Prolog
Ribuan tahun yang lalu, Dunia dilanda kekacauan. Sebuah bencana maha dahsyat yang belum pernah penduduk Nexusia lihat muncul.
Sosok bencana tersebut adalah Lord Of Fiend, The One Who Is Many, The Harbinger of Destruction atau jikalau Manusia zaman sekarang memanggilnya, Raja Iblis.
Lord of Fiend awalnya hanyalah mahluk lemah dan tidak berdaya, hanya dapat bersembunyi dibalik bayang-bayang sambil merencanakan untuk menaklukan dunia yang telah menertawai dirinya dan tidak menerima dirinya. Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan tidak sadar, tahun telah berganti dan Lord of Fiend sudah semakin kuat, kekuatannya pada saat itu sanggup menarik perhatian ras-ras yang sama seperti dirinya, tertindas dan tidak diterima.
Tidak butuh lama untuk Lord of Fiend mendirikan pasukannya dan mulai menginvasi Nexusia secara keseluruhan. Kerajaan Elf yang pertama kali terkena dampak dari serangan Lord Of Fiend, lalu diikuti kerajaan-kerajaan lain yang satu persatu jatuh dibawah kekuasaan Lord Of Fiend yang sangat perkasa. Dalam misi penaklukan Nexusia, Lord of Fiend tidak memandang bulu dan menghancurkan apapun yang ada dihadapannya, bahkan kuil-kuil tempat menyembah para Dewa pun dia hancurkan.
Para Dewa dan Dewi yang merasa marah akan tindakan Lord Of Fiend yang semakin semena-mena, apalagi banyak Jawara para Dewa-Dewi yang telah Lord Fiend berhasil bunuh atau hasut untuk berada dipihak nya. Maka, turunlah para Dewa-Dewi dari Alam mereka, Jerdin Celeste.
Saat sang Dewa Perang menghadapi Lord Of Fiend beserta antek-anteknya, dia mendapati dirinya sangat kesulitan untuk menghadapi Lord Of Fiend, apalagi pasukannya itu sangat kuat, maka dari itu Dewa-Dewi dari Jerdin Celeste memutuskan untuk mengangkat derajat Ras Manusia dan memberi mereka teknologi yang jauh lebih canggih dari yang seharusnya mereka punya.
Aliansi Dewa-Dewi Jerdin Celeste dan Umat Manusia lalu melakukan serangan balik pada Lord Of Fiend dan juga pasukannya. Setelah lebih dari 500 tahun peperangan, seluruh Benua Nimoya, Kepulauan Arafuru dan Benua Aegis berhasil dibebaskan.
Namun semua itu bukan tanpa pengorbanan, banyak Dewa-Dewi Jerdin Celeste yang harus tewas akibat peperangan dahsyat ini dan ada juga yang terpecah menjadi puluhan kepingan yang mengandung kekuatan mereka, kepingan-kepingan ini tersebar ke seluruh Nexusia.
Perang Surgawi pun selesai saat Raja Manusia pada saat itu, Lucas Goermann I, menancapkan tombak dengan kekuatan para Dewa-Dewi yang telah wafat ke tubuh si Lord of Fiend. Sang pembawa malapetaka pun mati dan sinar mentari akhirnya kembali menyinari Nexusia.
Kini hanya tersisa dua Dewa-Dewi dari Jerdin Celeste, itupun mereka berdua sama-sama babak belur dan sekarat, jadi, mereka berdua pun mundur ke Jerdin Celeste dan mengurung diri mereka. Tindakan tersebut bukanlah hal yang bijak, karena dengan perginya dua Dewa-Dewi yang tersisa, Umat Manusia tidak memiliki figur yang dapat membimbing mereka dan menasehati mereka.
Perang Surgawi baru saja selesai, Perang Nexusia pun terjadi dan berlangsung selama berabad-abad, menyebabkan banyak sekali teknologi, budaya dan pengetahuan menghilang. Miliaran nyawa hilang begitu saja seperti mereka itu tidak ada harganya dan lagi-lagi Dewa-Dewi Jerdin Celeste yang tersisa harus melakukan intervensi berupa mengambil kembali semua yang telah para Dewa-Dewi Jerdin Celeste anugerahkan.
Sekarang, Umat Manusia kembali ke zaman pedang dan sihir, mereka tidak tahu kisah masa lalu mereka dan kehebatan mereka saat berada di masa lalu. Mereka mengetahui Perang Surgawi karena Dewa-Dewi Jerdin Celeste membuat ribuan prasasti yang disebarkan ke seluruh Nexusia, agar orang-orang tetap waspada akan kebangkitan Lord Of Fiend yang akan muncul suatu saat dimasa depan dan agar tidak mengulangi kesalahan pendahulu mereka yang memulai Perang Nexusia.
200 tahun sebelum kisah dimulai. Beberapa kelompok Kerajaan pun memutuskan untuk bergabung menjadi satu, sebuah Kekaisaran perkasa yang menaklukkan hampir setengah dari Benua Velandria. Kekaisaran Eisenblut memiliki sistem bernama Elector Council, dimana setiap perwakilan dari Kerajaan-kerajaan akan memilih Kaisar yang akan memimpin Kekaisaran selama 15 tahun kedepan, sistem ini awalnya mendapatkan banyak sekali pertentangan dan awal-awal Kekaisaran Eisenblut berdiri terdapat banyak pemberontakan. Namun Kekaisaran Eisenblut telah berdiri lebih dari 200 tahun dan sampai saat ini belum tergoyahkan sama sekali, apalagi setiap Kaisar itu tidak memiliki batas dalam mencalonkan diri sebagai Kaisar.
Pada masa Kaisar Gustav Sternenhimmel, Kekaisaran Eisenblut menjadi lebih ekspansionis dan sering melakukan perang dengan negara-negara lain di Benua Velandria yang menyebut diri mereka sebagai Koalisi Bangsa-Bangsa. Koalisi ini terdiri dari 30 lebih Kerajaan atau Negara kecil yang tidak menyukai visi misi dari Kekaisaran Eisenblut yang semakin semena-mena.
Perang Koalisi telah terjadi selama 20 tahun lamanya dan belum menghasilkan apa-apa selain penderitaan bagi kedua belah pihak. Pihak Koalisi yang sudah diambang batas, akhirnya memutuskan untuk meminta gencatan senjata dan perdamaian pun terpilih, Kekaisaran pun juga sudah diambang batas krisis karena peperangan berkepanjangan dan sangat bersyukur bisa diberi ruang untuk bernafas.
Namun kisah ini bukan tentang mereka... Kisah ini dimulai dengan cukup sederhana, di sebuah Kota bernama Orrinshire di Provinsi Barat Kekaisaran Eisenblut.
...
....
.....
Sinar mentari pagi lembut menembus kain penutup jendela di suatu kamar, di kamar ini juga terbaring seorang wanita muda yang masih terlelap di kasurnya. Si wanita muda nampak mengerang saat sinar mentari mengenai matanya, dia perlahan-lahan bangun dari tidur nyenyak nya. Si wanita muda lalu perlahan-lahan duduk.
"Mhm... Sudah pagi lagi... Kenapa dunia terasa sangat cepat." Si wanita muda melakukan sedikit peregangan badan.
Setelah merasa badannya sedikit lebih segar karena melakukan peregangan, si Wanita muda pun membuka kain di jendelanya dan dia langsung melihat pemandangan kota yang menawan. Banyak orang sudah beraktifitas, beberapa pedagang kaki lima membuka warung mereka dan burung-burung berkicau. Si Wanita muda tersenyum lembut melihat semua itu.
"Hari baru, Semangat baru." Si Wanita muda berkata sambil tertawa kecil.
"Lucena! Lucena! Bangun wanita muda! Kau ingin tidak memiliki pasangan seumur hidupmu?!" Suara wanita yang lebih tua terdengar dari bawah kamar si Wanita muda bernama Lucena.
Lucena tertawa mendengar teriakan tadi. "Iya Ibu! Aku sudah bangun kok!"
"Oh kau harus benar-benar sudah terbangun, atau aku akan menghajar bokong mu! Cepat kemari wanita muda, ini adalah hari baru!"
Lucena bersegera menanggalkan pakaian tidurnya satu persatu hingga dia tidak memakai pakaian sehelai pun, Lucena menggerai rambutnya yang panjangnya mencapai punggungnya. Dia lalu menuju ke pojok ruangan yang terdapat sebuah ember cukup besar berisikan air, Lucena menaruh tangannya pada sebuah ukiran yang mirip api di ember tersebut dan perlahan-lahan air dalam ember tersebut menghangat.
Lucena mengambil sebuah kain bersih yang ada di dekat sana dan mulai membersihkan setiap bagian dari tubuhnya. Setelah selesai mengelap seluruh badannya dengan air, Lucena lalu berjalan ke lemari pakaiannya dan memakai pakaian yang ia biasa pakai, gaun berwarna putih dengan beberapa bercak coklat pertanda dicuci tidak bersih.
Lucena lalu berjalan keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga. Saat dia turun, dia melihat sang Ibu sedang menyiapkan sebuah roti dan selai berwarna kehijau. Lucena berjalan dengan sesekali melompat dan memeluk Ibundanya.
Ibu Lucena yang dipeluk pun sedikit kaget, sebelum akhirnya ia berkata. "Lucena! Aku sumpah, suatu hari nanti kau akan menjadi kematian ku!"
Lucena hanya tertawa kecil mendengar hal tersebut. "Maaf Ibu, hanya saja aku selalu suka saat melihat kamu kaget."
"Kamu ini ya, dasar... Kamu benar-benar mirip dengan Ayahmu." Nada Ibu Lucena melembut dan ia mengelus kepala Lucena.
"Tentu saja, aku kan anak Ayahanda dan Ibunda! Ngomong-ngomong, dimana Ayahanda? Aku tidak melihatnya." Ucap Lucena melihat sekeliling, dia sudah melepaskan pelukan beruangnya pada sang Ibu.
"Ayah mu mendapatkan pekerjaan sebagai penambang di Tambang Selatan, dia pergi sejak hari masih gelap." Ucap Ibu Lucena yang lanjut membersihkan meja makan.
"Ayah akhirnya dapat kerja, eh? Ini telah sejak... Dua bulan?" Lucena mengingat-ingat.
"Kurang lebih, dia benar-benar senang mendapatkan pekerjaan sampai tidak mengabari putrinya sendiri." Ibu Lucena tertawa kecil, membuat Lucena menggembungkan pipinya.
"Ibu! Ah sudahlah, aku lapar, apa menu pagi ini?" Lucena duduk di kursi.
"Roti dan Selai Slime." Jawab Ibu Lucena dengan singkat.
"Kesukaan ku." Lucena lantas dengan sigap memakan roti besar dihadapannya dengan selai berwarna hijau tersebut.
"Oh iya, kamu hari ini akan ke Kuil lagi?" Tanya Ibu Lucena.
"Tentu saja, kenapa memangnya Ibu?" Tanya Lucena balik.
"Tidak ada apa-apa, hanya saja..." Ibu Lucena menggigit bawah bibirnya.
Lucena tersenyum ke Ibunya. "Harus ada yang berdoa padanya setiap hari, Bu, memastikan kalau dia diperlakukan baik di Jerdin Celeste."
"Ibu tahu Lucy, hanya saja... Ini sudah lebih dari 20 tahun kurasa? Ibu bahkan berhenti setelah melahirkan mu." Ibu Lucena berkata sambil mengepalkan kedua tangannya.
Lucena tersenyum sedih melihat sang Ibu dan dia lalu berjalan dan memeluk sang Ibu dari belakang. "Oh Ibu... Maafkan aku jikalau membuatmu sedih, tapi kamu tahu kan aku ini bagaimana."
"Ya... Kau terlalu mirip dengan Ayah mu dan itu membuatku sedikit kesal." Ibu Lucena tertawa, suaranya bergetar.
Lucena tersenyum lalu melepaskan pelukannya pada sang Ibu dan lanjut makan. Setelah selesai memakan sarapannya, Lucena mengambil sebuah tas sandang berwarna coklat dan memakai alas kakinya. "Ibu, aku pergi dulu ya!"
"Iya! Hati-hati dijalan! Dan ingat!"
"Jangan mengikuti orang asing, Iya Bu!" Lucena berjalan keluar sambil tertawa.
Saat berada di luar, berbagai aroma langsung menginvasi hidung Lucena. Dia mencium aroma dari daging yang dijual pedagang, buah-buah yang segar dan yang paling khas adalah Toko Roti yang ada di depan rumah Lucena. Di depan Toko Roti tersebut terdapat seorang pria muda dengan rambut coklat bermata hijau zamrud yang indah, Lucena semangat melihat pria muda tersebut.
"Gustaaf! Kamu mau kemana?" Tanya Lucena dengan semangat.
"Oh?! Lucy! Astaga kamu sedikit membuatku kaget, aku ingin berlatih pedang di pinggiran Hutan, kamu ingin ke Kuil lagi?" Tanya Gustaaf sambil memegang pedangnya yang tersarung.
"Iya, hehehe... Aku duluan ya, Gustaaf." Lucena tersenyum lalu hendak beranjak pergi.
Tapi tiba-tiba Gustaaf menggenggam lengan Lucena yang membuat Lucena berhenti dan tegang. Gustaaf dengan kelagapan melepaa genggaman nya. "Ah! M-Maafkan aku, Lucy! Aku tidak bermaksud.."
"I-Iya hahaha... Aku hanya kaget kamu tiba-tiba menggenggam tanganku dengan cukup kuat, ada apa Gustaaf?" Tanya Lucena yang sudah kembali tenang, namun dia memandang Gustaaf dengan tatapan sulit diartikan.
"Setelah kamu ke Kuil, bisakah menemani ku latihan? Aku uhh... Berkata Ibuku berkata kalau aku boleh latihan asal membawa seseorang yang bisa menyembuhkan luka-luka ku dan hanya kamu yang aku tahu bisa menggunakan Sihir Penyembuhan dengan cukup baik, tolong bantu aku kali ini, Lucy!" Gustaaf membungkukkan sedikit badannya.
Lucena menghela nafas cukup panjang sebelum akhirnya lanjut berkata. "Baiklah, tapi setelah dari Kuil, oke? Aku harus memberi penghormatan terlebih dahulu, aku juga tidak bisa lama-lama, Gustaaf."
"Tidak apa-apa, aku hanya butuh seseorang untuk meyakinkan Ibu ku." Gustaaf menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, ayo pergi." Lucena pun berjalan menuju ke Kuil dengan Gustaaf mengikut dari belakang.
20 menit berlalu dan mereka berdua akhirnya sampai di Kuil yang ada diluar Orrinshire, Kuil ini merupakan tempat orang-orang dulu memuja Dewi Floryn si Dewi Penyembuhan, Kesuburan, Alam dan Pertumbuhan. Dulu Dewi Floryn adalah sosok yang disembah oleh penduduk Provinsi Barat Kekaisaran Eisenblut, tapi semenjak Agama baru datang dari Gurun pasir di Timur, Dewa-dewi Jerdin Celeste mulai dilupakan oleh orang-orang, bahkan Orrinshire yang dulu menjadi pusat pemujaan Dewi Floryn di Provinsi Barat Kekaisaran Eisenblut juga sudah meninggalkan ajaran tersebut dan memilih Gereja Sol.
Kondisi Kuil tersebut sangatlah memprihatinkan, dapat terlihat kalau kuil tersebut sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun. Gustaaf melihat beberapa percobaan perbaikan pada Kuil, namun itu tidak dapat membantu. Dia berkata. "Apakah kamu mencoba memperbaiki Kuil ini? Sendirian?"
"Iya, aku berusaha menunjukkan dedikasi ku pada Dewi Floryn, karena Beliau lah aku dapat menggunakan kekuatan penyembuhan.... Ya walaupun aku tidak bisa memperbaiki semua ini ujung-ujungnya." Lucena tertawa malu.
"Lucy ini... Kamu bisa meminta bantuan ku dan Ayah ku untuk memperbaiki tempat ini... Tempat ini... Aku tebak hanya dapat bertahan setidak-tidaknya sampai awal Endember, maafkan aku Lucy." Gustaaf berkata dengan rasa tidak enak.
Lucena tersenyum sendu. "Tidak apa-apa Gustaaf, aku paham kok... Oh iya! Katanya akhir bulan nanti kamu mau merantau, ya?"
"Hahaha Iya, aku akan mengejar impian ku menjadi Petualang!" Gustaaf berkata dengan menggebu-gebu.
"Nampaknya kamu sangat senang." Lucena berkata sambil tertawa manis.
"Tentu saja Lucy, ini adalah impian ku sejak kecil, kamu seharusnya tahu." Gustaaf berkata sambil mengepalkan tangannya dan melihat ke langit.
"Ya, setiap hari kamu selalu mengatakannya hingga aku hapal apa saja yang akan kamu katakan dan ilmu-ilmu dasar Petualang, lagipula, bukannya Serikat Petualang akan membuka cabang di Orrinshire? Kenapa repot-repot keluar Kota?" Tanya Lucena penasaran.
"Ah rumor itu, kalau menurut dari informasi yang aku dengar saat menguping pembicaraan beberapa pedagang serta pengelana, mereka bilang Serikat Petualang baru akan dibuka Tahun depan, kemungkinan saat bulan Gustavary... Kamu tahu aku tidak bisa menunggu selama itu, Lucy." Ucap Gustaaf tersenyum kecut.
"Begitukah? Baiklah, tapi awas saja kamu pergi tanpa memberitahu ku, aku akan menghajar mu." Ucap Lucena mencubit lengan Gustaaf.
"Aduh! Cubitan mu itu menyakitkan!" Gustaaf meringis kesakitan.
"Kamu akan menjadi Petualang, kamu harus terbiasa dengan rasa sakit." Ucap Lucena sambil menusuk rusuk kiri si Gustaaf.
"Hey hentikan!"
Lucena pun berhenti dan berjalan ke atas Altar di Kuil Dewi Floryn. Gustaaf melihat dari kejauhan sambil memegang rusuknya yang habis di tekan oleh Lucena.
Lucena lantas berlutut dihadapan patung sang Dewi Floryn yang sudah dipenuhi lumut dan tidak berbentuk seperti awalnya, namun bentuk humanoid nya masih dapat terlihat dengan jelas. Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya Lucena kembali berdiri, dia menyeka air mata yang jatuh dari matanya sebelum berjalan kembali ke Gustaaf yang menunggu.
"Maaf lama." Ucap Lucena dengan singkat.
"Tidak apa-apa, aku tahu ini penting bagi mu, sama seperti aku yang ingin menjadi Petualang. Mari?" Gustaaf mengulurkan tangannya.
Lucena tersenyum melihat hal itu dan menggapai tangan Gustaaf, mereka lalu berjalan bersama menuju tempat Gustaaf biasa berlatih melawan beberapa jenis monster yang berkeliaran.
Akhir bulan datang dengan sangat cepat, bertepatan dengan hari keberangkatan Gustaaf ke Ibukota Provinsi Barat, Kota Orrinshire melakukan festival besar-besaran untuk mengenang hari kelahiran kota mereka tercinta. Ratusan pedagang baik dari luar maupun pedagang lokal membuka tempat dagangan mereka di hampir semua tempat, tapi mayoritas berpusat di alun-alun kota, dekat Mansion Gubernur.
Lucena yang memakai gaun putih panjang dengan apron coklat nampak membawa nampan berisi tumpukan roti, dia tersenyum ke beberapa petualang yang ada di alun-alun kota dan berkata. "Selamat Siang Petualang sekalian! Bolehkah saya menawarkan beberapa potong roti pada kalian?"
Salah satu petualang yang merupakan seorang perempuan dengan jubah membalas. "Oh tentu saja, berapa satu potong?"
"Oh tidak, ini gratis, pemilik Toko tempat pembuat roti ini selalu memberikan roti-roti buatan mereka secara cuma-cuma dalam festival ini." Lucena berkata.
"Kalau begitu aku ambil enam." Ucap si Petualang wanita dengan jubah.
Lucena lalu memasukkan enam potong roti ke dalam kantong kertas berwarna coklat dan memberikannya ke si petualang wanita. Sebelum wanita itu pergi, Lucena memanggilnya.
"Uhm, Nona Petualang? Bolehkah aku bertanya beberapa hal?" Lucena bertanya dengan malu.
"Oh? Tentu saja! Tapi jangan panggil aku dengan Nona Petualang, panggil saja aku Delilah." Ucap si Petualang wanita bernama Delilah.
"Kalau begitu, Delilah, aku ingin bertanya mengenai... Betapa tingginya kemungkinan kematian seorang Petualang di misi pertama mereka?" Tanya Lucena dengan serius.
"Hal seperti itu relatif, Nona, tapi semua petualang yang aku kenal memiliki awal yang baik, karena Rata-rata misi kami mengumpulkan tumbuhan untuk obat-obatan ataupun melawan monster kelas rendah." Jawab Delilah.
"Begitu... Ah! Maafkan aku, nama ku adalah Lucena!" Lucena tersipu malu.
"Hahaha tidak apa-apa, aku juga salah tidak menanyakan nama mu. Lalu, ada pertanyaan lagi?" Delilah tersenyum lembut.
"Apa saja syarat-syarat menjadi Petualang? Akhir-akhir ini aku menjadi sedikit tertarik dengan dunia para Petualang." Ucap Lucena tertawa malu.
"Kamu tertarik menjadi Petualang juga? Hei, itu hal yang cukup bagus namun berbahaya, Nona Lucena, apalagi kamu ini perempuan." Delilah merengut sedikit.
"Tapi kamu menjadi Petualang dan kamu adalah perempuan." Lucena juga nampak sedikit kesal dan terhina mendengar hal tersebut.
"Bukan bermaksud menghina Nona Lucena, memang derajat perempuan sudah lebih tinggi dari beberapa dekade belakangan ini, tapi tetap diskriminasi terhadap perempuan di Serikat Petualang sering terjadi, aku beruntung punya Party seperti mereka yang menerima ku tanpa memandang kelamin." Ucap Delilah sambil mengisyaratkan ke teman-temannya yang sedang menyantap kuliner khas Orrinshire.
"Begitu... Tapi aku tetap mau menjadi Petualang, aku selalu ingin pergi Menjelajah keluar dari Kota ini. Bukan karena aku tidak suka dengan kota ini, hanya saja aku sudah lebih dari 18 tahun hidup disini, rasa bosan serta jenuh pasti muncul, kamu seharusnya tahu kan, Nona Delilah." Ujar Lucena dengan serius.
Delilah bersenandung kecil. "Benar sih... Baiklah kalau kamu memang benar-benar mau menjadi Petualang, aku akan memberitahu beberapa syarat paling penting untuk mendaftar. Pertama-tama, kamu harus pandai Membaca dan Menulis."
"Membaca dan Menulis? Aku bisa kok, kebetulan sekali aku pernah sekolah walaupun cuma dua tahun, hehehe..." Lucena tersenyum malu.
"Kedua, kamu harus punya kemampuan khusus seperti bertarung, mengerti hal-hal dasar mengenai Ilmu Medis dan kekuatan sihir. Yang terakhir itu Opsional sih, seperti salah satu anggota Party ku yang tidak punya kekuatan sihir besar, tapi dia mengakali nya dengan kekuatan Fisik yang luar biasa." Kata Delilah menunjuk temannya yang berbadan cukup besar dan terbalut zirah.
"Begitu ya, ada lagi?" Tanya Lucena setelah memikirkan yang dikatakan Delilah.
"Kayaknya itu aja sih, Guild selalu fleksibel dalam rekrutmen mereka sih dan ujian masuk selalu berubah-ubah setiap saat, itu dilakukan agar para Petualang dapat beradaptasi dengan berbagai situasi yang tidak dapat diduga-duga." Kata Delilah.
"Begitu... Terimakasih atas informasinya, Nona Delilah! Selamat menikmati Festival!" Lucena berkata dengan semangat sambil membungkukkan badannya.
"Sama-sama, Lucena.... Sampai jumpa di alam liar." Delilah pergi sambil melambaikan tangannya ke Lucena.
Lucena membalas lambaian tangan tersebut sebelum akhirnya menghela nafas panjang, dia lalu berjalan kembali ke Toko Roti punya orang tua Gustaaf. Di sana terdapat Ibu dati Gustaaf tengah mengatur kursi yang ada di sana.
"Bu Eva, sini biar aku bantu." Kata Lucena bergegas mendatangi Ibu nya Gustaaf.
"Ah Lucy, tidak apa-apa nak biar aku saja... Kamu ini, kamu sudah masuk ke usia dewasa, kamu seharusnya tidak lagi disini membanti, tapi mencari pasangan diluar sana." Kata Bu Eva sambil memegang kedua tangan Lucena.
"Tapi Bu Eva... Aku ingin membantu, apalagi Gustaaf yang akan pergi, siapa lagi yang akan membantu kamu?" Lucena memasang wajah raut sedih.
Bu Evan memeluk Lucena dengan lembut. "Kita akan merindukan dia, Lucy, tapi beginilah siklus kehidupan... Tidak selamanya kita bisa bersama, tapi jujur aku akan sangat merindukan Gustaaf, Ibu kamu beruntung memiliki kamu Lucy."
"Hehehe... Ngomong-ngomong, dimana Gustaaf? Dia tidak pergi tanpa memberitahu ku, kan? Aku benar-benar akan menghajarnya." Kata Lucena yang melepaskan pelukan Bu Eva dan membunyikan jari-jarinya, siap memukul seseorang.
"Hehehe tentu saja tidak Lucy, dia terlalu pengecut untuk itu... Dia saat ini sedang dapat pemberkatan dari Gereja Sol, sebentar lagi seharusnya dia sudah pulang." Bertepatan dengan Bu Eva berkata, Gustaaf pun masuk bersama Ayahnya, Pak Eric.
"Lucy?! Kenapa kamu disini?!" Gustaaf nampak kaget.
"Memastikan kau tidak pergi tanpa memberitahu ku, bodoh. Jadi bagaimana persiapan mu?" Tanya Lucena sambi menyilangkan tangannya.
Gustaaf menghela nafas sebelum akhirnya tersenyum. "Semua sudah siap, aku tinggal pergi nanti sore saja."
"Kenapa tidak menunggu Pagi, Gustaaf? Bukannya lebih aman kalau pergi di pagi hari?" Tanya Lucena dengan heran.
Pak Eric, ayah dari Gustaaf lalu angkat suara. "Dia akan menaiki Mobil dari Gubernur Wilson, kebetulan sekali Putra dan putrinya akan pergi ke Akademi di Ibukota juga, beliau pun menyarankan untuk Gustaaf numpang dengan mereka."
Lucena lalu menatap Gustaaf dengan sedikit kesal. "Kamu akan naik Mobil lebih dulu dari aku? Aku iri, Gustaaf."
"Hey! Ini Gubernur yang menawarkan kepadaku dan Ayah, bagaimana kami bisa menolak?!" Gustaaf nampak sedikit segan.
"Hmph." Lucena menggembungkan pipinya, masih kesal.
Pak Eric dan Bu Eva hanya tertawa melihat dinamika putra mereka dan putri dari sahabat mereka. Bu Eva lalu menepuk pundak Lucena. "Lucy, ini bayaran untukmu hari ini, kamu bisa pulang lebih awal hari ini."
"Loh kok gitu Bu Eva? Ini baru jam tiga sore loh?" Lucena nampak heran.
"Sudahlah, pergi sana bersenang-senang, nanti datang ke Mansion Gubernur saat jam empat sore untuk keberangkatan Gustaaf." Kata Bu Eva dengan lembut.
"Baiklah... Sampai jumpa nanti, Bu Eva, Pak Eric dan Gustaaf!" Lucena pun berjalan keluar dari toko. Dia memutuskan untuk pergi ke Bar tempat dia bekerja untuk sedikit meluangkan waktu.
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top