19) Brittany

SPACE






Zacky Fernando dan Gwenneth Felicia menjadi sepasang nama yang hangat diperbincangkan di kalangan seluruh warga sekolah akhir-akhir ini. Terciumnya kedekatan di antara dua sosok kondang di SMA Antares itu jelas menjadi topik yang menyenangkan untuk dibahas. Ketika penyabet medali emas olimpiade astronomi tingkat nasional terlibat dalam percikan asmara dengan leader anak cheers yang merupakan seorang bule. Nama Zacky dan Gwen terus meroket hingga kini berita kedekatan mereka bertengger di posisi teratas sebagai gosip paling hangat seantero Antares.

Kedekatan itu mulanya tercium ketika anak kelas Zacky dan Gwen merasa ada yang janggal dengan mereka. Pasalnya Zacky dan Gwen yang dikenal bagaikan Tom dan Jerry tiba-tiba saja tanpa adanya angin dan hujan jadi sering mengumbar keuwuan. Ya walaupun terkadang tetap saja masih berdebat. Mulai dari mengerjakan tugas bersama, Gwen yang sering berbagi bekal snack-nya dengan Zacky, Zacky yang mengajari Gwen ketika gadis itu kesusahan memahami suatu materi, atau ketika sedang bermain game bersama.

Desas-desus itu pun semakin meluas ketika Zacky dan Gwen mulai berani untuk go public. Hal itu ditunjukkan dengan Zacky dan Gwen yang sering tertangkap berangkat sekolah bersama, Zacky yang terlihat menemani Gwen latihan cheers, atau Gwen yang akan menghabiskan makan siangnya di depan laboratorium astronomi sambil menunggu Zacky selesai bimbingan.

"Tau nggak, sih, Zack? Kalo gue nurunin marga Bokap, nama belakang kita bakal sama tau," ujar Gwen pada Zacky di suatu hari ketika kelas sedang jamkos.

"Oh, ya?" Zacky menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

Gwen mengangguk. "Nanti nama gue jadinya Gwenneth Ferdinand. Zacky Fernando sama Gwenneth Ferdinand."

Zacky berdecak. "Itu, sih, beda, Gwen!"

"Ya bodo! Yang penting sama-sama ada 'fer'-nya di awalan!"

"Tapi ngomong-ngomong, kenapa lo nggak nurunin marga bokap lo?" tanya Zacky penasaran.

"Karena percuma."

"Percuma?"

"Iya lah percuma. Kalo udah nikah nanti, kan, marga gue bakal ngikut suami. Nggak nurunin marga Bokap juga sama aja, sih, percuma. Nama 'Felicia' gue nantinya bakal keganti. Padahal yang gue suka dari nama gue itu 'Felicia'-nya."

Zacky bergumam tanda mengerti. "Oh, ya. Bukannya kalo orang luar itu namanya tetep ada nama tengahnya, ya? Tapi biasanya yang dipublis cuma nama depan sama marganya aja."

Gwen mengangguk. "Gue juga gitu."

"Seriusan lo?" Zacky jelas terkejut mendengar fakta ini. Pasalnya sejak dulu yang ia tahu nama panjang Gwen itu Gwenneth Felicia. Bahkan name tag gadis itu di seragamnya juga tertera demikian.

Gwen sekali lagi mengangguk. "Gwenneth Brittany Felicia. Itu nama panjang asli gue."

"Brittany?"

"Diambil dari kata 'British'. Gue, kan, darah campuran. Mommy Inggris, Daddy Irlandia. Dan dua-duanya termasuk negara yang masuk ke dalam wilayah Britania Raya. Jadi gitu, deh."

"Such a beautiful name," puji Zacky dengan tulus.

"Hah?" Gwen mengejapkan matanya beberapa kali. "What did you say?"

"Such a beautiful name," ulang Zacky.

"You mean ... my name?"

Zacky merotasikan bola matanya dengan malas. "Iya lah nama lo. Ya kali Si Sabun?"

"Si Sabun?"

"Zen, siapa lagi?"

Dan setelah itu keduanya pun tertawa.

"Thank you," ucap Gwen setelah tawanya mereda. Gadis itu menyampirkan sejumput rambutnya ke belakang telinga. "At first I didn't really like my middle name actually."

"Why?"

"Yeah ... I don't even know why. I just don't like 'B'. Sounds a lil bit weird in my ears."

"Wow. You are British but use an American accent."

"Lo berdua kalo ngomong nggak usah inggrisan bisa nggak, sih? Gue yang denger berasa lagi listening dadakan tau nggak?!" Keira yang duduk di depan Zacky dan Gwen berseru protes dari bangkunya.

Gwen melotot ke sahabatnya itu, seolah-olah tatapannya berkata: Ganggu aja lo!

"Ah elah kayak nggak pernah liat orang PDKT-an lo, Kei!" cibir Zen dari sudut kelas. Cowok itu berkata tanpa menoleh dengan tangannya yang sibuk menyalin tugas milik Fanya untuk mata pelajaran berikutnya.

"Ya elo, sih, enak di pojok, Zen! Gue yang di depannya persis, nih! Berasa nyamuk!" Keira jadi ngegas sendiri. Ia kesal karena selalu jadi saksi keuwuan orang, tapi tidak pernah mengalaminya sendiri.

"MAKANYA CARI PACAR! Jodoh lo mana mau ngedeket kalo tau calonnya modal pinter halu doang kayak lo?" sahut Zidan.

"Wah sialan mulut lo lemes banget, ya, Dan!" Keira mengacungkan tinjunya di udara, diarahkan ke arah Zidan, seolah sedang mengancam cowok itu.

"Udah, deh, kalian jangan ribut terus!" lerai Fanya mencoba menghentikan perdebatan. "Kalo masih berantem lagi gue jodohin juga lama-lama kalian."

"NANTI NANGEEEESS!!!" seloroh Aina dari deretan bangku depan. Gadis itu menoleh ke belakang untuk menunjukkan cengiran tengilnya pada Fanya. Sudah menjadi rahasia umum di kelas mereka jika Zidan dan Fanya sering dijodoh-jodohkan.


☘️☘️☘️


Gazebo taman menjadi salah satu tempat favorit di SMA Antares. Sebuah bundaran tempat duduk terbuat dari besi dengan kanopi sebagai atapnya. Taman SMA Antares bisa dibilang cukup asri. Dilengkapi dengan tanaman berbagai jenis, kolam ikan, serta air mancur yang memahkotai di tengah.

Siang itu di jam istirahat kedua, Gwen meminta Zacky untuk mengajarinya terkait materi Kimia. Biasanya mereka akan di kelas, tapi kondisi kelas mereka saat ini sedang tidak kondusif. Zen dan Zidan dengan segala tingkah mereka berhasil menyulap ruang kelas menjadi lapangan bulutangkis dadakan.

"Zack, kalo ini apa?" tanya Gwen.

"Bacain dulu soalnya. Nanggung, nih, dikit lagi," jawab Zacky. Anak itu sedang membuat rangkuman materi baru dari mapel Bahasa Indonesia.

"Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berada di laboratorium," Gwen membacakan soal.

"Itu materi kelas sepuluh elah, Gwen. Diulang doang. Coba bacain pilgannya!"

"A: Makan dan minum di laboratorium, B: Hanya mencuci tangan saat di awal kegiatan, C: Tidak sembarangan menggunakan bahan yang tidak jelas labelnya, D: Mencampurkan sesuka hati semua bahan di tabung erlenmeyer, E: Menggunakan baju pelindung, sarung tangan, dan sandal."

"Kalo menurut lo apa?"

"Mm ... E?"

Seketika tawa Zacky pecah begitu saja. "Kita kelas sepuluh baru kemarin lho."

Gwen menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Nggak tau, ah, gue lupa."

"Yang opsi E isinya apa?"

"Menggunakan baju pelindung, sarung tangan, dan sandal."

"Menurut lo lawak nggak kalo di lab pakenya sandal?"

Gwen terdiam sebentar, loading, sebelum akhirnya sebuah cengiran tanpa dosa terbit di wajahnya.

"Iya, ya? Lawak banget di lab pake sandal," Gwen geleng-geleng. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang terang-terangan menunjukkan kebodohannya di hadapan Zacky. Ya ... walaupun Zacky sudah tahu soal itu, sih.

"OEMJI KAPAL BARUNYA ANTARES, NIH, BOS!!!"

Zacky dan Gwen tersentak kaget begitu sebuah seruan mengejutkan mereka dari arah belakang. Verissa dan Sora. Gwen langsung mendengus begitu netranya mendapati keberadaan Sora. Kenapa, sih, di saat ia sedang ingin berduaan dengan Zacky gadis itu selalu muncul?

Verissa dan Sora bergabung ke gazebo. Verissa cengengesan melihat wajah kusut Gwen. Kentara sekali jika sang Kapten Cheers itu merasa terganggu. Kedua gadis itu meletakkan mukena mereka di atas meja gazebo.

"Astagfirullah gue lupa belum shalat dhuhur!" Zacky menepuk dahinya begitu melihat mukena yang dibawa oleh Verissa dan Sora. Cowok itu terlalu asyik merangkum sampai-sampai kelupaan untuk menjalankan ibadah shalat dhuhur.

"Ver, Ra, sekarang jamaah kloter keberapa di mushola?" tanya Zacky sambil melepas sepatu dan kaos kakinya.

"Nggak tau gue. Tadi kita masuk langsung ngikut aja," jawab Verissa mewakili.

"Gwen, gue titip sepatu sama kaos kaki, ya?" pinta Zacky.

Gwen pun mengangguk.

Kepergian Zacky menuju mushola tak luput dari pandangan Gwen. Gadis itu menatap punggung tegap tersebut yang perlahan menjauh. Sosok Zacky lantas hilang di tengah kerumunan yang ada di area wudhu.

"Cup, cup, cup. Jangan nangis, Gwen Sayang ... " Suara Verissa terdengar sangat menyebalkan di telinga Gwen.

"Pasti berat, ya, suka sama yang beda?" tanya Verissa dengan wajah yang dibuat sok prihatin.

"Apaan, sih, lo, Ver!" Gwen berdecak. Gadis itu memutuskan untuk menatap buku Kimia-nya lagi. Mood belajarnya hilang sudah.

"Lo udah jadian belum, sih, sama Zacky?" tanya Sora penasaran.

"Bentar lagi juga jadi. Kenapa? Nggak terima lo?" jawab Gwen dengan wajah songong.

Sora terkekeh sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Santai, dong, Gwen. Gue, kan, cuma tanya."


☘️☘️☘️



"Baiklah. Kita cukupkan dulu ekskul hari ini. Kalian boleh pulang. Terima kasih dan selamat sore," ucap guru pendamping ekstrakurikuler OSN Astronomi mengakhiri kegiatan.

Zacky membereskan peralatan tulisnya ke dalam tas. Cowok itu melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul lima sore.

"Gue duluan, Zack!" Salah seorang teman satu ekskul Zacky berpamitan padanya sambil menepuk-nepuk punggung.

"Yoi," balas Zacky.

Cowok dengan rambut hitam legamnya yang terpangkas rapi itu keluar dari ruangan. Baru saja kakinya hendak melangkah menuju tangga, suara berisik dari lapangan membuat langkahnya terhenti. Zacky mendekat ke dinding pembatas untuk melihat lapangan sekolahnya dari lantai tiga. Ada lautan manusia dalam skala kecil yang terbentuk di sana.

"GO, GO, GO! ANTARES!"

Sebuah objek menarik atensi Zacky seutuhnya. Seorang gadis dalam balutan pakaian pemandu sorak berwarna merah dan putih lengkap dengan pom-pomnya. Gadis berkulit putih pucat dengan rambut kecokelatan alami yang diikat satu bak ekor kuda. Gadis itu terus berseru penuh semangat ke arah teman-temannya, memimpin jalannya kegiatan dengan sangat baik, sangat energik. Zacky tersenyum tipis tanpa sadar.

Zacky tentu saja mengenalnya. Sosok yang sangat familiar, Gwenneth Felicia. Seorang gadis penuh tingkah yang menjabat sebagai teman sebangkunya sejak kelas sepuluh. Awal tahun ajaran baru kemarin ia diangkat menjadi leader anak cheers yang baru. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan dari seorang Gwen yang kadar kesungguhannya dalam bersekolah patut dipertanyakan.

"TO THE WORLD, WE ARE ANTARES!"

Suara seruan Gwen kembali memasuki pendengaran Zacky, membuat lamunannya buyar. Gwen memimpin atraksi-atraksi akrobat yang sedang dipertunjukkan oleh ia dan timnya. Di bawah komandonya, Gwen memimpin setidaknya tiga puluh anak. Mereka melakukan banyak atraksi menakjubkan, membentuk formasi yang mengagumkan, menggaungkan nama Antares dengan bangga tanpa henti. Pertunjukan mereka sangat indah jika dilihat dari ketinggian seperti ini.

Zacky pun memutuskan untuk turun. Selama perjalanan, seruan Gwen dan timnya masih dapat didengar, bahkan semakin jelas seiring ia mendekati lantai dasar. Cowok itu akhirnya tiba di koridor utama. Dari sini Zacky bisa menyaksikan Gwen dengan lebih leluasa. Namun, entah kebetulan atau bagaimana, begitu Zacky tiba di lantai satu, atraksi Gwen dan timnya selesai. Gadis itu berdiri di puncak paling tinggi dari formasi menara terbesar yang dibuat oleh anak-anak cheers. Senyumnya merekah lebar meskipun wajahnya tampak letih. Anak rambutnya yang terlepas dari ikatan disapu oleh angin sore yang berembus pelan.

"Lagi liatin Gwen, ya, Zack?"

Tiba-tiba suara bisikan terdengar di telinga Zacky. Cowok itu yang masih tenggelam dalam keterpanaannya dari Gwen pun reflek mengangguk. Senyuman merekah di bibirnya.

"Gwen cocok nggak jadi kapten anak cheers?"

"Cocok," jawab Zacky masih belum sadar.

"Dia keren nggak kalo lagi nge-lead gitu?

"Iya, dia keren."

"Gwen cantik, ya, Zack?"

"Iya, dia cantik."

Seketika itu juga Zacky terkesiap. Alam bawah sadarnya berhasil membangunkannya untuk kembali ke realita. Ia lantas melirik sinis ketika suara tawa penuh kepuasan pecah di sebelahnya.

Revan. Cowok yang dipenuhi peluh dengan jearsey tim basket SMA Antares yang melekat di tubuhnya itu tertawa ngakak. Tangannya memegangi perutnya yang terasa kaku.

"Nggak lucu, Bang," ucap Zacky datar.

Revan menyeka peluh pada pelipisnya di tengah sisa tawanya. "Ah elah gitu doang ngambek Si Jaki."

Zacky melambaikan tangannya tak peduli. Cowok itu melenggang di hadapan Revan. Ia hendak ke parkiran.

"Eh, woi, tunggu!" Revan berseru. Cowok itu berlari menyusul Zacky sambil men-dribble bola basketnya ke lantai.

"Lo ngambek, Jak?" tanya Revan setelah menyamai langkah Zacky.

"Nama gue Zacky."

Revan tertawa renyah. "Iye, dah, Zacky. Lo ngambek?"

"B aja."

"Halah tipu!"

Zacky diam-diam mendengus. Cowok itu tetap fokus pada tujuannya untuk pergi ke parkiran. Ia sama sekali tidak menoleh pada Revan.

Lebih tepatnya, Zacky sedang berusaha mati-matian supaya tidak terlihat salah tingkah.

"ALVENO!" Revan berseru persis di sebelah Zacky. Telinga cowok sampai berdengung karenanya.

Alveno, gitaris utama dari band kebanggaan SMA Antares, menoleh ketika mendengar seseorang menyapanya. Alveno sedang berada di depan perpustakaan. Ternyata cowok itu tidak sendiri. Ia bersama dengan seorang gadis. Zacky kenal gadis itu. Verissa Hasana namanya.

"Pacaran, ya, lo berdua?" todong Revan dengan volume suara yang tak dapat dikondisikan.

"Kepo lo!" cibir Alveno dengan nada malas. Cowok itu lantas mengajak Verissa untuk segera pergi dari sana.

"Lah kabur," gumam Revan dengan muka cengo menatap kepergian dua sejoli itu.

Revan dan Zacky ada di lorong kelas Bahasa sekarang. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan sosok anak Adam yang tengah menghabiskan satu cup mi instan pada sebuah bangku memanjang yang ada di lorong. Cowok itu sendirian.

"Woi, Bro!" sapa Revan dengan ramah. Lebih tepatnya, dia sedang SKSD──sok kenal sok dekat.

Cowok itu menoleh.

"Lah elo ternyata?" Revan berusaha mengingat-ingat namanya. "OH! Lo Zen Panudiredja, kan? Iya, kan?"

"Woi, Bang, jangan sembarangan ganti nama orang lo! Tanudiredja, bukan panu! Kasian kambing yang Nyokap sembelih dulu kalo lo asal ganti nama," balas Zen.

Zacky menghela napas lelah. Dosa apa pula yang pernah ia perbuat di masa lalu hingga ditakdirkan untuk berteman dengan sosok seperti Zen.

"Ngapain lo belum balik?" tanya Zacky pada sohibnya itu.

"Eh, gue──"

"Zen, ayo bal──ik."

Zacky bisa melihat Sora yang baru saja keluar dari kelas. Cowok itu baru sadar kalau ia ada di lorong kelas Bahasa sekarang. Ia lantas menatap Zen dan Sora secara bergantian. Sementara Zen, sohibnya yang sedang ia tatap, hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Zacky mengangguk. Cukup tahu saja. Cowok itu pun pamit untuk melanjutkan langkahnya lagi menuju parkiran.

"Zack, Zack!"

Zacky menoleh. Astaga! Ternyata Revan masih mengekorinya.

"Lo ngapain, sih, ngikutin gue?" tanya Zacky.

"Lah kepedean. Gue mau ambil motor di parkiran woi! Lo kira sekolah ini punya moyang lo jadi cuma lo yang boleh ke sana?"

Zacky membuang muka ke sembarang arah. Ah, sial. Cowok itu sepertinya terlalu kesal dengan Revan akibat kejadian tadi hingga bertindak bodoh seperti ini.

"Lo nggak pulang bareng Ibu Negara?" tanya Revan.

"Ibu Negara?" Zacky tampak tak mengerti.

Revan berdecak. "Kayaknya guru-guru kebanyakan jejelin lo rumus astronomi sampe soal ginian aja otak lo nggak nyampe. Gwen elah yang gue maksud!"

Oh, Gwen rupanya.

"Buat apa? Dia anak orang tajir. Paling-paling juga dijemput sama supirnya," ucap Zacky acuh tak acuh.

"Ah, skip aja. Lo nggak bisa diajak ngobrol soal ginian," Revan melambaikan tangannya di udara.

"Oh, iya. Ngomongin soal Gwen, lo nggak cemburu apa sama gue?"

"Ngapain cemburu?"

"Secara, kan, gue sama dia sering bareng di lapangan. Dia kapten cheers, gue kapten basket. Banyak yang bilang kita cocok lhoo," ujar Revan, sengaja. Ia ingin memanas-manasi.

Zacky terkekeh. "Emang cocok. Kapten basket sama kapten cheers. Sepaket lah."

"AH ELO MAH GITU! Pasrah amat, sih, lo, Zack?!" Revan mengerang frustrasi.

"Ya terus gue harus gimana? Salah mulu heran."

"YA PERJUANGIN LAH! Cemburu, kek, waktu gue panasin, atau gimana! Ini malah terima-terima aja. Laki bukan lo?"

"Ini juga lagi mau diperjuangin."

"Hah? Gimane?"

"Nggak."

Revan memicingkan matanya ke arah Zacky. "Ngaku sama gue. Lo suka sama Gwen, kan?"

"Sotoy lo!"

"Dih, malah ngatain gue. Udah lah jujur aja!"

"Sapa lo maksa gue?"

"HEH, BOCAH! Dibilangin malah ngelawan!"

"Sorry gue sama lo cuma selisih setahun aja."

"Oh, iya, yak?"

Kali ini Zacky yang mengerang frustrasi. Cowok itu mempercepat langkahnya. Namun, lagi-lagi kakinya harus berhenti. Zacky berada tidak jauh dari ruang kepala sekolah. Revan yang berada persis di belakangnya nyaris menabraknya karena ia berhenti mendadak.

"Buset lo kalo ngerem nyalain riting dulu, dong!" protes Revan karena dahinya nyaris terantuk kepala Zacky. Namun, begitu melihat Zacky hanya diam saja, cowok itu mengikuti arah pandang Zacky.

Seorang pria paruh paya dengan seorang remaja laki-laki baru saja keluar dari ruang kepala sekolah. Remaja itu sepertinya sebaya dengan Zacky. Zacky dan Revan terus memperhatikan dua orang itu dari kejauhan.

"Zack."

"Hm?"

"Dia sapa dah?"

"Mana gue tau."

"Kok, lo nggak tau, sih?!"

"Ya orang gue emang nggak tau!"

"Oh, iya, mangap."

Zacky dan Revan kembali memperhatikan dua orang tadi yang mulai melangkah menjauh.

"Zack."

"Apa lagi?"

"Anaknya cakep ye?"

Zacky menoleh cepat ke arah Revan. Matanya menatap ngeri pada kakak kelasnya itu. Bulu kuduknya berdiri seketika. Ia merinding.

"Ngapa lo?" tanya Revan karena ditatap Zacky dengan cara yang aneh.

"Lo belok, Bang?"

"Belok?"

"Lo bilang anak tadi cakep."

Seketika itu juga Revan tertawa kencang. Tangannya ia lambaikan di udara. "Gue becanda doang kali. Gue masih doyan cewek."

"Lo kata makanan pake doyan?"

Revan terkekeh. "Gue udah ada inceran, kok, sans. Besok niatnya gue mau nembak dia. Doain, ya, Zack?"

Penuturan Revan barusan sukses membuat Zacky terkejut. "Lo suka sama siapa?"

Revan mengedipkan sebelah matanya. Oh, rupanya cowok itu mau sok misterius. Baiklah, Zacky tidak akan memaksa. Revan pun meninggalkannya seorang diri di tengah lorong.

Zacky kembali menoleh ke arah ruang kepala sekolah. Sudah tidak ada siapa-siapa. Terbesit rasa ingin tahu di hatinya.

Dalam batinnya Zacky bertanya-tanya, siapa remaja laki-laki tadi?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top