Gembel Ajaib - Umay_assyafaa
Dua gembel yang memiliki darah bangsawan.
:-:-:-:
Dengan susah payah Syavia mencuri gelang sihir milik Samara. Kemudian menyelinap selicin ular untuk melewati Panji, si penjaga portal.
Dari awal ia masuk ke sekolah internasional itu, Syavia telah mengetahui bahwa ada dunia lain di sana.
Berawal dari keinginan berteman dengan Pyra, gadis misterius yang selalu sendiri. Ia tidak menyangka akan mengetahui hal luar biasa ketika mengikuti Pyra ke gudang, di sana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Pyra masuk ke dalam cermin.
Akan tetapi ia tidak ingin ikut campur, menurutnya kehidupan yang diberikan sang tante sudah terlalu sulit, dia tidak ingin menambah kesulitan itu dengan sok mencari tau dan sok penasaran, itu sama sekali bukan tipenya. Walau begitu perlahan dia tau bahwa sebagian temannya bukan manusia melainkan penyihir.
Pagi ini dia dalam kebingungan yang luar biasa, sang tante yang membesarkannya terpaksa datang ke sekolah memenuhi panggilan wali kelas. Ia tidak sanggup menerima kemurkaan dari sang tante akibat nilai yang super hancur. Di dalam pikiran Syavia, dia harus lari sejauh mungkin hingga sang tante tidak akan pernah menemukan dirinya.
"Maafin aku tante, nilai bagus bukanlah segalanya. Setiap orang punya keahlian berbeda, Aku juga ingin mewujudkan cita-citaku sendiri," ucap Syavia setelah berjalan cukup jauh dari portal dimensi.
Cukup jauh Syavia berjalan, hutan tempatnya berada kini sepi sunyi, hanya ada serangga aneh yang lewat dan membuatnya terkejut. Tak apa, baginya kekangan dari sang tante jauh lebih menakutkan daripada serangga.
Tapi sejauh mata memandang hanya ada hutan belantara, Syavia mulai panik ketika menemukan pohon-pohon yang hancur, seperti telah terjadi pertarungan yang dahsyat.
Dengan wajah ketakutan Syavia berlari sekencang mungkin menjauh dari area yang hancur itu. Ia mulai gelisah ketika tidak bisa menemukan orang pun, untuk kembali pun sulit, karena kini dia tidak tahu arah. Matanya menengadah ke langit, gelap.
Hutan rimba dengan daun lebar menutupi cahaya untuk sampai padanya. Ia mulai lelah, lemas dan lapar. Bayangannya sudah sampai pada kematian jika dia tidak bisa kembali.
"Apes banget ya, gini amat hidupku. Walaupun keturunan ningrat keraton Jogja tapi kok mati di hutan, negeri orang pula. Suer nggak keren banget." Syavia merutuki dirinya sendiri sembari memegang perut yang berbunyi, ia lapar dan haus. Kematian seakan di depan mata.
Tak lama setelah ia melewati batang pohon besar, dia melihat sungai berair jernih. Senyuman pun mengembang dari gadis manis nan polos itu. Buru-buru ia berlari ke arah sungai, tapi tanpa sadar ia menginjak akar pohon licin sehingga membuatnya terpeleset dan jatuh terguling hingga beberapa meter dari bibir sungai.
Kepalanya pusing, badannya pun terasa sakit semua. Tak jauh darinya ada air sungai yang menggugah tenggorokan, akan tapi ia sudah tak mampu mempertahankan kesadarannya lagi.
Sementara itu tak jauh dari Syavia seorang pemuda sedang berburu, menelusuri hutan dengan berbekal anak panah. Sesekali ia melepas anak panahnya yang diselimuti manna (energi sihir) yang kuat. Gemericik suara aliran sungai menarik perhatian pemuda itu, ia pun berhenti sekedar untuk istirahat sejenak.
Tapi naas akar pohon yang sama membuat pemuda itu terpeleset dan jatuh terguling menuju aliran sungai, tas dan anak panah pun terlepas dari punggungnya hingga terlempar jatuh ke sungai, hanyut terbawa alirannya. Spontan ia merangkak ingin mengambil barangnya itu, tapi naas sudah terlanjur jauh.
"Sial!" geramnya sembari memukul dedaunan yang berada tepat di bawah dirinya.
"Auuu ... sakit!" teriak Syavia yang hidungnya mendapat pukulan dari sang pemuda. Ia pun mendorong pemuda yang tengah terkejut itu dari atas tubuhnya, dedaunan yang menutupi hampir seluruh tubuh gadis itu terjatuh ketika ia mulai duduk.
"MONSTER GEMBEL!" Panik pemuda itu ketika mendapati makhluk super kotor dengan mulut hampir penuh dengan daun kering. Spontan Syavia menyemburkan dedaunan yang terperangkap di dalam mulutnya tepat pada wajah sang pemuda. Tanpa bisa berkedip terlebih dulu sang pemuda menerima semburan daun bercampur ludah Syavia.
"Bauk dasar sialan!" pemuda itu mengelap wajahnya menggunakan tangan. Sementara Syavia memegangi kepalanya yang masih terasa pening. Ia bersyukur bertemu makhluk yang bisa diajak bicara, setidaknya dia bisa meminta bantuan.
Tak lama kemudian, pemuda itu sadar bahwa makhluk di hadapannya mempunyai aroma manusia yang sangat kuat, spontan pemuda itu merangkak mundur.
"Kau ... manusia?" Ekspresi terkejut tak bisa disembunyikan pemuda itu.
"Apaan sih, ngliat manusia kayak ngliat setan aja!" Syavia mendengus kesal sembari berdiri. Seragam sekolahnya kini memiliki banyak robekan kecil sehingga terlihat seperti gembel.
"Kenapa manusia bangsawan sepertimu bisa berada di sini?" tanya sang pemuda itu sembari berdiri dengan tangan yang masih menutupi hidungnya.
"Wah, kau langsung tau aku bangsawan. Memang wajah bangsawanku tidak bisa disembunyikan ya," ucap Syavia dengan bangga.
Pemuda itu menyipitkan matanya, belum pernah dia bertemu gadis seantik Syavia.
"Wajahmu seperti gembel, sungguh," pemuda itu menahan tawa ketika mengucapkannya.
"Lihatlah dirimu, kamu juga seperti gembel. Sesama gembel kok menghina," cibir Syavia. Pemuda itu kini mengamati pakaiannya yang sangat kotor akibat terjatuh tadi, benar saja dia juga terlihat seperti gembel.
"Tanggung jawab! Kamu tadi mukul aku," kata Syavia sembari menunjuk pemuda di hadapannya.
"Iya aku tanggung jawab, jadi maunya kapan?" tanya pemuda itu sembari membersihkan daun yang menempel di bajunya.
"Maksudnya?" Syavia tidak mengerti dengan ucapan pemuda itu.
"Lah, kamu minta tanggung jawab. Kamu mau aku nikahi kapan? Mumpung aku mau tanggung jawab nih," kata pemuda itu dengan enteng.
Syavia terkejut karena merasa digombali. Spontan ia maju untuk memukul pemuda tampan di hadapannya itu.
"Ihh kamu ngeselin banget sih, maksudnya tuh tanggung jawab tolongin aku, bukannya nikahin. Umurku bulan depan baru tujuh belas tahun, masih di bawah umur tahu." Dengan kesal tangan kecil Syavia memukuli dada bidang pemuda itu, tindakan Syavia terlihat begitu imut di mata sang pemuda. Bibirnya pun terangkat menimbulkan senyuman yang manis.
"Namaku Alferic Vyn Abraham," ucap pemuda itu ketika mengunci kedua tangan Syavia dengan tangannya.
Syavia mendongak menatap mata sang pemuda, "Alperik Bin Abraham?"
"Alferic Vyn Abraham, panggil aja Eric." Pemuda itu mengulang kalimatnya.
"Namaku Syavia, nggak usah pake nama lengkap, soalnya aku takut kamu nyantet aku," ucap Syavia sembari mundur kebelakang. Genggaman tangan Eric pun berusaha ia lepas.
Tiba-tiba suara perut Syavia berbunyi, ia sungguh sangat lapar. Eric terkekeh pelan karena perutnya juga sama laparnya seperti Syavia, akan tetapi semua uangnya berada pada tas yang hanyut.
"Ayo kita cari uang dulu, aku juga lapar," ajak Eric sembari menarik tangan Syavia.
Belum lama mereka berjalan, Eric baru sadar bahwa aroma manusia yang kuat dari Syavia akan menimbulkan masalah.
Eric pun berhenti, ia dilema. Hingga tercetuslah ide untuk menutupi aroma manusia Syavia. Tanpa Syavia ketahui Eric menghisap jarinya, lalu ia berbalik menghadap Syavia.
"Kenapa berhenti?" tanya Syavia bingung.
Tanpa aba-aba Eric memasukkan jarinya kedalam mulut Syavia, "Hisablah, itu untuk menutupi aroma manusiamu, kalau kamu sampai ketahuan kamu bisa dipenjara."
Syavia tidak punya pilihan selain menurut, mereka pun melanjutkan perjalanan hingga sampai di desa terdekat.
"Wah ... Tempat ini bagus banget, rasanya kayak di Eropa. Tapi gimana caranya nyari uang?" tanya Syavia.
"Caranya kamu berbaring di sini," jawab Eric menuntun Syavia untuk berbaring di pinggir jalan. Di perjalanan tadi Eric mengambil kantong ayam busuk dari tempat sampah.
"Emang di sini cara dapetin uang kayak gini ya?" tanya Syavia penasaran, tapi ia tetap menuruti perintah Eric.
"Iya, kamu berbaring aja, aku akan tutup seluruh tubuhmu pake daun, kalau ada yang mendekat kamu jangan napas dan bergerak, oke?" perintah Eric.
Syavia mendengarkan intruksi dari Eric. Ia pun berbaring dengan memegang kantong ayam yang berbau busuk, kemudian Eric menutupi tubuh Syavia menggunakan daun.
Eric mengembuskan napas panjang sebelum memulai aksinya.
"Tolong tuan ... nyonya ... siapapun tolong saya, istri saya meninggal tapi saya tidak punya biaya untuk pemakamannya, tolong beri saya uang, tuan nyonya, kasihani saya .... " Eric berteriak sembari pura-pura menangis histeris.
Orang-orang pun iba dan memberi uang pada Eric, apalagi bau busuk tercium dari gundukan yang mereka pikir jasad dari istri Eric.
"Terimakasih nyonya ... tuan ...." ucap Eric setiap ada orang yang memberinya uang.
Di balik itu, Syavia terus mengutuk Eric dan berniat akan menyantetnya ketika sudah pulang.
"Syavia, kita udah dapet banyak uang. Ayo pergi." Eric membuka daun yang menutupi wajah Syavia, ia disambut dengan mata melotot Syavia yang hampir loncat dari tempatnya.
"Terkutuklah kau Eric!" geram Syavia.
Eric mendapat pukulan telak dari Syavia, tapi kemudian mereka membeli makanan dan makan di emperan toko, persis seperti gembel.
Eric baru sadar bahwa hari sudah sore, rombongan kerajaan akan melewati tempat ini, dia bingung bagaimana jika Syavia ketahuan bahwa ia adalah manusia karena tidak memiliki manna.
Eric menjadi dilema, karena membagi manna sama saja menikahi Syavia. Tapi di sisi lain, dia tidak rela jika Syavia harus mati di penjara. Akhirnya Eric memutuskan membagi manna-nya dengan Syavia.
Hanya ada dua cara membagi manna, yang pertama adalah hubungan suami istri, dan yang ke dua adalah membagi darahnya untuk Syavia. Eric memilih cara yang ke dua, dia menggigit jarinya sendiri sampai berdarah untuk dihisap oleh Syavia.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Syavia.
"Hisap darahku kalau kamu ingin tetap hidup, sebentar lagi keluarga kerajaan akan melewati tempat ini. Bisa gawat kalau kamu ketahuan bahwa kamu manusia karena tidak memiliki manna."
"Benarkah?" Syavia panik, ia bergegas mengambil jari Eric untuk dihisab.
Rombongan kerajaan itu pun melewati mereka.
"Aku bangsawan di dunia manusia, tapi kenapa di sini jadi gembel. Aku pingin pulang. Tolong anterin aku pulang Ric," ucap Syavia sembari menangis, gadis manis nan polos itu kini menyesal kabur dari tantenya.
Menghidari masalah bukanlah hal yang baik, buktinya sekarang dia mendapatkan masalah yang jauh lebih besar, terjebak di negeri sihir dan menjadi gembel.
Eric tak tega melihat Syavia yang telah menjadi istrinya itu menangis, walaupun badannya lemas karena telah membagi manna. Ia tetap berusaha tersenyum dan mengelap air mata Syavia.
"Iya aku anterin kamu pulang, udah jangan nangis lagi. Tunggu sampai rombongan ini pergi," ucap Eric menghapus air mata Syavia.
Eric mengamati rombongan kerajaan di depannya, tanpa sengaja tatapan mata Eric dan putra mahkota bertemu, membuat putra mahkota terkejut melihat keadaan Eric, adik kandungnya.
Putra mahkota Victor ingin mendekat, akan tetapi ia mendapat kode dari Eric bahwa jangan menghampirinya. Ia pun mengerti dan berpura-pura tidak mengenali Eric.
Setelah rombongan kerajaan itu pergi, Eric mengantar Syavia ke portal penghubung dunia mereka.
"Makasih Eric, kamu udah banyak bantuin aku." Syavia mengucapkan salam perpisahan sebelum memasuki portal. Tanpa sadar tubuh Syavia kini terselimuti manna yang sangat kuat dari Eric.
"Bulan depan, tepat pada hari ulang tahunmu aku akan datang menemuimu," balas Eric sembari melambaikan tangan.
"Iya, tapi jangan lupa bawa hadiah yang bagus." Syavia melempar senyuman kepada Eric sebelum kakinya melangkah memasuki portal.
Setelah melewati portal, Syavia kembali ke gudang sekolah. Ia langsung disambut ceramah gratis dari Panji yang telah menyadari manna milik tuannya itu berada di tubuh Syavia. Si penjaga portal itu kini tidak bisa bersikap kasar pada Syavia, bagaimana dia akan menghadapi yang mulia pangeran Alferic jika dia menyakiti istri tuannya.
"Kenapa tidak langsung kamu kenalkan kepada Raja dan Ratu? mereka pasti senang kamu sudah memiliki istri. Kita bisa membuat pesta yang mewah untuk pernikahanmu." Putra mahkota Victor tiba-tiba berada di dekat Eric.
"Dia masih di bawah umur, tapi bulan depan aku sudah bisa membawanya ke negeri kita." Eric menjawab dengan mata yang masih menatap portal.
Putra Mahkota Victor senang adiknya itu sudah semakin dewasa dan merasakan jatuh cinta.
[End]
:-:-:-:
Salam sayang buat good people yang baca cerita ini 😚
Salam,
SR Agent.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top