16) Toleransi

SPACE




Siraman terakhir untuk bunga mawar kesukaan Keira, ia tersenyum hangat merawat bunga kesayangannya. Bunga itu ia dapatkan dari Andromeda, saat Andromeda berkunjung ke rumahnya. Ia menikmati minggu pagi dengan ceria sambil melihat keakraban adiknya dengan adik Revan yang sedang belajar bersama di taman.

"Calon adik ipar, akrab banget sama adik gue," gumam Keira sambil terkikik.

Tin! Tin!

Suara klakson mobil mengalihkan perhatian Keira. Revan keluar dari mobil hitamnya, menoleh dan mendapati Keira yang sedang menatapnya. Ia pun berjalan menghampiri Keira yang disambut senyuman olehnya.

"Kei, gue mau jemput Raya," ucap Revan.

"Eh? Masih jam sembilan, lho, ini."

"Iya, karena keluarga gue mau ada acara."

"Ohh, gitu," ucap Keira. Dia terdiam sejenak melihat penampilan Revan yang terlihat rapi dari biasanya.

"Eh, itu si Raya ada di sana." Keira menunjuk dua gadis kecil yang sedang mengerjakan tugas bersama di bawah pohon.

"Mau ketemu sama ortu lo dulu, Kei."

"Nga-ngapain?"

"Pamitan ngajak Raya baliklah, Kei."

Keira melongo sambil mengangguk paham. Kirain mau ngelamar gue, batin Keira.

"Ya, udah, ayo masuk."

Keira menaruh gembor di rak peralatan kebunnya. Btw, ia jadi suka menanam bunga dan berkebun sejak trennya ibu-ibu mencari bunga janda bolong. Bukan malah ibu Keira yang mengikuti tren tersebut, tetapi justru Keira-lah yang meracuni ibunya dengan tren tersebut.

"Eh, ada Revan," ucap ibu Keira yang kebetulan sedang duduk dengan ayah Keira di ruang tengah.

Keira berjalan di belakang Revan, perasaannya campur aduk, pikirannya ke mana-mana. Ia berhalu andai situasi ini adalah ketika Revan ingin serius lebih lanjut dengannya.

Aish! Keira memejamkan mata, menggeleng kuat-kuat. Halunya bikin mabuk kepayang.

Brak!

Meongggg!

"Kerly!" teriak gadis dengan pakaian kaos pendek dan celana training pendek dari arah samping rumah Keira. Terlihat mukanya seperti baru bangun tidur.

Kucing putih itu mengeong tak suka dikejar oleh Gwen, sehingga melompat ke dada Revan yang sedang duduk di sofa. Revan terkejut, sontak berdiri menghindar.

"Kei, kucing lo mahal tapi nggak mau disentuh sama gue," ucap Gwen cemberut sebal.

Revan merapikan kemejanya. "Karena lo galak," ucap Revan.

Gwen melotot lalu bersungut, "He! Lo siapa, ha?! Ikut campur pembicaraan gue!"

Gwen berjalan mendekati Revan sambil melipatkan tangan di depan dadanya. "Oh, iya, lo kakak kelas gue yang rese itu, kan?"

Keira menepuk dahinya. Dua orang itu ketika bertemu di luar latihan cheers pasti akan berdebat. Ibu Keira dan ayah Keira masih asyik duduk seperti sedang menonton sebuah adegan sinetron.

Revan mendengkus menahan marah. Ia menoleh ke arah ibu dan ayah Keira. Tersenyum lantas berucap, "Om, tante, saya izin mau jemput Raya, ya."

"Iya, hati-hati, ya, Van," ucap Ibu Keira.

Revan melengos pergi, tak menghiraukan Gwen yang masih menggebu amarahnya. Gwen tersenyum kaku ke arah ibu dan ayahnya Keira lalu menyusul Revan, begitu juga dengan Keira yang berlari kecil menyusul dua orang itu.

"Woy! Jangan asal pergi lo."

Revan berbalik badan. "Apaan, sih, Gwen! Gue nggak mau berdebat, ya, sama lo. Gue banyak urusan, nggak penting ngeladenin lo!"

"Wah, rese lo!"

Gwen itu cewek yang tidak suka ditantang, dan selalu berujung emosi ketika berbicara dengan orang yang menurutnya resek.

"Udah, deh. Kalian itu kalo ketemu kayak kucing sama tikus aja, deh. Nggak malu apa lo berdua debat di depan ortu gue?"

"Dia dulu, Kei! Dia yang rese tiba-tiba bilang gue galak."

"Udahlah, Gwen. Lo jangan kayak kucing sama tikus. Yok, baikan, yok! Bisa, yok," ucap Keira.

"Dasar tikus!" ucap Revan.

"Lo anjing!" bentak Gwen.

Keira menghela napas. "Heh, Gwen! Ntar ortu gue denger," ucapnya lirih.

"Ya, udahlah, gue mau balik. Males ladenin cewek gila." Gwen melotot lagi, mukanya sengit menatap Revan.

"Raya! Ayo, pulang." Adiknya Revan berlari menghampirinya disusul adiknya Keira yang melambaikan tangan ke sahabatnya itu.

"Gue balik, ya, Kei." Keira mengangguk menanggapi Revan.

Gwen masih menatap nyalang ke Revan sampai mobil itu pergi dari halaman rumah Keira.

"Udah, ah, Gwen. Lagian, sih, lo bukannya ibadah malah ke rumah gue."

"Astaghfirullah. Oh, iya, kok gue nggak inget, ya, hari ini hari Minggu."

Keira melotot ketika mendengar celetukan Gwen. "Ih, Gwen, inget, kalung lo ... bagus."

Gwen menepuk dahinya, ia jadi lupa dengan tanda salib di kalungnya. Berteman dengan seorang muslim, terlebih lagi ia duduk bersama Zacky yang juga kadang membuat Gwen spontan mengucap kata yang sering teman-temannya ucap.

"Gue balik aja, deh."



🍀🍀🍀



Brak!

Semua atensi tertuju pada gadis berkuncir kuda, sang ketua gibah. Ia mengejutkan seisi kelas dengan menggebrak meja di Senin pagi ini. Untungnya, tidak ada upacara yang membuat make-up para siswa centil luntur, tidak ada yang dihukum karena terlambat, dan tidak ada kata lenguhan dari siswa setiap kali kepanasan.

Damai sekali pagi ini seperti hidup Gwen yang hanya duduk di bangku Fanya melihat Keira menyalin lembar jawaban Fanya. Tentu saja Gwen tidak mengerjakannya. Ia lebih dulu menyalin lembar jawaban itu.

Lalu, Gwen hanya melirik malas ketua gibah itu, apa yang akan ia sampaikan?

"Gue ada berita hangat!"

"Hangat, sehangat roti hangat yang dua rebuan di kompleks gue," ucap gadis itu penuh dramatis, yang disusul sorakan oleh seisi kelas.

"Zacky, belum berangkat, kan?" tanya gadis itu tiba-tiba.

"Emang napa? Tumben nanya Zacky," tanya Gwen.

"Berarti bener yang gue lihat, dia tadi berangkat bareng anak Bahasa!"

"Anak Bahasa? Siapa?" tanya Keira.

Gwen berpikir sejenak, alisnya mengerut. Dia sudah tahu siapa yang dimaksud si ketua gibah itu. "Yaelah, gitu doang."

"Emang lu kagak cemburu, Gwen?" tanya Zidan dari pojok kelas yang di sampingnya selalu bersama Zen.

Keira merengek ketika tipe ex miliknya diambil oleh Gwen untuk diluncurkan ke arah Zidan. "Ih, gelay!" Disusul tatapan tajam Gwen.

"Eh, orangnya dateng, diem, diem." Intruksi ketua gibah tersebut.

Zacky berjalan santai, tak menghiraukan tatapan teman sekelasnya yang tak seperti biasanya. Ia meletakkan tas dan duduk, lalu berbalik badan.

"Woy, ayo, mabar," ucapnya pada Zidan dan Zen.

"Yok, gas." Zidan dan Zen menghampiri Zacky. Zidan duduk di bangku Gwen, lalu Zen mengambil bangku miliknya untuk di taruh di samping meja milik Zacky.

Gwen terdiam sesaat, jarinya mengetuk-ngetuk meja. Ia sedang berpikir. Kenapa ia merasa terganggu mendengar berita tersebut? Seharusnya ia bodo amat.

Ia menggeram kecil lalu berdiri. "Minggir!" bentak Gwen kepada Zidan dan Zen.

Namun, perintah Gwen tak didengar oleh mereka bertiga. Mereka asyik bermain hingga lupa sang singa betina sudah kembang kempis menahan marah.

Gwen sedikit membungkuk di samping Zidan. "Woy!" teriak Gwen tepat di telinga Zidan.

Zidan terlonjak kaget, mengusap-usap telinganya, "Etdah, Gwen, mulut lo kayak toa!"

"Gue bilang minggir, minggir! Lo budeg, ya? Bel udah bunyi, noh."

"Yaelah, iya-iya." Mereka berdua lantas pergi ke bangku masing-masing.

Zacky masih dengan tatapan polos tanpa salah, mengeluarkan buku dan pulpen dari tasnya. Selagi guru mapel belum datang, ia membuka buku itu untuk dibaca-baca lagi.

Gwen melirik Zacky. "Cie, jok belakang anget tuh didudukin cewe," sindir Gwen.

Zacky hanya melirik bingung lalu melanjutkan aktivitas membacanya. "Lo ngomong sama siapa?"

"Lo, lah!"

"Gue denger-denger, sih, ada anak bahasa yang gonceng cowok ngeselin yang bernama Zacky."

Zacky menaikkan sebelah alisnya, ia tersenyum tipis. "Gitu doang cemburu," ledek Zacky, Ia menunduk lagi untuk membaca. Perkataan Zacky membuat Gwen melotot sempurna.

"Gak usah ge-er!"

"Baperan amat lo, Gwen."

Iya, Gwen mudah baper dengan setiap sikap Zacky. Lantas, Zacky pun menjelaskan kenapa ia mengajak Sora berangkat bersama. Yang awal mula Zacky melihat Sora sedang sendirian menunggu ojek online. Cewek itu terpaksa harus turun dari angkot dikarenakan jalanan macet ada kecelakaan. Untuk menyingkat waktu, ia lebih memilih memesan ojek online. Kebetulan saat itu Zacky lewat, ia menawari Sora untuk berangkat bersama. Awalnya Sora menolak, tapi ketika melihat jam di ponselnya membuat Sora mengiakan ajakan Zacky. Ia lantas membatalkan pesanan tersebut sebelum si abang ojek melaju menuju ke lokasi Sora.

Gwen berpaling, mukanya memerah sedetik. Lantas berbalik menatap Zacky lagi. "Ya, udah, sih, nggak usah pake segala cerita serinci itu."

"Yaelah. Diceritain salah, kagak diceritain salah. Serah lu dah, Gwen."

Krsss sksk!

Suara speaker kelas tiba-tiba menggaung nyaring, pertanda akan ada pengumuman. Seisi kelas seketika terdiam.

"Innalilahi wa innailaihi rojiun, atas meninggalnya Bu Warti guru PPKN, tepat pukul tujuh pagi tadi dikarenakan kecelakaan. Untuk para siswa mohon saling mendoakan di kelas masing-masing."

Deg.

Semua siswa di kelas saling tatap. Mereka tidak menyangka guru yang akan mengajar mereka pagi ini telah berpulang. Beberapa ada yang menangis. Guru yang baik telah pergi.

Keira menutup mulutnya tidak percaya, Fanya memeluk Keira yang sudah hampir menangis.

Zacky dan Gwen masih terdiam dengan isi pikiran masing-masing. Zacky menoleh menatap Gwen, begitu pula dengan Gwen.

"Jadi ..., yang kecelakaan itu Bu Warti?" tanya Gwen dengan mata yang berkaca-kaca.

"Bisa jadi, Gwen." Zacky langsung lemas ketika mendengar berita itu. Kemarin ia menolak tawaran Bu Warti yang ingin mewakilkan dirinya untuk ikut lomba cerdas cermat 4 Pilar. Zacky menolak tawaran tersebut karena ia harus mempersiapkan UAS dan olimpiade lainnya.

Zacky sangat menyesal, ia mengacak-acak rambutnya frustrasi. Gwen lalu menahan tangan Zacky yang hendak pergi. Anggota OSIS telah datang. Mereka hendak memimpin doa serta meminta sumbangan seikhlasnya untuk kepergian Bu Warti.

Zacky duduk kembali. Sang anak OSIS memimpin doa. Seisi kelas diam khusyuk berdoa masing-masing.

Gwen memejamkan mata sambil melipat tangan, sedangkan Zacky memejamkan mata sambil menengadahkan tangan.

Indahnya perbedaan ini, apakah mereka berdua bisa seperti ini selamanya?





☘️☘️☘️




Jangan lupa vote, share, dan comment, ya! Thanks yang udah stay tune sampai sini.


Salam hangat,
All authors.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top