26. Two Faced
Dalam satu mobil yang sama, Zilong membawa Freya. Entah ke mana pria itu akan membawa perempuan itu. Yang jelas keduanya begitu tenang dalam pikirannya masing-masing.
Freya menoleh ke arah Zilong yang sedang fokus menyetir. "Gue nggak nyangka kalo kita punya tujuan yang sama," kata Freya membuka percakapan di antara keduanya. Mungkin dia sudah bosan melewati 15 menit tanpa kata sedikitpun dari mereka.
"Ya, gue tau kalo lo orang yang potensial buat jalanin rencana ini," sahut Zilong. Lalu ia menoleh sebentar ke Freya. "Gue tau lo suka sama Granger, makannya kita bikin rencana ini serapi mungkin, biar tujuan kita masing-masing bisa kita dapetin," ujar Zilong kembali menatap jalan.
Freya tersenyum licik, " Gue nggak tau apa yang bikin lo atau Granger sampe tergila-gila sama dia." Freya menggeleng seperti merendahkan. "Padahal, masih banyak perempuan lain yang lebih layak buat diperjuangkan!"
"Lo mana ngerti apa yang dibutuhin cowok dari cewek yang layak buat dampingin kita?" Zilong rasanya tidak sependapat dengan Freya soal ini.
"Bukannya cantik, pinter, itu udah cukup, ya?" kata Freya.
"Nggak selalu begitu," kali ini Zilong akan mengutarakan pendapatnya. "Coba posisikan diri lo sendiri, gimana lo menyukai Granger saat ini? Kurang lebih gue juga punya perasaan seperti itu ke Silvanna."
"Dari awal ketemu, gue udah nge-tag Granger buat gue. Dan apa yang gue mau harus bisa gue dapetin. Akhirnya gue yang menang karena gue punya alasan kuat kenapa gue yang harus milikin Granger sekarang."
"Lo emang perempuan yang cerdas, Freya. Lo bisa mendapatkan apa yang lo mau tanpa harus berjuang lebih." Zilong memuji kepandaian Freya ketika itu. "Sekarang, rencana lo selanjutnya apa?"
"Gue punya rencana buat nyamperin orang tua Silvanna. Gue bakal bilang ke mereka kalo Granger nggak serius sama Silvanna. Sekaligus, gue mau kasih bukti ke mereka biar Silvanna lebih dijauhkan dari Granger. Dengan begitu, gue udah bisa milikin Granger," jelas Freya mengenai rencananya.
Zilong mengangguk setuju. "Oke kalo gitu, gue bisa bantu lo. Gue tau alamat orang tua Silvanna di Moniyan. Kita ke sana, tapi nggak hari ini."
"Oke, mungkin besok kita bisa terbang ke Moniyan."
***
Sesuai rencana mereka, Kota Moniyan menjadi destinasi Zilong dan Freya kali ini. Berbekal alamat kediaman Silvanna di Moniyan yang didapat Zilong dari arsip peserta magang StarTV, ia dan rekan satu misinya menyambangi sebuah rumah yang tidak terlalu mewah di sana.
Freya mencocokkan alamat rumah itu dengan alamat yang tertera pada profil Silvanna. Setelah itu, ia mengangguk sebagai ajakan pada Zilong untuk ikut masuk.
"Lebih baik, lo sendiri aja yang masuk. Gue udah terlanjur kenal sama adiknya Silvanna. Gue khawatir dia tau dan rencana kita bakal gagal!" kata Zilong membuat Freya kembali berpikir.
"Oke, gue masuk sendiri. Tapi inget, lo jangan ke mana-mana!" ancam Freya. Setelah perempuan itu meneguhkan hati, ia masuk ke gerbang yang tak dikunci itu. Sementara itu, Zilong mencari tempat untuk bersembunyi.
"Permisi!" seru Freya sambil menekan-nekan bel yang ada di depan pintu rumah itu. Setelah beberapa kali ia menyahut dan menekan bel, muncul seorang perempuan yang begitu mirip dengan Silvanna.
"Mohon maaf, Anda cari siapa?" tanya Nyonya Aurelius, ia tidak mengenali perempuan itu.
"Selamat siang, Nyonya. Saya Freya. Keperluan saya ke sini hanya untuk menyampaikan sebuah kabar." Freya memotong kalimatnya. "Saya minta tolong Anda untuk menjauhkan Silvanna dengan calon suami saya."
Nyonya Aurelius mengerutkan dahi. Orang gila dari mana yang menyuruh Silvanna untuk menjauhi calon suami orang lain? Silvanna sudah bertunangan dan siap menikah di waktu yang dekat.
"Mohon maaf, Nona. Silvanna sudah bertunangan dan siap menikah. Bagaimana bisa dia mengganggu calon suami orang lain? Anak gadis saya bukan orang yang keji seperti itu!" tegas Nyonya Aurelius.
Freya tersenyum miring. "Mungkin Anda harus tahu siapa calon suami saya." Freya kembali menggantung kalimatnya. "Calon suami saya, Granger Chanter!"
Bak disambar petir di siang bolong, detak jantung Nyonya Aurelius semakin tak terkendali. Bahkan, ada rasa sesak yang muncul kala Freya menyebutkan nama tunangan Silvanna sendiri.
"B-bagaimana bisa?!" bantah Nyonya Aurelius. "Granger Chanter adalah calon suami anak saya! Mereka sudah berpacaran sejak kuliah, dan bertunangan satu tahun. Apa maksud Anda mengakui kalau calon menantu saya itu calon suami Anda?!"
"Ya, dia calon suami saya, karena dia adalah ayah dari janin yang saya kandung sekarang!" kata Freya santai namun begitu menyesakkan bagi Nyonya Aurelius.
"A-apa?!" Nyonya Aurelius shock, apalagi ketika melihat gadis yang dihadapannya memegang perutnya sendiri. Perut itu sedikit membuncit. "T-tidak mungkin!" Nyonya Aurelius menggeleng sambil menutup mulutnya. Siapapun tahu kalau air matanya sudah siap terjun ke tanah.
Freya hanya melihat reaksi Nyonya Aurelius dengan tatapan santai.
"Anda pasti bohong! Granger nggak mungkin melakukan hal hina seperti itu!"
"Bila Anda belum percaya, saya punya bukti kuat kalau Granger adalah ayah dari bayi di kandungan saya saat ini." Freya merogoh tasnya lalu menunjukkan beberapa lembar foto skandalnya dengan Granger beberapa waktu lalu. "Saya rasa, ini bukti yang kuat dan valid tentang kasus ini. Jadi saya minta, tegaskan putri Anda untuk menjauhi Granger mulai sekarang!" ancam Freya.
Lembaran foto itu berserakan di lantai teras. Nyonya Aurelius sama sekali tidak ada minat untuk memunguti foto-foto menjijikan itu. Ia masih sibuk dengan perasaannya yang teroyak.
"Sepertinya keperluan saya sudah selesai di sini. Saya permisi dulu," pamit Freya lalu mengabaikan Nyonya Aurelius yang hampir terjatuh karena kabar mengejutkan yang baru diterimanya. Tanpa merasa berdosa sedikitpun, Freya keluar pagar rumah itu lalu meninggalkan perempuan paruh baya itu dengan teganya.
"D-dyrroth!" seru Nyonya Aurelius dengan suara yang semakin melemah sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri di pintu depan rumah.
***
Zilong dan Freya kembali bertemu di persimpangan jalan. Sudah dipastikan kalau siang menjelang sore itu menjadi titik paling bahagia buat keduanya karena satu demi satu rencana pemisahan antara Granger dan Silvanna berhasil.
"Gue seneng banget bisa ultimatum keluarga Silvanna," kata Freya ketika mereka menuju bandara untuk kembali ke Celestial. "Mulai sekarang, nggak ada lagi yang halangin gue buat dapetin Granger!"
"Selamat, misi lo berhasil," Zilong mengucapkan selamat pada gadis itu. "Dan mungkin, gue butuh bantuan lo buat jalanin misi gue."
"Itu soal gampang. Yang penting, gue bisa sama Granger, dan lo bisa rebut Silvanna!"
"Gimana kalo kita rayakan dulu kemenangan kita di sini?" usul Zilong yang sepertinya disambut positif oleh Freya. "Bersulang di kota Moniyan, tempat lahir musuh bebuyutan lo sekarang!"
Dan benar saja, beberapa jam kemudian mereka ada di sebuah bar terbesar di Kota Moniyan. Bar yang konon menjadi tempat favorit anak-anak muda di kota ini.
Dentuman musik DJ membuat seseorang yang merasa senang semakin senang. Apalagi banyak minuman yang bisa membuat mereka melupakan dunianya untuk sejenak. Freya dengan semangatnya mengikuti musik yang memancing tubuhnya untuk terus bergerak. Sesekali ia berhenti untuk minum.
Tanpa sadar karena saking gembiranya, Freya tidak dapat menghitung berapa jumlah minuman yang ia habiskan. Begitu juga dengan Zilong. Namun entah kenapa, mereka mungkin terbiasa dengan gaya hidup seperti ini.
"Kandungan lo nggak apa-apa? Lo minum udah banyak banget," kata Zilong ketika mereka duduk berdampingan di kursi bar.
"Saking kesenengan, sampe gue lupa kalo efek minuman ini nggak cuma buat gue sekarang!" sahut Freya.
"Kita balik aja sekarang. Pesawat malem sebentar lagi take off."
Freya mengangkat kedua alisnya. Namun, ketika hendak berdiri, Freya merasakan kepalanya pusing serta sakit di bagian perutnya.
Dengan sigap, Zilong menangkap Freya yang hampir terjatuh.
***
Berlainan dengan Granger, cowok itu turun dari taksi yang membawanya ke sebuah hotel malam itu. Hotel yang dulu menjadi destinasi penginapannya di kota Monastery. Granger ingat betul bagaimana kondisi hotel dan kamarnya kala itu. Ia harus mencari informasi di sini.
Ternyata, Granger tak sendirian, ditemani X-Borg, sahabat terdahulunya yang akan menjadi saksi pengumpulan bukti kasus ini.
"Dulu gue nginep di lantai enam belas. Dan sekarang, gue mau nemuin staff IT buat dapetin rekaman cctv di hari itu. Belum genap tiga bulan gue terakhir ke sini, dan gue yakin, rekaman itu pasti masih ada," jelas Granger pada X-borg sebelum ia berkomunikasi dengan resepsionis di sana untuk perizinan.
Kebetulan saat ini X-Borg sudah banyak berubah, dia sudah menjadi bagian dari agen penyelidikan di sebuah organisasi rahasia di Kota Celestial. Dengan pengalaman X-Borg di bidang ini, mungkin Granger bisa sedikit terbantu untuk mengumpulkan semua bukti pada kasusnya.
"Saya dari Kantor Penyidikan Celestial. Mohon izin untuk mengambil beberapa rekaman cctv untuk kebutuhan peyelidikan." X-Borg menunjukkan kartu identitasnya. Tak butuh waktu lama, pihak hotel mempersilakan mereka berdua untuk masuk lebih dalam ke hotel itu. Mungkin selanjutnya ruangan IT adalah tujuan mereka setelah ini.
***
Pagi hari yang harusnya tenang, malah terkesan rusuh karena gedoran keras di pintu apartemen Silvanna saat ini.
"Sabar!" sahut Silvanna dari dalam. Namun, ketika pintu terbuka, ia melihat wajah Mama dan Papanya, serta Dyrroth yang entah datang ke sini dari kapan.
"M-mama, Papa!" sahut Silvanna kaget. Pasalnya tampang kedua orang tua Silvanna begitu terlihat marah.
"Katakan apa yang terjadi, Silvanna!" sahut Tuan Aurelius.
"P-pa? Ada apa?" Silvanna pura-pura tidak mengerti apa maksud papanya itu. "K-kita masuk dulu aja ya, Pa, Ma." Silvanna membuka pintu apartemennya lebar-lebar dan membiarkan kedua orang tuanya masuk.
Namun, Dyrroth seperti pasrah dengan sesuatu. Ia tidak dapat menepati janjinya pada Silvanna.
"Sekarang katakan, apa yang sudah terjadi di antara kamu dan Granger?!" tanya Tuan Aurelius.
"K-kami t-tidak--"
"Jangan bohong, Silvanna!" bentak Nyonya Aurelius. "Kemarin ada yang datang ke rumah. Seorang perempuan yang mengaku calon istrinya Granger. Dan sekarang, dia sedang mengandung anak Granger. Apa itu benar?" Nyonya Aurelius sudah semakin berapi-api.
"Eng-- enggak, Ma!" Silvanna terbata mengatakannya.
"Jangan mengelak! Sekarang, minta Granger ke sini. Papa mau ketemu dia!"
"Granger lagi nggak bisa dihubungi, Ma, Pa!"
"Benar kan, semua cerita dari mama kamu benar, kan?!" tegas Tuan Aurelius.
Silvanna sudah tidak bisa lagi untuk tegar. Dia segera menghambur ke pelukan ayahnya.
Sementara itu, Tuan Aurelius menangkap kebenaran lewat bahasa tubuh Silvanna. Gadis itu terseguk hingga punggungnya bergetar. Mungkin gadis itu sedang mencurahkan kesakitannya yang teramat sangat lewat sebuah tangisan.
"M-maafin aku, Pa. Aku belum bisa jaga hubungan ini!" Silvanna semakin menangis kencang.
"Sudah mama katakan, tinggalkan Granger! Kalau saja kamu menuruti mama waktu itu, kamu nggak akan sehancur ini!" Nyonya Aurelius sudah berada di puncak amarahnya.
"Ma, nggak ada salahnya kita tunggu Granger buat buktiin kalau dia nggak salah!"
"Buat apa lagi kamu belain laki-laki itu! Sekarang saatnya kamu fokus pada kuliah kamu dan masa depan kamu. Lupakan Granger!"
Tekanan dari Mamanya saat ini sangat menguji mental Silvanna. Belum sembuh luka karena Granger, kini ia tambah tertekan karena tuntutan mamanya saat ini. Mungkin Silvanna akan mencobanya meski usaha melupakan Granger akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Bersambung...
Maaf ya guys, alurnya aku percepat. Soalnya, target tamatin ini pertengahan bulan depan.
Selamat membaca 💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top