Take You Back - Sammymyemily

"Menemukanmu ibarat menguak lautan air, sangat sulit dan hampir tidak mungkin. Namun, aku melupakan satu hal, sebuah kekuatan asing yang dinamakan ... cinta."
VictorAlan

• TAKE YOU BACK •

Aku berdiri terpaku. Mataku terpusat pada satu titik yang berada beberapa meter di depanku. Sosok yang sejak sebulan lalu menghilang dari hidupku. Dia satu-satunya Perempuan yang berhasil mengalahkan egoku. Perempuan yang membuatku tersadar jika dunia bukan hanya tentang peperangan dan kedudukan. Perempuan itu telah mengajarkanku ... sesungguhnya ada banyak bintang di langit jika aku mau sedikit saja memberikan rasa peduli.

Dengan tubuh yang bermandikan keringat, beberapa luka kecil dan sayatan di lengan dan kaki, serta tetesan darah yang keluar dari luka menganga di dahi, aku melanjutkan langkahku. Pedang yang sejak tadi kupegang, kuletakkan di punggung.

Aku terus berjalan mendekati sosok itu. Lelah yang menggunung tak kuhiraukan sama sekali. Saat ini pikiranku hanya tertuju ke satu pusat. Aku bahkan mengabaikan rasa perih yang ditimbulkan oleh luka-luka itu.

Sungguh, aku benar-benar merasa lega. Rasa sakit dan letihku seolah terbayarkan ketika wajah yang telah lama kurindukan, kini ada di depan mataku. Istriku yang kunikahi setelah diangkat menjadi panglima perang.

Aku bahkan masih mengingat jelas masa itu, masa yang menurutku paling buruk dalam sejarah hidupku. Awalnya, aku menganggap jika pernikahan antar Putra dan Putri Mahkota hanyalah sebuah candaan lucu.

Bagaimana bisa dua orang yang berbeda jenis kelamin hidup dalam satu dunia yang sama, melakukan segalanya bersama, dan mengarungi samudera kehidupan dalam jangka waktu yang tidak pasti. Dan yang lebih bodohnya lagi, untuk apa pula berbagi waktu paling berharga dalam hidupku untuk Perempuan yang sama sekali tidak kukenali itu?

Jika selama ini aku bisa hidup dengan mengandalkan diriku sendiri, untuk apa ada orang lain? Hal itu hanya akan membuatku semakin kesulitan. Menambah beban tanggung jawab yang tidak semua orang bisa menanggungnya, salah satunya aku.

Langkahku kian melambat seiring terkikisnya jarak di antara kami. Perempuan itu masih diam seperti tadi. Aku tahu ia juga menyadari keberadaanku, melihat raut terkejut di wajahnya yang seputih kapas.

Akhirnya....

Setelah melalui banyak rintangan dan bahaya, aku tak pernah menyangka jika akhirnya bisa menemukannya di sini. Di tempat asing yang belum pernah kudatangi dan hanya kutahu namanya, Dunia Manusia.

"Alan ...." lirihnya.

Mataku terus memaku ke titik yang sama, yaitu netra sejernih madu miliknya. Langkahku sedikit terseok ketika merasakan kakiku mulai berdenyut, ngilu. Hingga akhirnya aku berhenti tepat di jarak setengah meter darinya.

"Alan, tolong bantu aku ... " Suaranya terdengar lemah, bahkan nyaris tak terdengar.

"Kemarilah," panggilku. Kakiku terasa semakin sakit karena luka sobek yang cukup besar di telapakm kakiku, membuatku tak sanggup lagi untuk menghapus sisa jarak yang memisahkan kami.

Dia berjalan mendekat. Aku mengulurkan tangan yang segera disambut dengan baik olehnya.

Perjalananku untuk sampai ke tempat ini memang tidak mudah. Banyak hal yang telah kulalui demi bisa bertemu kembali dengan istriku. Aku harus menyusuri hutan perbatasan, melawan Giant Rush, menghindari musuh, bahkan mempertaruhkan nyawa demi bisa mendapatkan liquid immortality, semacam segel agar sihirku tetap aman.

Aku sangat membutuhkan sihir itu ketika nanti akan membawa pulang istriku.

Aku mengakui, jika sikapku kepadanya dulu sangat buruk. Sampai-sampai dia memutuskan untuk pergi dariku. Meninggalkan Istana, meninggalkan segala yang dimilikinya, tekhusus diriku.

"Ceritakan padaku, apa yang terjadi?" pintaku dengan lembut. Kurasakan pelukannya semakin mengerat. Perlahan, satu isakan lolos dari bibir cherry-nya.

"Maafkan aku," bisiknya, lirih.

Aku menarik napas, sedikit tercekat ketika merasakan baju bagian depanku mulai basah. Dia menangis?

Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun melihatnya menangis seperti ini entah mengapa membuat bagian kecil dalam diriku seperti tercubit. Rasanya, aku seolah bisa merasakan kesakitannya.

"Aku akan memafkanmu setelah aku tahu semuanya secara detail. Jadi, ceritakanlah."

Dia melonggarkan pelukan kami. Kepalanya mendongak, kulihat mata dan ujung hidungnya memerah, sedangkan pipinya basah oleh air mata. Bibirnya bergetar dan napasnya mulai memburu.

"Aku takut .... " Lagi-lagi, hanya suara selirih angin. Aku heran, kemana perginya Samantha yang suka berteriak itu?

"Katakan saja, Sayang," ujarku perlahan, berusaha sabar dalam menghadapi istriku yang mudang tersinggung. Aku tidak ingin membuatnya marah untuk yang kedua kali. Cukup sekali saja aku menyakitinya dan membuatnya pergi meninggalkanku.

"Mereka, mereka .... " Tercekat. Samantha tiba-tiba menangis keras. Menumpahkan seluruh beban yang kurasa amat berat baginya. Kembali kupeluk tubuhnya, kubenamkan wajahnya di dadaku. Mencoba menenangkan sambil membelai surai halusnya.

Otakku berputar memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan buruk yang sekiranya dialami Samantha selama jauh dariku. Apakah ada yang mengincar nyawanya? Apakah ada yang berbuat jahat kepadanya? Apakah mereka melukainya?

Dan, aku hanya bisa berharap, semoga semua itu tidak benar adanya.

Satu detik, dua detik, setiap waktu yang terlewati di taman ini hanya diisi oleh suara tangisannya. Tubuh kurus Samantha kembali bergetar. Dia menangis terlalu lama. Kuyakin sekarang ia mulai merasa lelah. Tampak dari suara tangis dan tubuh bergetarnya yang perlahan memelan.

"Tidurlah," bisikku di telinganya. Aku tahu, yang ia butuhkan saat ini hanyalah ketenangan. Aku tidak akan lagi memaksanya untuk bercerita. Mungkin nanti, setelah semua ini berlalu, Samantha pasti akan mengatakannya sendiri padaku.

Kucoba untuk melepaskan pelukan kami saat tidak lagi merasakan pergerakan. Namun, ternyata dugaanku salah. Samantha mengetatkan tautan tangannya di pingangku. Rupanya ia masih terjaga.

Aku menunggunya dengan sabar. Entah kejadian macam apa yang baru saja menimpanya.

Tak lama kemudian, barulah pelukan kami terlepas. Samantha terlihat mengatur napasnya, lalu sedikit merapikan penampilannya yang berantakan.

Setelah itu kepalanya kembali mendongak. Kali ini, ia sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Diam-diam, aku mengucap beribu kata suci dalam hati.

"Aku pergi ke Dunia Manusia dan merubah wujudku menjadi seekor kucing."

Dia mulai bercerita. Aku hanya memperhatikannya dalam diam. Mencoba memberinya ruang dan mendengarkan setiap kata yang terlontar.

"Awalnya, semua baik-baik saja sampai aku menyadari tubuhku mulai berubah. Semua buluku rontok dan seluruh sel dalam tubuhku terasa mati. Aku kembali dalam wujud manusia. Ketika itu aku masih tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Sampai kemudian, aku tidak bisa mengendalikan beberapa sihirku. Semuanya kacau, aku bahkan sempat membunuh beberapa penyihir dari Iceland dan seorang manusia."

Jeda. Samantha tampak berusaha menahan tangis yang kembali ingin pecah.

"Aku tidak pernah mengira jika hidupku akan sesulit ini. Aku pikir dengan cara meninggalkanmu maka semua rasa sakit itu akan berakhir. Tapi aku salah ... "

Aku menariknya untuk duduk di salah satu kursi yang ada di taman ini. Hatiku sakit ketika mengatahui kejadian mengerikan apa yang telah menimpanya. Ternyata, harapanku tadi tidak terkabul.

"aku salah menjadikan tempat ini sebagai pelarianku. Ini lebih buruk dari neraka. Mereka yang punya dendam terus berusaha untuk membunuhku. Aku sangat takut tidak bisa bertemu lagi denganmu."

Dia kembali menangis kencang. Kedua bahunya berguncang hebat. Namun, kali ini aku sengaja tidak memeluknya seperti tadi.

Aku menghela napas berat, heran mengapa ia masih bisa melakukan hal melelahkan itu dengan kondisi seperti ini. Samantha sungguh Perempuan yang teramat polos. Dia selalu menganggap semua hal akan baik untuknya. Apa pun yang ingin dilakukannya, ia percaya bahwa dirinya akan selalu baik-baik saja. Dia terlalu naif.

Dia bahkan pernah bermimpi ingin tinggal di dunia manusia dan menjadi salah satu hewan peliharaan mereka. Dan, dia baru saja merealisasikannya.

"Alan," panggilannya menyentakku yang tanpa sadar melamun di tengah cerita. "I-iya?"

"Apa kamu membenciku?" Samantha menatapku dengan wajah polos dan pandangan penuh luka. Aku tertegun. Dalam hati, aku juga mempertanyakan hal yang sama kepada diriku.

Apa aku membencinya?

Selama beberapa bulan mengenalnya, aku sudah tahu banyak sikap buruk yang ia miliki. Suka membentak ketika kesal, keras kepala, melakukan sesuatu semaunya, berpikiran pendek, dan terakhir yang baru saja kuketahui, ... cengeng.

Apa pantas Perempuan seperti itu mendampingi Pangeran yang sejak kecil bahkan telah dilatih berperang dan membunuh siapa pun yang berani menyusup ke Istana, tanpa mengenal hati nurani?

Tetapi kemudian, aku tersadar. Aku mengerti mengapa Raja memaksaku untuk menikahi Samantha. Hatinya rapuh. Dan, dengan apa yang kumiliki, tentu aku diandalkan untuk melindunginya. Sebab, dia satu-satunya penyihir yang memiliki darah bangsawan terhebat dalam sejarah. Keturunannya bisa menjadi penyihir paling kuat di dimensi manapun.

Lalu, apa jawaban yang tepat untuk menggambarkan perasaanku kepadanya?

"Alan." Dia kembali memanggilku, mungkin karena tidak kunjung mendapat jawaban.

"Tidak, sayang. Aku tidak membencimu, sama sekali tidak," tegasku.

Samantha terdiam. Masih dengan sorot yang sama. Namun, kini matanya memancarkan sedikit cahaya. Ada binar ceria dan harapan yang terkandung di dalam netra bening itu.

"Benarkah?" tanyanya memastikan.

"Iya!" Aku mengangguk mantap. Samantha tersenyum lebar. Lengkungan manis yang tiba-tiba muncul di wajahnya membuatku sedikit terkesiap. Terkesima oleh pesonanya. Refleks, aku membuang pandangan.

Hell, mengapa aku baru menyadari, jika dia sangat cantik ketika tersenyum?

"Hey, kita sudah menemukannya!"

Tiba-tiba, sekelompok makhluk bertubuh besar datang mengepung. Samantha tampak kaget. Aku tahu, para makhluk ini pasti dari kerajaan Iceland. Namun, aku masih penasaran mengapa mereka bisa sampai mengejar Samantha. Apakah hanya karena darah keturunan yang dimilikinya, ataukah benar mereka mempunyai dendam lain?

Beruntung, sekarang aku sudah mendengar sedikit cerita dari istriku. Dengan sigap, kugenggam jemari mungil Samantha. Hanya dengan beberapa mantra, lalu kami menghilang dari tempat ini.

Aku dan Samantha muncul di tempat yang asing. Ruangan ini sangat gelap dan penuh debu. Aku menyuruh Samantha untuk menutup mulutnya.

Aku menjentikkan jari, lalu semua penerangan menyala.

"Tempat apa ini?"

"Gudang."

Kupikir itu suara istriku, ternyata aku salah. Ada sosok lain di tempat ini. Aku menatap berkeliling. Mataku menangkap beberapa benda usang yang berserakan. Kemudian, aku menemukan sosok anak bertubuh manusia yang bersandar di dinding di sebelah pintu. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Wajah yang familier.

"Ah, kupikir siapa yang baru saja mencoba untuk menerobos portal."

"Portal? Apa maksudnya?" Samantha terlihat bingung. Sementara aku menatap tajam ke arah anak laki-laki itu.

Anak laki-laki itu mendesah, sepertinya ia sadar telah berbicara tidak sopan kepada kami. Meski matanya tetap menyorot malas, seolah tak memiliki energi.

Tunggu, sepertinya aku ingat siapa anak ini. Dia merupakan putra dari salah satu abdi Raja Crithone yang ditugaskan untuk menjaga portal penghubung tiga dimensi, yaitu negeri Coalland, Iceland, dan Dunia Manusia—tempat yang saat ini kami pijak.

Yah, benar. Itu dia.

Dia orang kedua yang seharusnya kucari setelah menemukan istriku. Tidak disangka kami bisa bertemu di sini, bahkan aku tidak perlu lagi menggunakan tenagaku. Seolah takdir baik sedang berpihak kepadaku.

"Pangeran Victor dan Putri Samantha, benar?" Aku mengangguk, kulirik Samantha juga melakukan hal yang sama. "Perkenalkan, aku, Panji. Penjaga portal tiga dimensi. Siapa pun yang ingin ke dunia manusia atau meninggalkannya, harus dapat izin dariku. Tidak bisa seenaknya."

Panji bergantian menatapku dan Samantha, lalu berhenti di wajahku.

"Raja Abraham sudah menghubungiku dan memintaku untuk membantumu. Sekarang, jika kalian ingin kembali, ke dua sihir harus digabungkan agar sisa energi yang di miliki oleh Putri Samantha bisa kembali pulih," lanjutnya.

Aku dan Samantha saling berpandangan. Lalu melakukan selebrasi dan mengucap beberapa mantra.

Setelah itu, pandanganku kembali menumpu pada wajah Panji.

"Cepatlah pergi, tempat ini tidak aman untuk Pangeran dan Putri. Banyak musuh yang mengincar keturunan Abraham saat ini, apalagi setelah Putri Samantha melakukan banyak kesalahan. Bahkan sampai sekarang aku masih bingung bagaimana cara kalian bisa datang ke sini."

"Tapi, bagaimana caranya?"

Panji mengernyitkan dahi. "Pangeran sendiri, bagaimana cara masuk ke dunia manusia ini?" ujarnya melemparkan pertanyaan.

Aku melontarkan tatapan tak suka, membuat anak laki-laki di hadapanku ini mendesah lagi.

"Baiklah, itu tidak penting. Aku akan membantu Pangeran dan Putri. Ayo ikuti aku."

Panji berjalan melewatiku. Ia berdiri di depan sebuah cermin yang memantulkan cahaya biru kehijauan. Cermin itu tampak usang dan juga berdebu tentu saja.

Lalu, kulihat mulutnya berkomat-kamit, seperti merapal mantra. Lalu tiba-tiba, cermin tersebut bersinar dan menampilkan cahaya terang dan menyilaukan.

"Itu portal yang tadi kukatakan. Masuklah ke sana sambil menggenggam tangan, cermin itu bisa membawa Pangeran dan Putri Mahkota kembali ke negeri Coalland."

Tanpa perlu menunggu lama, aku segera menarik lengan Samantha untuk memasuki cermin itu bersama-sama. Namun, baru saja menyentuh ambang, aku merasakan tubuh kami seperti terhisap dan tergulung-gulung dalam cahaya warna-warni yang membuat pusing. Kemudian, tubuh kami seperti melayang sekejap, lalu keluar dari sebuah lubang cahaya yang seperti berputar-putar.

Rupanya kami telah sampai di negeri Coalland tanpa cacat. Itu pertama kalinya aku melewati portal. Rasanya sedikit aneh dan membuat kepala pusing.

"Apa kamu terluka?" tanyaku sambil mengajaknya melangkah memasuki Istana. Para penjaga dan beberapa ksatria datang mendekat. Menyambut kami.

"Tidak. Aku baik-baik saja." Samantha tersenyum amat manis. Entah kenapa, kini senyuman itu terasa menenangkan dan membuatku merasa nyaman.

"Jangan lakukan lagi."

Samantha menghentikan langkahku, dia memandangku dengan sorot yang sulit diartikan. Aku tahu dia paham maksudku.

"Tidak akan. Kecuali jika kamu yang memintanya."

Aku tidak tahu, mengapa kata-kata itu terasa begitu indah di telingaku. Ini adalah kata-kata terindah yang pernah kudengar seumur hidupku. Dan, itu dari istriku.

[end]

***
Terima kasih sudah membaca. :)

Salam,
SR Agents.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top