You're My Soulmate!

You're My Soulmate!
00 : 00 : 00 : 00 : 00 : 00

Gita

Akhirnya! Hari ini, aku akhirnya bisa berinteraksi dengan Kak Aksa!

Semalaman aku tidak bisa tidur saking semangatnya mau berangkat sekolah. Aku sengaja memakai bedak tipis, pewarna pipi samar-samar, dan lipstick warna pink muda, yang membuatku terlihat lebih segar. Aku juga sudah keramas kemarin supaya rambutku hari ini dalam kondisi terbaik. Aku mematut diri di depan cermin 30 menit lebih lama dari biasanya.

Ya ampun, aku excited banget!

Aku sampai sekolah saat countdown menunjukkan angka 2 jam 53 menit. Sebagian dari diriku tidak sanggup menunggu dan mengikuti tiga jam pelajaran. Rasanya ingin cepat-cepat jam istirahat saja biar aku bisa cepat-cepat bertemu Kak Aksa.

Kirana menatapku tidak tertarik. "Git, please deh. Bisa anteng, nggak?"

"Mana mungkin," balasku sambil menggeleng. "Lo belum bakal ketemu soulmate lo, sih. Di mana-mana, orang yang udah hampir ketemu soulmate-nya bakal deg-degan."

"Iya sih, tapi gue sebel ngeliatin lo nggak bisa diem gitu. Sabar, lah. Lo nggak bakal telat, kok."

Kirana ada benarnya, tapi tetap saja, aku tidak sabar menunggu dua setengah jam. Aku sudah menunggu momen ini sejak kali pertama melihat Kak Aksa enam bulan lalu. Jika dipikir-pikir, keren juga ya, aku bisa menjaga agar tidak berurusan dan berinteraksi dengan Kak Aksa selama enam bulan. Aah! Aku ingin berteriak!

Kira-kira, reaksi Kak Aksa akan seperti apa ya? Mengingat kepribadiannya, kurasa dia akan tetap tenang saat bertemu denganku. Dia akan tersenyum, dengan senyumannya yang membuat hati leleh itu, lalu mengulurkan tangan untuk menjabat tanganku. Aku akan menyambut uluran tangannya dengan senyum manis, yang akan membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Halo, soulmate," sapa Kak Aksa, dengan suaranya yang agak rendah.

"Halo," jawabku dengan grogi. Aku akan mempermalukan diri sendiri, tapi Kak Aksa akan tertawa geli. "Kalau nggak salah, nama Kakak, Aksara ya?"

"Panggil saja Aksa." Kak Aksa masih menjabat tanganku dengan erat, tatapannya lekat pada mataku. "Kalau kamu, Gita kan? Aku sudah lama sekali menantikan momen ini...."

"Git, lo dengerin gue nggak sih?"

Khayalanku diinterupsi oleh pukulan Kirana yang mendarat di lenganku. Aku menoleh padanya sambil memasang ekspresi kesal. Kirana memang menyebalkan! Kok bisa sih, aku sabar sekali menghadapinya?

"Apaan? Gangguin gue manifesting aja, lo!"

"Lo mah, bukan manifesting, tapi ngehalu!" Kirana mendengus. "Gue bilang, gue mau ikut lo. Gue pengin tahu apakah lo betulan soulmate Kak Aksa atau bukan. Kan lumayan, kalau kalian memang nggak berjodoh, berarti gue bakal lihat drama kecil-kecilan."

"Hei, lo temen gue apa bukan, sih? Lo harusnya mendukung gue."

Kirana menyeringai. "Iya, iya, terserah lo deh. Gue cuma penasaran aja kok, apa yang bakal terjadi setelah lo ketemu jodoh lo."

"Memangnya lo nggak pernah nanya ke orang tua lo, atau lihat countdown yang ada di tangan mereka?"

Aku kemudian mengulurkan tangan kiriku. Countdown di sana menunjukkan angka 2 jam dan 23 menit yang berpendar putih samar-samar. Setelah kita bertemu dengan jodoh kita, countdown tersebut akan menghitung waktu yang kita habiskan berinteraksi dengan jodoh kita.

"Iya, tahu kok," Kirana mendorong tanganku menjauh. "Gue bukan penasaran soal countdown-nya, tapi sama reaksi lo. Gue yakin banget lo pasti bakal mempermalukan diri sendiri."

"Lo emang sahabat paling kurang ajar sedunia," balasku sambil merajuk. "Sayangnya lo juga bener banget. Duh, kalau gue bikin aib di depan Kak Aksa gimana?"

"Gue bakal ada di belakang lo, nontonin."

Astaga, daripada semakin bete, aku memilih untuk bersiap-siap mengikuti pelajaran saja. Aku hanya bisa berharap aku tidak mempermalukan Kak Aksa. Kan, tidak lucu kalau soulmate-nya ketua OSIS kebanggaan Wiyata Mandala ternyata siswi memalukan seperti aku.

Duh, bebannya berat juga, ya!

Daripada memikirkan tentang bagaimana aku akan mempermalukan Kak Aksa, aku sebaiknya fokus belajar dulu. Tunggu aku ya, Kak!

[]

Kakiku sudah bergerak tidak sabaran, selagi aku memperhatikan Bu Sari menjelaskan materi. Aku melirik ke arah countdown. Empat menit 24 detik. Duh, kenapa pelajaranku harus molor, sih?

Oke, bel istirahat memang baru berdentang kira-kira 40 detik yang lalu, tapi ini tandanya aku akan semakin lama keluar dari kelas. Bagaimana kalau aku terlambat? Oke, oke, aku tidak mungkin terlambat, tapi tetap saja, bagaimana kalau Kak Aksa sudah tidak ada di kelasnya saat aku tiba di sana? Itu artinya Kak Aksa bukan jodohku, dan aku tidak mau itu.

"Sebentar lagi ya, anak-anak, tinggal sedikit kok," kata Bu Sari.

Aku memperhatikan Bu Sari menuliskan beberapa rumus di papan tulis tanpa bisa berfokus. Tiga menit 53 detik. Aduh. Bu, aku harus ketemu jodoh! Ingin rasanya aku meneriakkannya agar Bu Sari menyelesaikan pelajarannya sesegera mungkin. Tidak, aku tidak mungkin melakukannya betulan—itu akan sangat memalukan—tapi rasanya aku ingin melakukan itu.

Untungnya, saat countdown mendekati tiga menit, Bu Sari menutup kelas. Aku bersabar-sabar menunggu Bu Sari membereskan barangnya dan keluar. Sepertinya Bu Sari tidak terlalu lama melakukannya, tapi bagiku, rasanya waktu cepat berlalu dan berkurang.

Dua menit 42 detik sebelum aku bertemu jodohku, aku berlari keluar dari kelas, mencoba melawan arus siswa yang berjalan ke arah Kantin Belakang. Aku harus segera tiba di kelas Kak Aksa!

"Git! Gita! Tungguin gue!" Kirana berteriak.

Aku tidak begitu memedulikannya karena terlalu fokus melawan arus. Semua siswa yang kulewati semuanya menatapku bingung, seolah-olah aku ini cewek gila. Ya, mungkin saja begitu. Yang jelas, aku buru-buru melewati mereka semua sambil terus mengecek countdown itu agar dapat memastikan bahwa aku belum terlambat. Jangan sampai terlambat.

Countdown di tanganku sekarang sudah tinggal menghitung detik. Aku masih lumayan jauh dari kelas Kak Aksa. Sial! Dipicu oleh tekad kuat, aku mulai mempercepat langkah serta mendorong orang-orang yang menghalangi jalanku. Terdengar dramatis, tapi memang begitu adanya. Aku harus segera menemui Kak Aksa!

"Git, sabar, elah!" Kirana berteriak.

Aku tidak memedulikan dia. Countdown-ku tinggal 30 detik!

Saat angka di tanganku menunjukkan 20 detik, aku tiba di dekat kelas Kak Aksa. Di depan kelasnya sudah lumayan sepi. Aku mengatur napas sejenak agar setidaknya aku tidak tampak aneh bertemu dengannya—bukan first impression yang baik jika interaksi pertamaku dengan Kak Aksa diwarnai dengan napas tersengal dan keringat bercucuran. Tidak lama, karena aku melihat Kak Aksa berjalan keluar dari kelasnya.

10 detik tersisa. Aku segera berjalan mendekat. Jantungku berdebar kencang sekali. Aku berjalan pelan-pelan menyusul Kak Aksa, yang dengan tenang berjalan menjauhi kelas menuju Kantin Depan. Tanganku sambil merapikan rambut juga supaya semakin rapi.

Lima... empat... tiga... dua... satu....

"Permis—"

Sebelum aku sempat menyelesaikan sapaanku, aku ditabrak dengan cukup keras, dan akibatnya, jatuh dengan sangat tidak elegan. Aku tidak sempat memperhatikan Kak Aksa lagi karena panik. Panik, lah, karena sekarang kulihat countdown di tanganku telah berubah hitam, dan telah menghitung naik.

Sial! Jodohku bukan Kak Aksa, dong! Siapa sih, orang yang menabrakku ini?!

"Sorry, gue nggak ngelihat lo."

Sebuah tangan tiba-tiba saja muncul di sebelahku. Mataku menyusuri tangan itu—countdown di pergelangannya pun hitam dan menunjukkan angka yang sama dengan milikku—hingga menemukan wajah pemiliknya. Emosiku menggelegak. Seketika, aku benci sekali melihat wajah itu—yang, sebenarnya, lumayan tampan, tapi dia bukan orang yang aku sukai.

Apes banget, sih. Nggak, aku nggak mau! Kenapa sih, jodohku haruslah Kak Kai?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top