Ineffable - Uyun Alvina

"Biasa saja itu perlu, aku menyesal mempercayainya, semoga saja tidak ada hati yang mudah tertarik hanya karena diperlakukan baik. Sepertiku."
Erika Andensia.

***

Angin semilir menerpa rambut halus Erika Andensia. Gadis berperawakan tinggi dengan muka yang selalu terlihat datar, gadis itu merupakan siswa kelas 11D yang bisa dibilang tak terlihat di sekolah, kehadirannya pun transparan. Tak jarang ada siswa yang tidak mengenalnya. Maklum ia lebih sering menghabiskan waktunya di kelas, lalu setelah bel pulang tiba, ia langsung ke asrama tanpa berniat pergi kemana-mana, lebih tepatnya ia mengurung diri.

Erika terdiam sendirian di taman dekat rooftop, gadis itu tak memperhatikan sekitar, mood-nya selalu tak terlihat baik setiap harinya, itu semua karena ibu tirinya yang tak pernah mau menerima telepon darinya, menurut Erika, ia merasa dicampakkan. Ibunya sengaja mengirimnya ke sekolah yang memiliki asrama sejak dari awal.

Erika memang terlahir dari keluarga yang kaya, tapi tak sekalipun ia mendapat kasih sayang dari ayah atau ibu tirinya. Bahkan mungkin mereka sudah tidak peduli dengan Erika. Mereka juga tak pernah sekalipun menengok Erika dari kelas 10 dia masuk di Soul Revolution High School, sampai saat ini dia duduk di kelas 11.

Erika masih merenung, tatapannya menuju kearah bunga-bunga yang entah mengapa terlihat sangat indah dengan warna yang beragam ditambah hawa sejuk yang mendukung, sesekali ia juga menutup matanya merasakan hembusan angin di sekolah yang mempunyai predikat mewah itu, tak sengaja air matanya pun keluar, gadis itu menangis. Mungkin ia teringat dengan almarhumah ibunya.

Deeka Samudra, cowok badboy kelas 11F yang terkesan humoris namun menyimpan banyak rahasia itu tengah memperhatikan seorang gadis yang duduk sendirian di bangku taman dekat kelasnya. Perhatian Deeka masih tak teralihkan, senyuman di wajah Deeka mulai muncul dengan tak sengaja, ketika ia melihat gadis itu tengah menangis.

Deeka tak mengenalnya, menurutnya ia tak pernah melihat seorang gadis dengan penampilan yang sederhana dan juga wajah datar namun terlihat manis. Yang Deeka lihat setiap hari hanyalah gadis-gadis cantik dengan penampilan memukau dari ujung rambut hingga kaki. Kecuali Alamanda Asensiorekta, teman sekelasnya yang sederhana dengan kerudung yang selalu menutupi rambutnya. Terlihat anggun.

"Deeka!"

Tiba-tiba seorang gadis mengagetkannya, membuat cowok bernama Deeka itu terlonjak kaget.

"Eh, Manda," jawab Deeka menampilkan senyum garing andalannya.

"Kamu ngapain?" tanya Manda.

"Gak, gak lagi ngapa-ngapain, kok."

"Terus kamu ngapain ngintip di jendela?" tanya gadis itu lagi.

"Ah, bukan apa-apa. Oh, iya, ada apa kamu kesini manggil-manggil Deeka si ganteng ini?" goda Deeka pada Manda.

"Gausah ke-PDan! Aku cuma gak sengaja ngelihat kamu ngintip jendela, mangkanya aku kesini!"

"Sejak kapan kamu mulai terkena virus kepo, seorang gadis pendiam dengan kamus yang selalu dibawa bisa kepo juga?" sudah biasa Manda mendengarkan omongan-omongan tak berguna yang Deeka lontarkan, maka dari itu ia tak kaget dengan perilaku absurd Deeka.

"Dasar alay!" decak Manda.

Deeka hanya terkekeh melihat tingkah Manda. "Oh iya, kamu tau anak perempuan itu?" tiba-tiba saja Deeka mendekatkan wajahnya dengan Manda, memaksanya melihat keluar jendela, ia bertanya sambil mengarahkan jari telunjuknya menunjuk perempuan diluar jendela.

Manda terdiam. "Itu Erika. Anak kelas 11D. Memangnya kamu tidak kenal?"

"Mana Deeka tau, melihat dia saja Deeka tak pernah, yang ada Deeka hanya melihat kamu terus setiap hari. Buat Deeka males!"

"Terserah! Kamu pikir aku gak males sekelas sama kamu! Nyadar dong!" sungut Manda. Gadis itu pun memilih melenggang pergi meninggalkan Deeka.

"Loh kan ngambek! Dasar gadis pecinta sejarah! Pantesan gak pernah senyum orang masa lalu mulu yang diinget," teriak Deeka yang masih terdengar oleh Manda, Gadis itu pun tak menggubrisnya.

Ohh jadi namanya Erika, lihat aja aku pasti bisa deketin itu cewek!!

***

Kayla, teman dekat Erika dari TK sekaligus teman sekamarnya mengajak ia untuk pergi ke kafetaria. Setibanya di kafetaria, Kayla melihat Panji yang tengah duduk sendirian di pojok sambil meminum teh kotak yang ia beli.

Kayla menoel lengan Erika membuat Erika seketika menoleh padanya.

"Apa?" tanya Erika datar.

"Kamu lihat cowok itu yang duduk sendirian di pojok, dia ganteng banget yah?"

Erika melihat Panji, ia terdiam sejenak. "Cowok itu?" tanya Erika balik.

"Iya, dia ganteng kayaknya aku suka sama dia deh, soalnya kalau dia lewat depanku, jantungku rasanya gak karuan kayak ada bom gitu meledak-ledak."

"Alay kamu." ejek Erika.

"Gak peduli, yang penting aku harus deketin dia!!" Kayla mengepalkan satu tangannya sambil mengangkatnya sejajar dengan wajahnya, seperti menyemangati dirinya sendiri.

"Bentar yah Ka, aku mau nyamperin dia dulu." pamit Kayla yang masih belum dapat persetujuan Erika.

Dasar modus!

"Hai Panji." sapa Kayla sambil memamerkan gigi gingsul yang menurutnya terlihat manis.

Cowok bernama Panji itu menoleh, melihat Kayla dengan tatapan datar, "Iya, siapa yah?"

"Namaku Kayla Arnia, panggilannya Kayla, anak kelas 11D, nomer absen 15, masih jomblo."

Panji hanya bisa melongo melihat perempuan di depannya ini, ia tak tahu harus merespon bagaimana, "Ahh iya." balas Panji datar tapi tetap dengan wajah semringah, agar perempuan di depannya ini tak sakit hati.

"Boleh duduk disini?" tanya Kayla malu-malu.

"Boleh silahkan."

Disisi lain, Erika hanya bisa merutuki perbuatan temannya yang tak tahu malu, Erika terkejut ketika ada seorang laki-laki yang memegang pundaknya. "Hai." sapa laki-laki itu.

Erika menoleh, "Hai."

Laki-laki itu tiba-tiba duduk di kursi depan berhadapan dengan Erika, ia tersenyum tapi Erika malah terlihat canggung.

"Nama kamu Erika kan, anak kelas 11D?" tanya laki-laki yang bernama Deeka itu.

"Iya." balas Erika canggung.

"Salam kenal, Aku Deeka Samudra, banyak yang bilang aku mirip sama idol korea, Cha Eun Woo, jadi gausah kaget lihat ketampananku," katanya memperkenalkan diri, Erika hanya bisa teesenyum kaku.

Tak terasa, Erika dan Deeka pun berbincang-bincang cukup lama, kesan pertama yang Deeka tampilkan membuat Erika merasa nyaman ada di dekatnya, tidak dengan Panji dan Kayla, Panji tetap dengan sifat dinginnya sedangkan Kayla tetap tak tahu malu dengan terus saja bertanya hal-hal konyol pada Panji. Seperti apa makanan kesukaan Panji, Film kesukaan Panji, bahkan lebih frontal ia bertanya apakah Panji pernah mempunyai cinta pertama.

Erika ingat bahwa setelah ini adalah jam pelajaran olahraga, sir Azka tak suka jika ada siswa yang terlambat masuk jam pelajarannya. Erika pamit kepada Deeka dan pergi menuju ke tempat Kayla dan Panji.

Erika menarik tangan Kayla, membuat gadis centil itu terpaksa berdiri. "Panji aku pamit dulu ya mau masuk kelas," katanya pamit pada Panji, yang hanya dibalas anggukan dan senyum terpaksa dari cowok berperawakan tinggi nan atletis itu.

"Huffft akhirnya aku bisa bernapas lega, darimana sih datangnya perempuan aneh yang banyak bicara itu. Buat eyke pusing aja," kata Panji ngomong sendiri.

Erika dan Kayla segera menganti seragam olahraganya, mereka pun bergegas lari menuju lapangan.

"Maaf sir kami terlambat," kata Erika meminta maaf sambil sesekali menarik napas karena ngos-ngosan.

Tiba-tiba ide gila muncul dikepala Kayla, ia sengaja berpura-pura tidak enak badan.

"Aduh sir sepertinya saya tidak enak badan, saya tidak bisa ikut mata pelajaran olahraga ini," kata Kayla sambil ngedrama pura-pura sakit perut.

Erika tak percaya melihat sahabatnya itu, ia hanya bisa mendelik terkejut tak percaya.

"Kamu benar-benar sakit perut?" tanya sir Azka.

"Iya sir."

"Yasudah kamu boleh pergi ke UKS."

Erika lagi-lagi hanya bisa merutuki nasibnya, ia sudah terlambat, sir Azka pasti akan menghukumnya lari 10 putaran.

"Kamu tahu kamu terlambat?" tanya sir Azka pada Erika, gadis itu hanya tertunduk pasrah. "Yasudah kamu silahkan lari 10 kali putaran!" perintah sir Azka.

Gadis itu menurut dan terpaksa harus berlari, dari kejauhan Deeka sudah melihatnya.

"Kasihan dia harus di hukum." Manda bersuara, sambil menatap kasihan Erika.

Deeka menoleh, ia juga tertawa, "Tumben bisa kasihan?"

"Jangan mulai deh!" balas jutek Manda, sambil menatap Deeka dengan tatapan yang tajam seolah ingin menyantap cowok di depannya itu.

"Salah mulu dah perasaan."

"Baguslah kalo nyadar, hidup kamu itu selalu salah bahkan sebelum kamu dilahirkan!" memang tak diragukan lagi, Alamanda yang kerap disapa Manda itu memang memiliki kalimat-kalimat yang menohok.

"Manda, jangan pedes-pedes kalo ngomong, pantesan ini alasannya kamu jomblo." bukannya memilih diam dan tak mencari masalah, Deeka selalu menggoda gadis disampingnya itu.

"De, kamu suka gadis itu bukan?" alih-alih membalas perkataan Deeka, Manda malah mengalihkan topik pembicaraan yang tidak berfaedah ke inti masalah percintaan Deeka.

"Iya dia lucu, kalo kamu deketin, dia itu gak secuek yang kamu kira."

"Kamu gak lihat, dia sendirian disana, kamu gak bermaksud menemani dia? Bukannya ini saat yang bagus untuk lebih bisa mengenal dia?" jelas Manda.

"Iya bener, tumben pinter, yaudah Deeka kesana, doain semoga sukses." Deeka pun mencubit pipi Manda dan pergi meninggalkannya menuju lapangan.

Erika masih berlari, sungguh saat ini ia merasa malu sekaligus lelah karena harus menerima hukuman. Tiba-tiba saja ia merasa ada yang berlari menyamai langkahnya, ah tidak mungkin sekarang sudah sejajarnya dengannya. Erika menoleh, mendapati Deeka yang tengah tersenyum padanya.

"Pasti capek kan lari sendiri?" Deeka bersuara.

"Kamu kok tiba-tiba ada disini, memangnya tidak ada pelajaran?"

"Gaada, jamkos, mangkannya Deeka bisa temenin Erika disini."

Erika tersenyum, rasanya baru kali ini ada seseorang yang rela berkorban demi dirinya.

Setelah menyelesaikan 10 putarannya, Erika berniat kembali tapi ditahan oleh Deeka, cowok itu berlari menuju sir Azka. "Sir pinjam Erikanya yah," katanya, Deeka pun mengandeng tangan Erika dan membawanya pergi dari lapangan. Semua yang tengah menyaksikan menyorakinya. Tidak dengan Manda yang malah merasa malu terhadap tingkah teman sekelasnya itu.

"Eh kamu ngapain bawa aku ke belakang sekolah" tanya Erika.

"Karena tempat inilah yang nyaman untuk kita berdua saat ini," kata Deeka.

Erika tak mau berpikir macam-macam, ia percaya bahwa cowok yang ada di depannya ini merupakan cowok yang baik. "Kamu gak lagi mau ngapa-ngapain aku kan?" tanya Erika was-was.

"Ciee, kamu mau di apa-apain sama Deeka ya?"

"Ahh apasih!"

"Ciee blushing"

"Deeka serius dong!"

"Jangan cepet-cepet, kita kan masih sekolah, entar deh kalo udah lulus Deeka seriusin." goda Deeka tak henti-hentinya.

"Terserah!"

"Udah jangan marah, Deeka mau tanya, kenapa tadi pagi kamu nangis sendirian di taman?"

Erika terdiam, bingung apakah ia harus percaya dengan cowok di depannya ini mengenai masalahnya yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun kecuali Kayla sahabatnya yang merangkap menjadi teman sekamarnya di asrama putri.

"Oyy! Kenapa diem?" Deeka mengejutkan Erika, membuat ia sadar akan lamunannya.

"Janji kamu tidak akan bercerita kepada siapa-siapa?"

Iya Janji," kata Deeeka dengan memperagakan tangan yang seakan-akan mengunci mulutnya.

"Keluargaku hancur, ibuku meninggal dunia sejak aku berumur 2 tahun, sedangkan ayahku menikah lagi, dan sekarang aku mempunyai ibu tiri. Mereka tidak peduli denganku, bahkan sejak awal mereka mengirimku ke sekolah ini, tak sekalipun mereka menelpon atau khawatir, apakah aku baik-baik saja disini," katanya mulai bercerita.

Deeka yang mendegarkan cerita Erika merasa kasihan kepada gadis itu, Deeka juga mengelus pundak Erika, "Kamu gak usah sedih, mulai sekarang kamu tidak sendirian, ada Deeka disini yang akan selalu ada buat kamu." balas Deeka bersungguh-sungguh membuat Erika merasa lebih nyaman.

"Deeka, janji?" kata Erika.

"Janji."

Keesokan harinya, Deeka selalu menghampiri Erika, mengajaknya makan bersama di kafetaria pada jam istirahat, terkadang mengantarnya pulang. Tapi pagi ini, tepat tiga hari mereka mulai dekat, Deeka berubah, tak biasanya ia bersikap acuh, membuat Erika terus menelponnya beberapa kali tapi tak Deeka jawab. Tapi tetap, Erika masih percaya bahwa Deeka tidak akan pernah menghianatinya. Mungkin saja memang benar, ia sibuk atau ada masalah dengan teman atau keluarganya.

Pada jam istirahat ia menemukan Deeka tengah berdiri sendirian di depan kelasnya, Erika mengampirinya, "Deeka kenapa hari ini tidak mengabari Erika?" tanya gadis itu masih dengan senyuman yang biasa ia tampilkan jika dengan Deeka.

"Maaf, Deeka hari ini sangat sibuk." balas Deeka datar.

"Deeka harus pergi karena ada urusan mendadak, maaf hari ini tidak bisa menemani Erika makan diluar."

"Tidak apa, lagipula Erika juga tidak ingin keluar hari ini, Erika ingin langsung pulang ke asrama, Deeka kabari Erika kalo sudah sampai asrama."

"Iya."

Gadis itu pun pergi meninggalkan Deeka yang masih menatap punggung kecilnya yang semakin lama tertelan oleh tembok belokan.

"Deeka." tiba-tiba saja Manda mengangetkan Deeka.

"Iya ada apa?"

"Aku mau bicara sama kamu."

"Oke, duduk sini aja." mereka berdua pun duduk di bangku yang disediakan di depan kelasnya.

"Sebenarnya apa rencana kamu? Kamu bilang kamu menyukainya, kenapa tiba-tiba seperti ini?" tidak basa-basi Manda pun langsung menanyakan inti dari sikap Deeka tersebut.

"Memangnya apa yang aku lakukan?" Deeka masih berlagak pura-pura polos.

"Jangan menyakitinya De, kamu itu lelaki!"

"Memangnya apa yang kamu tahu tentang aku Man, jangan sok bijak dan perhatian!" nada bicara Deeka tiba-tiba menjadi keras.

"Jangan marah!, aku hanya menasehatimu agar kamu tak salah langkah!"

"Sebenarnya aku tak begitu tahu apa itu cinta dan rasa suka Man, aku hanya senang melihatnya susah! Karena aku pikir bukan hanya aku yang merasakan sakit!" bentak Deeka, amarahnya sudah tak terkendalikan. Baru kali ini Alamanda benar-benar kaget dan tak percaya bahwa cowok yang ada di depannya ini benar Deeka temannya.

"Kenapa kamu seperti ini, kamu tidak seperti Deeka yang aku kenal!" amarah Manda pun sama, tak terkendali, sekarang mereka benar-benar beradu mulut.

"Sudahlah! Yang kamu lihat sekarang ini adalah aku yang asli, kenapa? Kamu tak suka? Kamu kaget?"

"Aku hanya tidak menyangka kalau orang yang terlihat baik sebenarnya berhati monster!" Bentak Manda, gadis itu pun meninggalkan Deeka yang masih dipenuhi amarah.

***

"Deeka, kenapa wajahmu terlihat kusut hari ini, kenapa kamu tidak mengabariku kemarin?" pagi-pagi Erika pun sudah stay di depan pintu kelas 11F menunggu Deeka. Deeka pun tak menjawab sepatah kata dari pertanyaan yang dilontarkan Erika padanya.

"De, kamu kenapa?"

"Bisa tidak kamu diam! Aku muak mendengar suaramu!" bentak Deeka pada Erika, gadis itu pun merasa terkejut.

"Aku ada salah sama kamu De?" tanyanya sekali lagi tapi tak digubris oleh Deeka.

"Yaudah, aku pergi aku gak mau ganggu kamu, sepertinya mood mu benar-benar tidak baik hari ini."

Ketika Erika melangkah meninggalkan Deeka, cowok itu pun memanggil namanya, "Erika!" Erika yang merasa terpanggil menoleh padanya.

"Iya?" balas gadis itu dengan senyum yang tertahan, ia berpikir mungkin Deeka sedang khilaf dengan memarahinya tadi.

"Jangan dekati aku lagi, aku tak sebaik yang kamu pikir," katanya dengan datar. Erika merasa ada panah yang tiba-tiba menembus dadanya, rasanya sesak dan tak percaya bahwa lelaki yang ia percaya akan menghianatinya.

"Apa maksudmu De?" Erika berlari kearah Deeka yang hanya berjarak beberapa langkah.

"Aku tidak pernah menyukaimu, aku hanya ingin melihat seberapa menderitakah dirimu, jadi jangan berharap lebih lagi denganku, aku melepaskanmu. Jangan merepotkanku." penuturan Deeka yang datar ditambah ekspresi mukanya yang dingin berhasil membuat hati Erika patah dalam hitungan detik.

Rasanya mulut Erika pun tak mampu untuk mengeluarkan sepatah kata untuk membalas ucapan Deeka.

"Jadi selama ini palsu?" tanya Erika, nada bicaranya lemas, ia sudah pasrah, bahkan sekarang ia sudah menangis.

"Hn. Jadi tolong jangan menyusahkanku lagi." itulah kalimat terakhir yang diucapkan Deeka sebelum ia pergi meninggalkan Erika.

Sejak saat itu, kehidupan Erika kembali seperti semula, hampa, tidak ada siapa-siapa yang menyemangati hidupnya. Seharusnya lelaki seperti Deeka tak datang di hidupnya, tidak! Bukan salah Deeka, tetapi ini salahnya yang dengan gampangnya terlalu percaya pada omongan orang asing yang tak ia ketahui asal-usulnya.

"Aku menyesali pertemuan singkat ini, seharusnya aku sadar, bahwa aku hanyalah sampah yang tidak akan bisa menjadi berlian."

[end]

"Jangan terlalu mempercayai orang, karena di dunia ini tidak ada yang benar-benar nyata."

***

Salam,
SR Agent.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top