Peri Hutan, Cinta, dan Dongeng : I - umisholihahaisha

"Jika orang lain jatuh cinta pada pandangan pertama, tidak dengan Velove. Dia jatuh cinta pada aroma pertama Gabriel! Dab hal itu membuatnya terlempar ke dunia yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya."
-Peri Hutan, Cinta, dan Dongeng-

:-:-:-:

Namanya Gabriel Innerpeace, anak 11A yang sangat ahli di bidang kimia. Karakternya yang pendiam juga tidak suka mencari perhatian justru memancing rasa penasaran seorang Velove Clearwater anak kelas 11B yang kelasnya tepat di sebelah kelas Gabriel. Tapi bukan hanya karena alasan itu seorang Velove mengagumi Gabriel, gadis pirang itu jatuh hati lantaran efek samping dari aroma tubuh Gabriel yang unik.

Sel-sel olfaktori Velove berhasil menyimpan setiap wangi-wangi yang tercium oleh indra penciumannya dan menyimpannya dalam satu folder khusus. Wangi Gabriel!

Jika Dania atau Dharma menyebut nama Gabriel secara sengaja atau tidak sengaja, otak Velove otomatis akan mendeskripsikan setiap aroma tubuh Gabriel yang khas dan unik. Suatu waktu si master kimia itu akan tercium seperti aroma dedaunan pagi dengan campuran wangi apel, lain hari akan tercium seperti aroma pinus, tapi aroma citrus segar yang paling sering mencuri perhatian Velove.

Dania, satu-satunya sahabat perempuan yang dimiliki Velove tak heran jika banyak orang yang menganggap Velove aneh, bahkan ada yang tega memanggilnya Velofreak di belakang Velove. Velove memang sedikit aneh karena sering berbicara sendiri, ia sering melontarkan pertanyaan yang kemudian dijawab sendiri, ia sering berbicara dengan tanaman di sekolah. Sebagai sahabat Dania bisa memahami, karena Velove mengatakan semua yang ada di dunia ini hidup dan bisa berkomunikasi, hanya saja bentuk komunikasinya berbeda.

Lain halnya dengan Dharma, ia terjebak bersahabat dengan Velove gara-gara lomba pramuka, saat itu ia dan Velove ditunjuk untuk lomba mendeteksi aroma. Dharma merasa ketiban sial, ia yang sangat berjiwa pramuka harus sakit pilek di situasi seperti ini.

"Tenang saja, aku yakin bisa menebak semua aroma dengan tepat dan akurat," ucap Velove memastikan. Tak ada keraguan di setiap kata yang terucap. Label Velofreak sulit membuat Dharma percaya, tapi sebagai tim dia akan mencoba percaya pada Velove. Dan kepercayaan itu berbuah manis, tim mereka juara satu dalam lomba kategori menentukan aroma.

Impulsif memang, Velove merasa jatuh hati sejak pertama kali mencium wangi Gabriel. Velove sendiri sangat mencintai alam yang masih asri, dan wangi Gabriel sangat sesuai dengan kriterianya. Wanginya begitu alami. Seolah-olah mampu membawa Velove pergi ke sebuah taman rahasia yang disitu hanya ada dirinya dan Gabriel saja.

"El pasti membuat parfumnya sendiri, mungkin ketika di lab kimia dia diam-diam bereksperimen. Mungkin dengan berpura-pura meminta bantuan membuat parfum aku bisa lebih dekat dengan El!" tekad Velove.

Hanya demi bisa dekat dengan Gabriel, Velove sampai rela mendekam di lab biologi selepas kegiatan belajar mengajar sampai pukul sepuluh malam. Ia menghabiskan waktu luangnya selama dua hari, hari pertama dia mempelajari cara membuat essential dan hari berikutnya dia membuat essential buah Berry yang ternyata memakan waktu yang cukup lama.

Jangan salahkan dia karena rasa ingin tahunya yang tidak bisa dibendung, salahkan saja Gabriel yang begitu mempesona dan pelit bicara. Jika saja Gabriel bukan tipe lelaki autis, mungkin Velove sudah menjadi teman Gabriel.

Setelah yakin dengan berry essential yang sudah jadi, Velove mendatangi Gabriel di lab kimia. Bermaksud meminta etanol untuk melarutkan hasil essential yang telah dibuatnya.

Malam itu lab kimia sepi seperti tidak ada penghuninya. Tapi Velove yakin Gabriel ada di dalam, karena tidak ada tempat lain yang menjadi favorit anak dengan rambut sedikit gondrong itu selain lab kimia. Velove menutup pintu lab pelan dan terus melangkahkan kakinya ke dalam, ia melewati ruangan Mr. Elbert –guru kimia sekaligus kepala laboratorium. Langkah kaki Velove berhenti di ruang literasi karena ia mendengar cuitan burung-burung hutan, suara angin dan gemericik air.

Rasa penasaran membuatnya nekat membuka pintu. Tak ada siapapun kecuali buku-buku yang tertata rapi, dan entah sejak kapan ada 2 pot bunga yang terletak di sudut ruangan dengan cahaya senter menerangi tembok diantara dua pot itu. Rasa ingin tahu Velove semakin tergugah, ia bergerak mendekat dan dia tercengang ketika menemukan laptop Gabriel menyala. Rupanya laptop itulah yang mengeluarkan suara irama alam menenangkan.

Velove melihat layar laptop yang menampilkan video Gabriel tertidur yang sedang tertidur di rumah pohon,m. Ia menyentuh layar laptop itu, mengusapnya tepat di pipi Gabriel dan itu membuatnya merasa seperti sedang mengusap wajah Gabriel. Hanya begitu saja Velove merasa pipinya menghangat.

Penasaran dengan tembok yang disorot senter, Velove mendekati tembok itu, lalu tanpa sengaja tangannya menyenggol duri bunga Euphorbia dan hal itu membuat Velove kaget dan jatuh membentur tembok. Bukannya merasa sakit, Velove justru merasa dirinya terlempar ke sebuah dimensi lain. Velove menoleh dan terpekik kaget ketika dirinya berada di rumah pohon bersama Gabriel yang tertidur pulas.

Velove merasa dirinya mimpi dan terjebak di dalam video yang ada di laptop Gabriel. Velove mengamati wajah tenang Gabriel yang seperti bayi. Lalu tatapan matanya beralih ke sebuah benda yang sedang digenggam Gabriel. Velove ingin melihatnya sebentar, ia menarik benda itu perlahan.

Ternyata itu adalah kalung dari serabut akar yang halus dengan gantungan sebuah batu berbentuk kunci berwarna biru xavier. Velove kaget untuk kedua kalinya karena Gabriel menggeliat. Saking kagetnya tubuh Velove membentur dinding rumah pohon dan membuatnya kembali ke ruang literasi laboratorium. Velove ingin kembali masuk ke dalam dinding tapi ia takut Gabriel bangun, akhirnya dia berlari keluar dengan membawa kalung berbandul batu itu.

Velove berlari pulang menuju asrama. Dalam hati berjanji besok dia akan mengembalikan kalung itu, mungkin berpura-pura menemukannya di laboratorium.

Malam telah pergi, pagi terlewati di balik bangku belajar dan hal itu membuat Velove hampir mati bosan. Semua pelajaran membosankan kecuali biologi. Ketika jam istirahat datang, Velove dan Dania berjalan menuju danau di depan sekolah. Duduk di papan kayu sambil merendam kaki ke dalam air danau yang berwarna hijau bening membuat mereka merasa rileks.

"Ssst ... aku menemukan ini." Velove memamerkan kalung serat akar dengan gantungan batu berbentuk kunci.

"Ya ampun, nemuin rongsokan aja bangga!" respon Dania tidak seperti yang Velove harapkan.

"Enak saja, ini bukan rongsokan! Ini milik Gabriel!" pipi Velove bersemu. Selalu seperti itu jika mereka membahas Gabriel.

"Coba lihat!"

Velove mendekatkan tangannya agar Dania dapat melihat lebih jelas. Menyadari Dania akan menyentuh kalung Gabriel, reflek Velove menjauhkannya dari jangkauan tangan gadis dengan senyum manis itu. Namun, sayangnya hal itu justru membuat kalung Gabriel terlempar ke danau.

"Tidakkkkk!" Velove berteriak histeris seolah akan menghadapi kiamat detik itu juga. Hampir saja gadis bermata bulat itu menceburkan diri ke danau jika Dharma tidak mencegahnya.

Dharma yang tadi menghampiri kedua sahabatnya sambil tersenyum lebar, dengan tiga ice cream coklat ditangannya terkejut ketika dia melihat Velove akan melompat ke danau.

"Kalung itu berharga sekali untukku." Velove berkata dengan sedih.

"Biar aku saja yang ambil." Dharma menenangkan Velove. Entah sejak kapan lelaki itu merasa harus selalu ada di sisi Velove. Mungkin dia tidak tega melihat orang-orang selalu membicarakan keanehan Velove. Mengatakan bahwa gadis itu tidak memiliki teman, karena itulah dirinya berjanji akan menjadi teman yang selalu ada bagi Velove.

Tidak sulit bagi Dharma menemukan kalung itu karena memang kalung itu terlempar tidak terlalu jauh. Di memasukkan kalung itu ke saku celananya. Dharma sudah akan naik ke permukaan tapi dia merasa kakinya terjerat sulur-sulur tanaman danau. Dharma mulai panik. Dan kepanikan membuatnya semakin butuh oksigen, tapi justru air danau yang memenuhi mulut dan hidungnya. Dharma terus menjejak air dengan cemas sampai ia merasa tubuhnya sudah sangat lemas, pandangannya mengabur. Dharma kembali menjejakkan kakinya lebih kuat lagi tapi nihil.

Diujung harapannya untuk hidup, dia melihat sosok cantik. Sosok itu mendekati Dharma dan memberikan sebuah cairan dalam botol kecil seolah berkata, "Minumlah!". Tentu Dharma menolak tapi sosok cantik berambut hitam itu terus memaksa. Dharma seperti tidak punya pilihan lain, ia menelan cairan tersebut, lalu kesejukan melingkupinya. Dia merasa bisa bernafas dalam air.

"Terimakasih," ucap Dharma tulus, sepertinya ucapan terima kasih tidak cukup untuk seseorang yang telah menyelamatkannya.

"Sama-sama," jawab perempuan itu.

Seperti mimpi. Dharma baru menyadari bahwa dirinya bisa bernafas dalam air. Dan tunggu, dia sedang berbicara dengan siapa? Dharma melihat sosok gadis cantik di depannya, rambutnya hitam panjang, ada mahkota berwarna hijau lumut di kepalanya. Dharma menajamkan penglihatannya dan terkejut setengah mati.

Sosok itu ternyata separuh ikan dan separuh manusia. Sisiknya berwarna hitam indah, seperti mutiara hitam yang tersimpan jauh di dasar laut.

"Kamu ... siapa?" tanya Dharma ragu.

"Aku Davrina. Salah satu putri duyung yang menghuni danau ini."

"Salah satu putri duyung danau?"

"Iya, ada ribuan duyung di danau ini. Tapi dari sekian ribu itu tidak ada satu pun yang peduli padaku."

"Kenapa?"

"Aku buruk rupa, lihatlah sisikku yang berwarna hitam legam ini. Sangat jelek!"

"Tidak, kamu sangat cantik!" puji Dharma jujur.

"Sungguh? Selama ini tak satu pun duyung yang bilang aku cantik kecuali ibuku." Cerita Davrina, "akan kutunjukkan padamu betapa cantiknya sisik teman-temanku." Davrina membawa Dharma semakin masuk ke dalam danau. Dharma baru tahu di dalam danau itu terdapat gua.

Dharma melihat ke arah dimana Davrina menunjuk. Di sana terlihat kawanan duyung yang asik bercengkrama. Mereka terlihat cantik dan indah dengan sisik berwarna cantik. Ada yang berwarna biru, hijau, kuning, merah jambu, perak, ungu.

"Di sini ... cantik atau jelek dinilai berdasarkan warna sisik," keluh Davrina.

"Aku suka bingung sama perempuan, entah itu manusia ataupun duyung seperti kamu. Apa yang salah dengan warna? Kalian cantik dengan warna kalian masing-masing. Dan yang terpenting adalah kecantikan yang bersumber dari hati, karena itu kecantikan yang abadi dan tak akan lekang oleh waktu."

"Aku ingin kamu menjadi temanku!" pinta Davrina dan Dharma mengangguk.

"Ada yang datang." Davrina mengantarkan Dharma keluar dari gua di dasar danau.

"Jangan cerita apa pun pada mereka." Davrina meninggalkan Dharma. Tidak lama kemudian Dharma merasa seseorang menarik tangannya, membawanya ke permukaan dan membaringkannya di papan kayu.

"Dharma ... Dharma Wicaksana kamu bisa dengar aku?!" tanya Aqdas cemas.

Ia anak kelas 11F teman satu ekskul Dharma di pramuka. Aqdas dengan cepat memberikan pertolongan pertama. Ia menekan dada Dharma dengan dua telapak tangan saling tumpang tindih. Tidak lama kemudian Dharma sadar dan terbatuk, ia memuntahkan air danau. Wajahnya pucat, tubuhnya lemas seperti tak berulang.

"Kita harus segera membawa dia ke UKS!" seru Gabriel.

Ia tadi tidak sengaja melintas di dekat danau saat Velove dan Dania berteriak histeris. Lantaran Dharma tidak muncul-muncul dari dalam danau. Gabriel yang melihat Aqdas tidak jauh dari posisinya, langsung menyeret anak itu untuk membantu menyelamatkan Dharma.

Madam Dewi –wanita paruh baya penjaga UKS, menyambut kedatangan anak-anak dengan tenang. Gabriel dan Aqdas meletakkan Dharma ke brankar dengan sangat hati-hati. Setelah itu, Aqdas pamit karena ada keperluan lain.

Madam Dewi memeriksa detak jantung dan denyut nadi Dharma. Lalu memeriksa matanya dengan senter kecil. Tubuh Dharma menggigil, bibirnya yang tadi terlihat pucat sekarang justru terlihat membiru seperti orang keracunan. Tanpa aba-aba Dharma memuntahkan cairan berwarna hijau tua.

Madam Dewi langsung sadar, bahwa Dharma telah meminum ramuan Purest hydrillamora, itu terlihat dari bau dan cairan muntahan Dharma. Bersamaan dengan kesadaran madam Dewi tentang cairan yang terminum Dharma, Mr. Fredy –kepala sekolah SR high school masuk ke UKS.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Mr. Fredy dengan suara berat.

Wajahnya tampak lelah karena memang akhir-akhir ini sekolah sedang banyak masalah. Dari kematian seorang cheerleaders, lalu disusul kematian Emme si pianist berbakat. Sekarang Velove menambah daftar masalah berat untuk sekolah dengan membuat Dharma nyaris mati.

Gadis itu menangis, menyesali kebodohannya. Seharusnya dia yang tenggelam di danau, atau seharusnya ia tidak perlu menunjukkan kalung Gabriel pada Dania, atau lebih baik ia tidak mengambil kalung Gabriel. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

"Dharma telah meminum Purest hydrillamora yang kita tahu ramuan itu dapat membuat seseorang bisa bernapas dalam air. Tetapi efek sampingnya, orang yang telah meminum ramuan tersebut tidak akan bisa bertahan lebih dari 24 jam hidup di darat." Madam Dewi menerangkan.

"Hanya ada tiga pilihan. Pertama, memberikan Dharma ramuan penawar dari tanaman Marchantia polymorpha luciferin, tanaman yang hanya tumbuh di Evergreen –hutan perbatasan. Yang kedua terpaksa membiarkan Dharma hidup sebagai makhluk air di dasar danau dan pilihan terburuk kita merelakan Dharma kembali dalam pelukan bumi." Velove yang mendengar hal itu tak kuasa menahan air matanya, Dania memeluk sambil mengusap punggung Velove. Velove tidak ingin kehilangan sahabatnya.

Mr. Fredy menghembuskan napas berat. Ada banyak persoalan yang semua terasa mendesak, tapi Mr. Fredy tidak bisa mengurus semuanya sendiri. Ia menatap Velove, Dania dan Gabriel bergantian.

"Gabriel, temui Panji dan ajak mereka untuk menemukan Marchantia polymorpha luciferin di Evergreen," perintah Mr. Fredy pada Gabriel.

"Tapi Mr ...."

"Kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan. Tolong ... saat ini kondisi sekolah kurang kondusif dan ada masalah di tempat lain yang tidak bisa ditinggal. Atau semuanya akan hilang dalam sekejap." Velove dan Dania tidak mengerti arah pembicaraan Mr. Fredy dan Gabriel, pikiran mereka terlalu kusut untuk mencerna.

"Saya percaya kamu bisa menyelesaikan masalah ini." Hanya kalimat itu yang bisa ditelaah Velove dengan baik. Setelah itu Gabriel mengajak Dania dan Velove menemui Panji di gudang yang terletak di halaman belakang sekolah.

Velove dan Dania heran untuk apa mereka ke gudang. Sebelum masuk, Gabriel memastikan tidak ada satu pun orang yang melihat mereka bertiga masuk gudang sekolah.

"Panji si anak yang hobi tidur di kelas ternyata punya singgasana di gudang." pikir Velove takjub.

"Kalian tunggu di sini, sepertinya panji ada di dalam," ucap Gabriel. Velove dan Dania berpikir Gabriel akan mencari Panji lebih jauh. Ternyata dia masuk ke dalam sebuah cermin besar.

Velove dan Dania melongo, seperti anak kecil yang pertama kali melihat sulapan. Velove penasaran dan mencoba menyusul Gabriel masuk ke dalam cermin, tapi yang terjadi dia justru terbentur cermin. Melihat Velove terbentur cermin membuat Dania tertawa, tapi anehnya dia justru ingin mencoba melakukan hal bodoh yang serupa. Ia mencoba masuk ke cermin itu. Alangkah kagetnya Dania saat dilihatnya sebuah hutan dengan jalan setapak.

Gabriel terlihat gelisah karena tidak menemukan Panji –penjaga portal yang bisa membawa anak-anak manusia untuk masuk ke hutan perbatasan ataupun ke dimensi lain. Dan alangkah terkejutnya dia saat melihat Dania berhasil masuk melalui portal cermin. Namun keterkejutan itu hilang karena teriakan Velove.

"Hai ... apa yang kalian lakukan di dalam? Aku tidak bisa masuk, bagaimana caranya masuk ke sana?" teriak Velove.

Gabriel menepuk jidatnya. Ia kenapa bisa lupa sesuatu. Ia mengajak Dania keluar dari portal cermin. Lalu memimpin Dania dan Velove ke dalam gedung sekolah. Hanya satu yang perlu dituju. Laboratorium kimia yang terdapat di lantai empat.

Sesampainya di lab kimia, Gabriel membawa dua gadis itu ke ruang literasi. Lalu mengunci pintu itu agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk. Dengan cepat ia menghidupkan laptopnya, memutar suara alam yang serupa dengan suara-suara di dalam hutan. Lalu dengan agak tergesa ia menata bunga Euphorbia dan mengarahkan lampu senter diantara dua pot bunga berduri itu. Lalu ia kembali ke laptopnya mengetikkan sesuatu lalu menekan tombol enter.

"Ayo masuk!" Velove merasa dejavu. Ia teringat kejadian kemarin saat dirinya tidak sengaja masuk ke dalam dinding.

"Kita akan kemana?" tanya Velove tidak yakin.

"Bukankah sudah jelas tadi kepala sekolah menyuruh kita ke hutan perbatasan untuk mencari tanaman Marchantia polymorpha luciferin."

"Lewat situ?" tanya Velove lagi. Gabriel tidak sabar, ia menggandeng tangan Velove dan mengajaknya berjalan diantara dua pot bunga berduri. Dania menyusul setelahnya.

Velove telah menebak dia akan muncul di rumah pohon. Tanpa banyak bicara Gabriel memimpin mereka untuk turun dari rumah pohon dan menyusuri jalan setapak.

"Ini hutan perbatasan?" tanya Dania.

"Aku kira kamu sudah tahu jawabannya."

Dania menggeleng.

"Aku tidak yakin tentang apa-apa, tapi aku sering mengalami hal aneh."

"Itu tidak aneh, karena kamu memang istimewa," jawab Gabriel mantap.

"Jangan bilang sesungguhnya kalian makhluk dari dimensi lain!" seru Velove cemas.

"Aku yakin Dania adalah makhluk istimewa, meskipun aku tidak yakin sebenarnya kamu makhluk apa. Tetapi yang jelas kamu bukan manusia biasa karena Dania tidak mungkin bisa menembus portal dengan selamat tanpa bantuan Panji." jawab Gabriel dengan suara tenangnya.

"Sedangkan aku ... sebenarnya aku adalah peri hutan. Hanya saja aku telah melakukan kesalahan besar, tanpa sengaja aku hampir menghancurkan Evergreen. Sebagai konsekuensinya, ibu ratu menarik kekuatanku dan mengirim aku ke dunia makhluk-makhluk lemah tinggal," terang Gabriel.

"Kenapa semua ini terdengar seperti dongeng pengantar tidur?" Velove menanggapi, suaranya terdengar lemah seperti orang melamun.

"Anggap saja begitu," jawab Gabriel pendek.

Ia terus memimpin langkah menuju tempat dimana Marchantia polymorpha luciferin biasa tumbuh. Ingatannya tentang jalan hutan perbatasan tidak hilang.

"Apa kamu sering masuk dan menghilang di balik tembok?" tanya Velove. Ia bosan terus berdiam selama menyusuri jalan setapak yang menanjak seperti gunung.

"Iya."

"Apa bedanya menghilang di balik tembok dengan menghilang di balik cermin yang ada di gudang tadi?" kali ini Dania yang penasaran.

"Menghilang di balik tembok tidak semudah yang kalian bayangkan. Kalian harus menyediakan dua pot tanaman hidup atau dua pohon bila perlu, lampu sorot dan bunyi-bunyian yang mirip suara hutan. Dan ada kode rahasia untuk mengakses dimensi lain. Memang tidak praktis, tapi akan lebih sulit jika setiap hari aku bolak-balik melalui portal utama. Jelas Panji akan melarangku, karena dia tahu aku dalam masa hukuman dan tidak diizinkan bunda ratu memasuki hutan perbatasan."

"Portal utama?"

"Iya, Portal yang dijaga Panji di gudang, portal itu adalah satu-satunya akses masuk dengan jalur normal. Anak itu memang terlihat payah sebagai manusia, tapi dia tidak bisa diremehkan begitu saja, karena tugas penjaga portal jelas tidak mudah."

"Mungkin dia sering mengantuk di kelas karena capek nungguin portal, sama seperti abang-abang penjaga toilet di terminal." Velove menanggapi enteng dan itu berhasil membuat Dania dan Gabriel tertawa. Panji memang seperti itu, terlihat seperti manusia tidak berguna, tapi siapa sangka dia adalah makhluk hebat dari dimensi lain.

Whusss!

Angin berhembus keras, tapi tidak lama, karena setelah itu angin kembali tenang.

"Tadi itu apa?" tanya Dania yang melihat kereta kuda terbang di atas kepala mereka, Velove tidak paham, ia hanya mengira itu angin ribut saja.

"Tadi adalah kawanan peri hutan, mereka sedang menjaga... "

Boom!

Lalu terdengar ledakan hebat, entah dari mana yang jelas tidak jauh dari posisi mereka.

to be continue ...

:-:-:-:

Salam,
SR Agent.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top