semestinya. Aku ingin kembali memeluk putraku."
Mendengar penuturan itu, membuat Vhi tampak menghela napas. "Alice, masuk saja! Kita bisa berbicara ringan dan aku akan mengantarmu sampai ke rumah. Aku masih khawatir kau tidak akan baik-baik saja. Apalagi, kantor akan sepi karena sekarang hampir larut."
Alice tentu mendengar penuturan itu. Ia tampak berpikir akan tawaran Vhi yang ingin mengantarnya pulang. Manalagi, taksi pesanannya yang belum juga menandakan kehadirannya---ia makin bingung saja tetapi takut jika hal buruk akan terjadi jika ia menolak. Dengan helaan napas yang panjang, ia mengangguk dan tersenyum. Bahkan berbarengan dengan ucapannya yang meminta maaf karena merepotkan dan berterima kasih.
Akan tetapi, Vhi hanya tersenyum tipis lalu kembali membelah gelapnya malam. Bahkan ditemani perbincangan ringan seperti yang ditawarkannya tetapi tidak mengetahui jika perbincangan mereka cukup berat.
"Kenapa tidak memberi tuntutan pada mantan suamimu?"
Alice yang mendengar pertanyaan itu, hanya bisa memilin tasnya sebagai pelampiasan. "Aku bisa apa? Dia punya kekuasaan dan dengan kekuasannya, dia bisa melakukan apapun."
Itu memang fakta yang membuat ulu hatinya terasa nyeri. Berpisah dengan sang buat hati pun membuatnya sangat terpukul. Apalagi, buah hatinya itu masih memerlukan kasih sayang seorang ibu dimasanya yang masih batita.
"Tetapi sebagai seorang ibu dan wanita, kau punya hak atas tuntutanmu. Seharusnya tidak menyerah seperti itu. Aku jadi kesal dengan mantan suamimu. Serasa ingin memberikan pukulan telat." Perkataan itu membuat Alice terpaku, tetapi dengan segera, ia menggelengkan kepalanya untuk memberikan kesadaran pada dirinya dan kembali melanjutkan pembicaraan tersebut.
Banyak hal yang mereka ceritakan untuk sampai di kediaman Alice. Serasa, masa lalu bukan lagi menjadi hambatan untuk saat ini setelah Vhi mengajukan ikatan pertemanan.
Sungguh, Alice begitu terkejut. Namun, tidak menampik dirinya yang ingin berhubungan baik dengan Vhi. Sehingga, dengan rasa bahagia yang membuncah, ia menerimanya.
Ia ingin menjadi teman Vhi setelah dirinya memberikan goresan luka begitu dalam, mencoba menjadi pribadi yang lebih baik lagi setelah apa yang pernah terjadi.
***
Pribadi Dickson tiba di rumahnya begitu larut. Kemacetan menjadi hal utama hingga dirinya tiba tidak seperti pada umumnya. Bahkan setelah ia mengirimi sebuah pesan dimana ia akan pulang tepat waktu. Hingga membuat sang istri, menunggu di ruang tamu dengan manik indah yang terpejam setelah bergulat dengan televisi yang masih menyala.
Vhi dapat melihatnya, dan itu membuat dirinya mengurungkan niat untuk membahas permasalah foto iseng yang membuatnya begitu penasaran. Ia hanya ingin tahu, siapa dan ada hubungan apa Aileen tidak pria itu. Hanya itu.
Namun sepertinya, ia harus membahasnya esok pagi setelah mentari menyembul dibalik celah tirai dan membawa Aileen dalam gendongannya untuk memindahkan istrinya itu ketempat yang lebih nyaman lagi, ke kamar mereka tentunya.
Bahkan, sesaat Aileen telah terpejam nyaman di atas kasur, wanita itu serasa damai dalam tidur. Vhi mengerti. Istrinya pasti memiliki masa-masa cukup berat untuk hari ini dan ia hanya bisa memberikan kecupan ringan di kening itu sebelum dirinya berbenah diri dan ikut berbaring.
***
Waktu kenyataannya begitu cepat berlalu, saat malam menjadi pagi tatkala dirinya telah terbangun dari mimpi indah. Bahkan, mereka tak menyadari sesaat harus bangun begitu awal dari seharusnya. Namun, itu ada gunanya karena Vhi seketika mengingat persoalan kemarin.
Maniknya sontak melirik kearah Aileen yang tengah memberikan polesan pada wajahnya. Entah apa namanya itu karena ia tidak peduli. Kedua kakinya ia biarkan berhenti tepat di dekat kasur dan terduduk. Membiarkan kimono yang dikenakannya harus menerima tetesan air dari surainya. Lantas membasahi bibirnya.
"Love, aku ingin menanyakan satu hal."
Penuturan dari Vhi, sungguh membuat Aileen terkejut. Namun sekilat, memberikan fokus pada sang suami dengan membalikkan badan. "Mau menanyakan apa?"
Buru-buru, Vhi memperlihatkan layar ponselnya yang menyala, dimana memperlihat potret Aileen yang memeluk seorang pria. "Dia siapa? Seseorang mengirimiku dan membuat kepalaku berdenyut saja."
Aileen belum memberikan balasan. Dapat dilihat, saat pribadi itu kini mengambil langkah untuk mendekat kearah Vhi seraya mengambil handuk kecil yang berada di atas kasur. Ia peruntukkan untuk suaminya saat dirinya memilih untuk duduk di belakang Vhi lantas mulai mengeringkan surai yang basah itu begitu saja.
"Aku harus menjawabnya?"
"Tentu, kenapa tidak?"
Aileen menganguk beberapa kali lalu tersenyum. "Dia teman masa kecilku. Namanya Jean, sekaligus atasanku. Ya, sekarang, mantan atasan karena setelah hari ini, aku bukan lagi bagian dari perusahaan itu." Pribadi itu memberikan penjelasan dengan lembut sembari memberikam gosokkan halus pada handuk dan surai itu.
Sekilat, Vhi membuat sebelah alisnya terangkat. "Tidak ada kata lebih dari itu'kan?"
Pertanyaan kolot itu membuat Aileen ingin tertawa. Suaminya serasa begitu takut.
"Tidak. Aku'kan, sudah punya suami. Kenapa harus mencari lagi?" kekehnya dan dengan gerakan cepat, Vhi membalikkan tubuhnya untuk menatap paras Aileen yang begitu gemulai.
Vhi menghela napas dengan lega. "Syukurlah, aku merasa takut saja."
"Dan dapat kulihat dari matamu. Tenang saja, Aileen hanya untuk Vhi dan Vhi hanya untuk Aileen." Sambil menuntun jari telunjuknya untuk menyentuh hidung bak perosot itu. Hingga Aileen tidak menyadari jika dirinya telah membangukan sisi lain dari Vhi, walau hanya karena sentuhan itu.
Aileen hendak berdiri dari duduknya, tetapi tertahan karena ulah Vhi. "Kenapa? Ada pertanyaan lagi?"
Vhi mengangguk. "Pukul berapa sekarang?" yang sekilat membuat Aileen melirik ke arah jam beker yang masih menampilkan angka 6.
"Pukul 6, ada apa?"
Sungguh, demi apapun itu! Aileen mulai merasa tidak baik-baik saja setelah melihat mimik muka Vhi yang seakan ingin memangsanya setelah menggigiti bibir bawahnya. Ia mencoba optimis, tetapi sang empu kini memangkas jarak untuk membisikkan satu hal. Bahkan bisikan itu membuatnya gemetar tatkala diiringi dengan nada sensual.
"Love, aku mengingankanmu."
Mendengar itu, terus saja membuat jantung Aileen terpacu dengan cepat. Sangat luar bisa! Vhi selalu saja membuatnya seperti ini.
"Kita harus kerja! Nanti kau akan terlambat!" Hanya itu yang ada diakalnya, tetapi ia yakin, Vhi memiliki ribuan akal untuk menjadi dominan.
"Kita masih punya banyak waktu, love. Tenang saja, aku akan bermain sangat lembut, atau kau mengingankan aku bermain dengan agak kasar?"
Sial. Kenapa ia tidak punya satu alasan untuk menolak? Bahkan ketika Vhi kini menjadi dominan pada dirinya yang membuatnya tidak bisa menolak karena ia juga menikmati dan merindukan sentuhan itu.
Tbc.
Makasih udah mampir teman-teman😍
Dan maaf kalau masih ada typo👉👈
I purple u💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top