PART TIGA

****
"Kita harus menerima keadaan ini, Ngger. Kita ini apa? Kita bukan siapa-siapa. Mereka memiliki jabatan dan segalanya sedangkan kita-, kita hanyalah rumput yang selalu diinjak-injak tanpa bisa menjerit. Ngger, anakku lanang, sabar ya Ngger," hibur Mpu Kapi berharap putranya bisa tabah menjalani segala ujian yang menimpanya.

Galuh Sucitra tak menjawab, tangisnya yang hebat menandakan hati yang begitu hancur dan porak poranda. Pria itu tak bisa membayangkan hari bahagia yang begitu ia nanti-nanti tiba-tiba lenyap dalam sekejap. Benarkah ini takdir dari Gusti? Jika ya kenapa setragis ini Gusti menegurnya?!

***
Sementara itu Bagus Samudra pulang ke kediamannya dengan wajah ditekuk dan amarah yang begitu besar. Sepanjang perjalanan pulang, nasehat-nasehat dari sang ayah sama sekali tidak bisa ia terima dengan akal sehat. Sekali ia meminta maka ia harus mendapatkannya saat itu juga.

Pria bertubuh tinggi besar itu lantas masuk ke dalam pendopo dengan langkah lebar. Seorang wanita muda dengan kemben warna merah menyala menyambutnya penuh cinta.

"Kangmas Bagus, kau sudah pulang?" sapanya dengan lemah lembut. Wanita ayu itu menjura sejenak lalu meraih tangan sang pria.

Tak ada jawaban, hanya saja Bagus Samudra lantas menampik tangan lembut yang berusaha menaut tangannya. Wanita itu terlihat heran, ia bertanya-tanya perihal sikap Bagus Samudra yang tidak seperti biasanya. Keheranan wanita itu makin menjadi tatkala sang ayah mertua turut mengekor di belakang Bagus Samudra. Keduanya terlihat begitu tegang dan penuh amarah.

"Ngger Bagus, Rama bilang sekali lagi sama kamu, hentikan niatmu untuk memperistri Roro Sawitri. Ingat, sudah ada Roro Laksmi di sampingmu, dia istri sahmu. Jika kamu menikah lagi maka ...."

"Maka apa Rama? Rama ingin menentangku?" hardik Bagus Samudra seraya membalikkan badan, menatap manik mata rama-nya tanpa rasa takut sedikitpun.

"Rama sayang sama kamu, Ngger. Sebentar lagi kamu akan menjadi akuwu menggantikan Rama. Jika kamu menikah lagi, bagaimana tanggapan rakyat pada dirimu. Ngger, anakku Bagus, Roro Laksmi sangat pantas menjadi istrimu, apa kurangnya dia? Sekarang lupakan Sawitri, Ngger." Ki Sula terus berusaha membujuk putranya agar mengurungkan niatnya menggilai Roro Sawitri.

"Tidak Rama, sekali aku mau Sawitri, aku harus mendapatkannya Rama. Jika Rama tidak mendukungku maka aku akan menceraikan Roro Laksmi," tegas Bagus Samudra tak terbantahkan.

Ucapan lantang sang calon akuwu muda membuat sang ayah sekaligus istrinya terhenyak kaget. Ekspresi Roro Laksmi mendadak masam, ia sama sekali tak mengerti kenapa suaminya mendadak gila perempuan padahal sewaktu mereka menikah lima bulan yang lalu, Bagus Samudra berjanji tidak akan menduakannya ataupun menggeser posisinya sebagai seorang istri. Lalu kenapa saat ini berbeda? Apa yang terjadi dengan suaminya?

"Kangmas, sebenarnya ada apa? Kenapa pulang dalam keadaan marah?" tanya Roro Laksmi berusaha menengahi pertengkaran yang terjadi antara anak dan bapak tersebut.

"Jika itu sudah keputusanmu dan kau tetap bersikukuh, Rama tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ngger Bagus, jelaskan semua ini pada istrimu. Jika ia tidak mengijinkanmu maka sudahi saja kegilaanmu pada Roro Sawitri," pungkas Ki Sula lalu berbalik badan meninggalkan keduanya di pendopo tengah.

Roro Laksmi menatap kepergian pria tua itu dengan pikiran yang bercabang. Setelah bayangan Ki Sula hilang di lorong pendopo, tatapan Roro Laksmi tertuju penuh pada Bagus Samudra.

"Kangmas, ada apa sebenarnya? Kenapa Rama berkata begitu? Benarkah ucapannya bahwa kau akan .... "

"Ya, memangnya kenapa? Kau juga tidak setuju jika aku beristri lagi?" tandas Bagus Samudra kembali kalap.

Roro Laksmi terhenyak, ia mundur beberapa langkah dengan wajah terkejut bukan main. Wajah wanita muda itu memerah, menahan rasa kecewa yang saat ini sudah pasti menggumpal dalam dadanya.

"Jika kau tak bisa merestui apa yang menjadi inginku maka bersiaplah untuk angkat kaki dari sini. Pulanglah ke rumah bapa-mu, aku tidak membutuhkan istri yang tidak nurut padaku," sentak Bagus Samudra sekali lagi.

"Tapi Kangmas, kau sudah berjanji padaku bahwa hanyalah aku satu-satunya wanita yang akan kaucintai tapi kenapa kau saat ini justru malah berhasrat ingin menikah lagi," ucap Roro Laksmi merasa tidak adil. Mata wanita bertusuk konde motif bunga melati itu mulai memerah, ada rasa sedih campur kesal yang terselip di pelupuk matanya yang indah.

Bagus Samudra menatap istrinya dengan seksama, tak lama kemudian kekehan meremehkan keluar dari bibir tipis sang ksatria di Balegiri.

"Kau kira aku berkata sungguh-sungguh? Aku mengatakannya disaat aku ingin mendapatkanmu saja. Kau tahu, Roro Sawitri jauh lebih cantik ketimbang dirimu. Besok jika aku berhasil memilikinya, kau pasti tahu kenapa aku mengatakannya jauh lebih cantik dibanding dirimu," tandas Bagus Samudra lalu kembali melanjutkan kekehannya.

Tangis Roro Laksmi tak tertahankan. Ucapan sang suami sungguh bagaikan belati yang menyayat hati. Ia tak mengira jika bulan kelima pernikahannya, Roro Laksmi harus menerima kegilaan ini.

"Lagipula kau juga tidak segera memberiku anak, istri macam apa kau ini?!" maki Bagus Samudra sekali lagi. Pria itu menatap Roro Laksmi dengan pandangan merendahkan.

"Kangmas! Kita baru saja menikah, kita baru saja menjalani hidup bersama lima bulan dan bukan lima tahun tapi kenapa kau tega berkata begitu. Kangmas, aku .... "

"Ah, sudah! Aku tidak ingin berdebat denganmu. Pergi ke kamarmu, aku tidak membutuhkanmu!" teriak Bagus Samudra dengan kalap. Roro Laksmi tertahan, air mata mengucur deras dari kedua kelopak matanya. Menatap suaminya sejenak, Roro Laksmi lantas beranjak pergi dari hadapan si pria terkutuk.

Batin wanita berkemben merah begitu hancur, dalam benaknya ia mencari-cari kesalahannya sendiri dan mulai penasaran akan sosok Sawitri. Benarkah wanita yang digilai suaminya lebih baik dibandingkan dirinya? Seperti apa wujudnya? Kelak jika ia bertemu maka jangan harap ia akan memberi hati pada wanita itu.

***
Mendengar kabar bahwa sang ayah sudah menjatuhkan keputusan pada Galuh Sucitra, Roro Sawitri menangis histeris. Gadis berparas ayu itu memukul-mukul bantal di ranjangnya dengan sangat kesal. Sebagai anak, ia tak menyangka jika ayahnya -, pria yang ia kagumi karena kebijaksanaannya kini justru melenyapkan satu-satunya sumber kebahagiaan Roro Sawitri.

"Sudahlah Nduk, semua sudah menjadi bubur. Bapamu, Ki Janu Baran sudah memutuskan pertunangan kalian. Simbok turut sedih tapi simbok gak bisa berbuat apa-apa," hibur Mbok Kasih di pinggir ranjang seraya mengelus-elus punggung majikan putrinya.

"Tapi Mbok, saya sudah ditunangkan dengan Kangmas Galuh sejak lama, saya sangat menantikan hari itu lalu kenapa setelah sekian lama menunggu dan kini akan hadir hari itu, justru Rama bersikap demikian. Saya kecewa, Mbok." Roro Sawitri menangis sedih, ia kini membenamkan wajahnya di bantal.

"Simbok tahu tapi menurut Simbok, mungkin ramamu punya alasan lain yang lebih penting sehingga beliau memutuskan untuk menerima Nak Mas Akuwu Bagus Samudra dibandingkan Mpu Galuh. Nduk Ndoro putri, sebaiknya menerima keputusan Rama. Selama ini njenengan 'kan cuma hidup berdua sama beliau," ucap Mbok Kasih dengan bijaksana. Wanita tua berambut putih itu terus mengusap punggung majikannya agar lebih tenang dan bisa usai dalam menangis.

Roro Sawitri lantas bangun dari rebahan, ia mengusap air mata yang masih jatuh di pipinya yang merah. Kantung mata gadis itu membengkak, ia sudah lama sudah berapa jam ia menangis dan tengkurap mencium bantal.

"Mbok, bantu saya bertemu dengan Kangmas Galuh, Mbok," rengek Roro Sawitri membuat Mbok Kasih mengernyitkan dahi tak mengerti.

"Dengan cara apa Ndoro? Jika Ndoro kakung tahu, saya habis dimarahi." Mbok Kasih merasa keberatan. Roro Sawitri tertunduk, meremas bawahan jarik model parang dengan erat.

"Baiklah jika simbok keberatan. Saya mau tidur sejenak, mata saya terasa begitu berat." Roro Sawitri berpaling, gadis bertahi lalat di atas bibir sebelah kiri itu lalu merebahkan diri di atas ranjang membelakangi Mbok Kasih.

"Baik Ndoro, jika Ndoro putri butuh sesuatu silakan panggil saya. Saya ada di luar kamar," ucap Mbok Kasih lalu beranjak pergi dari kamar Roro Sawitri.

Suasana kamar perlahan mulai sepi, hanya terdengar sayup-sayup burung menur peliharaan ramanya yang bersuara merdu kala siang hari menjelang. Roro Sawitri menatap jendela cukup lama, sesaat terlintas ide di dalam benaknya. Mungkinkah ia harus menerobos jendela itu dan ....

***
Roro Sawitri terus saja berlari menuju ke kediaman Galuh Sucitra, tak memperdulikan kakinya yang telanjang penuh darah akibat menginjak beberapa bebatuan tajam. Gadis itu melarikan diri dari rumah sesaat setelah pamit untuk tidur pada Mbok Kasih.

Napas gadis itu memburu, berlari dan menyelinap di rindangnya pepohonan kayu jati dan sono keling. Daun yang beterbangan ditiup angin pada musim kemarau menambah sakitnya kisah cinta Roro Sawitri.
Gadis berparas elok tengah berusaha mempertahankan cintanya disaat orangtua bahkan dunia sekalipun tidak berpihak padanya.

"Kangmas Galuh," teriak Roro Sawitri sesampainya di depan rumah joglo sederhana milik Galuh Sucitra.

Galuh Sucitra yang duduk di teras rumah lantas berlari keluar menyambut kedatangan Roro Sawitri. Menangis haru, keduanya lantas berpelukan sangat erat.

"Kangmas, aku tidak ingin membatalkan peningsetan kita tapi Rama ...."

"Aku tahu, Nimas. Kangmas tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali merestui hubungan kalian." Galuh Sucitra berkata pelan dan parau.

Roro Sawitri melepas pelukannya lalu menatap tak adil pada kekasihnya. "Kenapa Kangmas berkata begitu? Apa Kangmas tidak ingin memperjuangkanku?"

"Kangmas tahu semua ini tidak adil, Nimas. Tapi kuasa ramamu diatas segalanya. Kangmas tidak bisa menentang kuasanya," ujar Galuh Sucitra menggelengkan kepala lalu mengusap air mata yang merembes di pelupuk matanya.

Roro Sawitri tak kuasa menahan tangis, ia kembali memeluk sosok Galuh Sucitra dengan rasa tak berdaya. Di dalam rumah terlihat Mpu Kapi beserta istrinya turut sedih melihat kisah cinta putranya.

"Kangmas cuma pesan sama kamu Sawitri, Hiduplah dengan bahagia, sesungguhnya apa yang sudah dipilihkan ramamu adalah yang terbaik. Aku hanya bisa mendoakan semoga hubungan kalian langgeng hingga kaki nini."

"Tidak Kangmas, aku hanya mencintai Kangmas," ucap Roro Sawitri sesak di dalam pelukan Galuh Sucitra.

"Nimas harus nurut sama orangtua ya, Nimas tidak boleh membangkang. Lagipula Ki Janu Baran telah berusaha merawatmu sedari kecil, menggantikan sosok biyung begitu lama. Nimas, dengarkan kataku, kamu harus bahagia, berjanjilah sama Kangmasmu ini." Galuh Sucitra berkata pelan seraya melepas pelukannya. Pria itu mengangkat wajah merah penuh air mata Roro Sawitri dengan perasaan hancur.

"Sampai kapanpun Kangmasmu ini akan selalu berdoa demi kebaikanmu. Nimas, Kangmas tidak akan melupakanmu sampai kapanpun," tandas Galuh Sucitra dengan serius.

Pria itu menyeka air mata yang jatuh di pipi Roro Sawitri. Perlahan ia mengambil kantung hitam kecil yang terikat di sabuk kain miliknya dengan hati-hati.

Galuh Sucitra mengeluarkan sebuah cincin bermata merah muda lalu menyerahkannya pada sang kekasih. "Sampai akhir jaman, saksikan sumpahku Roro Sawitri, aku -Galuh Sucitra- tidak akan pernah menikah dengan siapapun. Cukup kamu saja yang memiliki cincin ini, cukup kamu saja yang memiliki hati ini. Roro Sawitri, hiduplah dengan baik. Kangmas ikhlas, Sayang."

*****************
Beberapa kata jawa;

Kangmas ; Kakang Mas-> Kakak.

Nimas ; Nini Mas -> Adik.

Njenengan ; bahasa krama halus yang artinya kamu, Anda.

Kaki nini ; kakek-nenek ; tua bersama.

***

Jangan lupa untuk di VOTE ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top