Salah Paham

Just a story about how crazy and sweet memories that have been happen in high school.. this is about my soulmate, me, and her first love.

we can only see the past but we can't go back to that time anymore...

beberapa nama sekolah yang di tulis disini adalah nama-nama sekolah yang ada didalam manga dan anime Kuroko no Basuke karya Tadatoshi Fujimaki. Penulis sama sekali tidak mengambil keuntungan dari hal tersebut.


Chapter 8

Gue anak pertama dari tiga bersaudara. Adik-adik gue semuanya cewek. Mereka masih terlalu dini untuk mengetahui bahwa kakaknya adalah seorang remaja labil yang butuh tempat curhat. Sementara gue harus kelihatan paling dewasa dan paling bersih dari semua problem hidup—sungguh tidak mungkin gue asik curhat seluruh persoalan gue sama mereka. Mau dibawa kemana wibawa gue di depan mereka? Ini lagi-lagi soal prinsip hidup seorang Kaktus. Maka dari itu, selain curhat kepada Tuhan Yang Maha Esa, gue selalu bisa berbagi dengan Ester tentang hal-hal yang tidak bersifat 'sangat pribadi' (pasti setiap orang memiliki suatu hal tersebut) dan biasanya Ester Cuma manggut-manggut doang saat gue bercerita panjang kali lebar kali tinggi ditambah keliling dan di kalikan luas tentang masalah gue. Hahaha.

Trio kwek-kwek yang kami bentuk bersama Choa saat kelas X nggak terlalu aktif lagi. Atau bisa dibilang mati. Choa masuk jurusan IPS dan dia sudah menemukan teman barunya lagi yang katanya sih temen lamanya dia di SMP dulu. Sekarang benar-benar hanya kami berdua dan tidak ada anggota lain, sampai suatu hari datanglah seorang anak laki-laki pindahan dari SMA Kaijo bernama Jenmanii Levis yang mulai mendekati kami berdua seperti Choa mendekati kami dahulu.

Jenmanii—kami sering memanggilnya Jen—adalah anak laki-laki yang baik, pendiam, suka membaca dan memiliki selera humor yang buruk sekali. Awal mula kami berteman adalah karena Jen mengaku mengenal Ester yang merupakan teman satu SD nya pada jaman dahulu kala. Kata Jen, dari dulu sampai sekarang wajah abstrak milik Ester tidak banyak berubah dan mudah dikenali. Oleh sebab itu Jen yang notabenenya adalah murid pindahan yang belum punya teman (eh, malah ketemu sama temen lama pas jaman SD) merasa telah menemukan tempat bernaung yang sangat ia butuhkan. Sejak saat itu, kami membentuk trio baru lagi, ada gue, Ester dan Jenmanii.

"Jenny... lo nyesel ga sih temenan sama gue dan Kaktus?" tanya Ester disuatu siang yang terik di tengah lapangan volley saat kami sedang melakukan lari pemanasan keliling lapangan sebanyak 10 putaran—lebay—sebenernya Cuma 5 putaran sih. Hahaha. Ester si wanita super memang hobi banget memberi panggilan khusus pada setiap orang—contohnya saja dulu dia memanggil Choa dengan sebutan Ke-Choa-k. Sekarang gilirian si Jen yang di panggil Jenny—biar agak cute gitu—kata Ester dengan wajah tanpa dosanya (padahal dosanya si Ester sudah tidak terhitung lagi banyaknya).

Gue yang berlari di depan mereka mencuri dengar dengan seksama.

"Kenapa lo nanya gitu?" Jen balik bertanya

"Ya ga apa-apa sih," jawab Ester "Soalnya lo tau sendirikan dikelas aja gue banyak yang ga suka, di luar kelas juga, lo tau lah ya.. gue kan emang tersohor gitu, terhormat, terpelajar, tercantik, terbaik, ter—hhmmmppp..."

"Ya, ga apa apa kok, gue juga suka temenan sama orang yang kayak gitu," jawab Jen sambil membekap mulut Ester dengan telapak tangannya. Gue yang menoleh kebelakang dan melihat interaksi mereka Cuma bisa tersenyum geli. Mereka memang kombinasi yang pas. Jen yang berwibawa, lembut, dan err—tampan sangat pas mendampingi Ester yang urakan, kasar, banyak bacot dan err—jelek. Jadilah mereka pasangan Handsome and the beast abad 21 ini. Itu juga kalau Jen nya mau sih, tapi feeling gue Jen pasti ga mau.

"Hmmpp Lehas!" Ester mencoba berteriak sambil melotot sampai bola matanya seperti bola pingpong.

Jen kemudian melepaskan bekapannya dan buru-buru mengusapkan telapak tangannya di baju olah raga milik Ester "Sial! tangan gue terkontaminasi!"

"Kampret lo Jenmanii busuk!"

Dan seperti biasa, peristiwa kejar-kejaran antara mahluk buruk rupa dan pangeran tampan pun terjadi lagi.

Entah apa yang ada dipikiran Ligan—lelaki manis pujaan hati Ester Qwerty—gue sebagai sesama manusia pun tak tahu. Kadang gue bersyukur kepada Tuhan karena diberi kepekaan lebih daripada manusia yang lain nya untuk mengetahui apa yang direncanakan oleh seseorang melalui kerlingan matanya. Hanya saja gue bukan cenayang yang bener-bener bisa membaca pikiran dan isi hati orang lain. Gue Cuma diberi sensitivitas lebih tinggi oleh Tuhan, udah gitu aja. Dan untuk saat ini gue emang agak kesulitan menebak apa yang ada di benak pujaan hati Ester itu. Sepertinya dia merencanakan sesuatu.

Ligan itu bisa dibilang sedikit menaruh rasa kagum kepada Ester—tapi sedikit banget—mungkin hanya berkisar 0,01% karena gue sering melihat dia melayangkan pandangan penuh makna kearah punggung Ester saat wanita itu tidak melihat kearahnya.

Ligan juga sebenarnya sudah sedikit mencium gelagat 'tak wajar' yang ditunjukkan Ester didepannya setiap kali mereka berinteraksi. Singkatnya Ligan sepertinya tahu kalau Ester itu menyukainya, mencintainya, menyayanginya, menginginkannya, merindukannya dan mendambakannya. Oke cukup.

Namun yang namanya perasaan, sekuat apapun mencoba dan mencoba tetap tidak bisa dipaksakan. Cinta bertepuk sebelah tangan memang tidak bisa dirubah menjadi bertepuk kedua tangan bila tangan yang satunya ga ada alias buntung. Mau pinjem tangan orang juga ga bisa karena jatuhnya lo malah tepuk tangan sama tangan orang yang lo pinjem itu. Yah, begitu rumitnya perasaan sehingga membuat kepala menjadi pusing dan napsu makan menghilang jika didera perasaan galau bertubi-tubi.

Dan benar saja, perkiraan gue yang sebelumnya itu menjadi kenyataan. Ligan memang merencanakan sesuatu dan sayangnya gue ikut terlibat didalam rencananya tersebut. Rencana paling busuk yang pernah ada, rencana yang akan menghancurkan indahnya tali persaudaraan yang telah susah payah gue dan Ester rajut selama ini.

Ligan mencoba mendekati gue!

Ligan mencoba sok akrab dengan gue!

Ligan mencoba menjadi teman gue!

Ligan mencoba menjadikan gue kambing hitam dari semua rencana liciknya!

Ester ku sayang... Ester ku malang... kenapa kita jadi begini hanya karena seorang laki-laki.

Semuanya bermula saat tugas berkelompok pelajaran bahasa Inggris dimulai. Ma'am Sinyorita membagi kami dalam kelompok-kelompok berbeda. Anggota kelompoknya terdiri dari dua orang. Dikelas ini jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Hanya ada 11 orang laki-laki dan 25 wanita. Sialnya gue kebagian kelompok yang dipasangkan dengan laki-laki dan pasangan gue itu si Ligan.

Saat namaku dan nama Ligan yang tergabung dalam kelompok 3 disebutkan oleh ma'am Sinyo, ekspresi wajah Ester yang biasanya berbinar seperti kaca spion motor yang kena sinar matahari mendadak redup kayak lampu petromak kehabisan spritus—tidak ada cahaya kehidupan.

Tiga minggu berlalu sejak pembagian kelompok tersebut, muncul desas desus kalau gue naksir Ligan dan nembak dia. Kontan detik itu juga Ester marah besar sama gue. Dia ga mau ngomong sama gue selama dua mingguan sebelum gue beranikan diri untuk mulai menyapanya duluan

"Ter, lo yakin kan sama gue?" tanyaku "Gue ga mungkin tega menghianati lo, Ter, ga mungkin. Bahkan sampai gue mati,"

"Gue tau," katanya acuh, sikap Ester terlalu possesive kalau menyangkut soal Ligan.

"Gue ga bakalan naksir juga sama Ligan, lagian ini Cuma kerja kelompok biasa, masih ada tiga ratus-an cowok di sekolah ini, masak sih gue mau rebutan Ligan sama lo, saudara gue sendiri?" gue menggenggam erat tangannya "Percaya sama gue, please... gue ga butuh apa-apa selain kepercayaan lo. Itu semua Cuma fitnah, Ter. Fitnah..."

"Iya Tus, gue percaya. Udahlah, berenti ngemis-ngemis maaf di depan gue. Ga ada yang perlu gue maafin. Gue percaya kok sama lo. Ga usah mendramatisir keadaan, jangan buat gue seolah-olah jahat banget sama lo," kemudian Ester berdiri dari duduknya dan kemudian berlalu bersama dengan arus siswa lain yang beramai-ramai kembali menuju kelas karena waktu istirahat pertama telah selesai.

Mendengar kata-kata Ester barusan membuat hati gue tambah perih. Selama 16 tahun hidup gue, belum pernah gue merasa bersalah kayak gini, merasa jadi orang yang paling menderita karena di fitnah. Sakit hati ini buat gue jadi ga enak makan dan ga enak tidur. Gue dan Ester duduk sebangku tapi selama dua mingguan ini ga ada satu kalipun Ester mau ngajak gue ngomong. Kami jadi jarang kumpul-kumpul sama Jen lagi dan semua itu terjadi karena berita murahan itu, berita yang merusak hubungan baik gue sama Ester.

Gue ga nyalahin Ester karena sikapnya ini, gue Cuma merasa kecewa dengan keputusan dia untuk langsung percaya tanpa konfirmasi langsung ke gue. Tapi sepenuhnya gue juga sadar bahwa kemarahan kita pada seseorang itu bisa menghancurkan segalnya—termasuk kemarahan Ester ke gue telah nyaris memporak-porandakan persahabatan yang sudah kita berdua bangun dengan susah payah ini.

Kemungkinan untuk minta maaf secara verbal lagi ke Ester kayaknya perlahan-lahan mulai menyusut, seiring dengan pernyataan bernada sisnis yang sering dilontarkannya akhir-akhir ini ke gue. Akhirnya gue putuskan untuk mencari tau sebenarnya siapa dalang dari penyebaran gosip ini. Dengan bantuan dari Jen, perlahan-lahan gue mulai menemukan titik terang siapa dibalik penyebaran gosip ini.

Satu bulan yang lalu, selesai kami melaksanakan olah raga di lapangan volley datanglah Ligan duduk di samping gue kemudian tiba-tiba dia ngajak gue ngobrol singkat. Tema obrolan gue sama dia itu tentang Ester. Tentang bagaimana dia sangat memebenci peraturan yang dibuat oleh Ester dan segala macam hal yang berkaitan dengan gadis itu, kesannya dia ngajakin gue ngobrol untuk nunujukin kalau hubungan gue sama dia itu terbilang baik. Cuplikan memori satu bulan yang lalu itu pun seolah ter-reply kembali di ingatan gue.

"Gue liat lo akrab sama Ester ya?" tanya Ligan memulai obrolannya

"Iya, kenapa emang?" gue balik nanya

"Betah lo temenan sama anak kayak dia, udah nyebelin, sok pinter, nge-boss lagi," kata dia mencibir "pasti dia kan yang bikin peraturan aneh dan gila untuk kelas kita itu, emang dia pikir dia siapa, sok ngatur-ngatur kita pake peraturan sampah kayak gitu. Tolong bilangin ya ke dia, ga usah cari perhatian ke wali kelas gitu, bikin eneg tau ga sih,"

Rasanya gue pengen nendang mulut cowok ini biar ancur dan dia ga bisa ngomong lagi di sisa hidupnya ini. "Tau apa lo tentang Ester? Gue yang temenan sama dia kok lo yang sewot sih? Di bayar apa lo sama Bugenvile dan Strawberry sampai-sampai lo bisa nyuruh gue ngomong kayak gitu ke temen gue, hah?"

"Hati-hati ya kalau ngomong, jelas ini ga ada hubungnnya sama Bugenvile dan Strawberry," dia melototin gue "ternyata lo sama temen lo itu sama-sama asal ceplos aja ya, ga pake dipikir dulu kalau ngomong,"

"Suka-suka gue, mau mikir kek mau nggak, bukan urusan lo juga," kataku acuh

"Pokoknya, gue Cuma mau nitip pesan itu untuk Ester, itu pesan dari anak-anak kelas. Awas kalo ga disampein," katanya masih sambil mencibir

"Lo ga punya hak buat merintah-merintah gue seenaknya,"

"Itu sih terserah lo ya mau nanggepinnya gimana, pokoknya pesan itu harus nyampe ke Ester. Sebelum gue sendiri yang bilang ke tu cewek aneh,"

Gawat kalau sampai Ligan yang bilang langsung ke Ester tentang hal itu, bisa-bisa semangat hidup temen gue itu hancur berkeping-keping karena sang pujaan hati sangat tidak menyukai apa yang telah dilakukannya. Ga ada cara aman selain meng-iya kan tawaran dari Ligan. Terserah gue kan mau ngomong ke Ester atau ga, yang penting gue iya-in aja dulu, untuk urusan itu biar jadi rahasia gue sendiri aja.

"Oke biar gue yang ngomong," dan akhirnya percakapan singkat itupun berakhir. Lima menit berselang, Ester dan Jen yang baru saja kembali dari membeli air mineral di kantin pun menghampiri gue dan ikut duduk. Ester yang nggak tahu kalau gue barusan aja berdebat sama pujaan hatinya itu lima menit yang lalu terlihat berbinar-binar saat melempar pandangan kagum ke arah Ligan yang sedang memainkan bola volley di tengah lapangan.

"Ligan keren banget sih, makasih Tuhan sudah nyiptain mahluk sekeren dia," Ester tersipu-sipu

Lo ga tau Ter, orang yang paling lo puja-puja itu nyatanya benci banget sama lo. Batin gue berteriak miris.

"Ligan itu ya, kalau menurut gue sih ga keren, Cuma dia itu punya pesona yang bisa menjebak cewek untuk minimal satu kali punya perasaan suka sama dia," celetuk Jenmanii disela tegukan air mineral yang diminumnya.

"Menjebak cewek untuk minimal satu kali suka sama dia?" Ester sepertinya ga nyambung "maksud lo apa, Jenny? Setiap cewek yang kenal sama Ligan pernah suka sama dia gitu?"

"Ya begitulah kira-kira, itu kan Cuma pendapat gue, Ter. Ga usah terlalu lo pikirin deh,"

"Kalau memang bener, berarti gue harus curiga terus dong sama setiap cewek yang ada di sekolah ini, khususnya yang ada di kelas kita, iya kan?"

"Please deh, Ester Qwerty, ga usah segitunya juga kali lah, emang Ligan itu Justin Bieber, sampai-sampai setiap cewek yang liat dia jadi suka," gue berusaha membuat Ester sadar. Saat itu Justin Bieber memang lagi naik daun banget, jadi banyak remaja wanita yang tergila-gila pada penyayi asal Amerika tersebut tak terkecuali siswi-siswi di sekolah kami ini.

"Namanya juga waspada, Tus. Setiap kemungkinan itu pasti ada," Ester kemudian meneguk air mineralnya sampai habis.

Begitulah obrolan singkat yang kemudian membawa berbagai macam pradugaku terhadap siapa sebenarnya dalang penyebaran gossip kalau gue suka sama Ligan. Kecurigaanku tertuju kepada satu orang.

.

.

.

bersambung

note : kalau ditanya apa kisah ini terinspirasi dari pengalaman pribadi, maka penulis akan mengakui bahwa ada beberapa kejadian yang menginspirasi penulisan tulisan ini. Tapi tidak seluruhnya, karena ini mengandung sedikit unsur dramatisasi agar penulis merasa senang hahaha (loh kok malah penulisnya yang senang?) ya bodo amat lah ya~ *ditabok*

Baturaden, 160328

tambahan :

ini ekspresi gue waktu 'kemusuhan' sama Ester hahaha *uhuk* #keselek

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top