PART DELAPAN

****
"Maafkan simbok Ndoro ayu, simbok tidak bisa berbohong terlalu lama. Kanjeng demang terus menanyakan keberadaan Ndoro ayu. Akhirnya simbok bilang kalau ...."

"Cukup Mbok, saya tidak mau dengar lagi!" tegas Roro Sawitri sembari memalingkan wajah dari hadapan Mbok Kasih.

Wanita tua dengan raut wajah penuh welas asih itu menghela napas, ia menerima semua kemurkaan Roro Sawitri dengan lapang dada. Sudah sewajarnya jika putri tuannya akan marah ketika ia membocorkan rahasianya. Tak ingin mengusik majikannya, Mbok Kasih lantas menjura dan pergi dari hadapan Roro Sawitri.

Tak lama setelah sang abdi keluar dari kamar Roro Sawitri, kini Ki Janu Baran yang gantian masuk dengan wajah tak kalah murka. Pria berkumis lebat itu melotot ke arah Roro Sawitri yang tengah duduk di kursi rias dengan wajah pucat.

"Sawitri!" hardik Ki Janu Baran menggelegar, membuat Roro Sawitri tersentak kaget. Gadis itu segera beranjak berdiri, jantungnya seakan melompat dari posisinya.

"Rama sudah bilang, putuskan hubunganmu dengan Galuh tapi kenapa kau masih saja menjumpainya hari ini? Rama benar-benar kecewa padamu," tutur Ki Janu Baran berkacak pinggang seraya melotot tajam ke arah Roro Sawitri.

"Rama, saya sudah bilang berkali-kali sama Rama, saya hanya mencintai Kangmas Galuh," teriak Roro Sawitri meneriakkan isi hatinya yang kacau.

"Sudah berani kau berteriak di hadapan Ramamu? Iya? Jodohmu adalah Bagus Samudra bukan Galuh Sucitra. Sadarlah Roro Sawitri! Semakin banyak kau bertingkah maka semakin sakit yang kaurasakan." Ki Janu Baran mencuramkan alis, dirinya sama sekali tak butuh pembelaan dari bibir Roro Sawitri.

"Tapi Rama harus tahu, saya tetap mencintai Galuh apapun keadaan dan situasinya. Rama, saya bisa saja menikah dengan pilihan Rama tapi saya berjanji, saya tidak akan pernah mencintainya seumur hidup saya."

"Diam kata Rama! Rama tidak mau mendengar kau menyanggah setiap ucapan Rama. Sekarang, gantilah pakaian, berdandanlah yang cantik karena malam ini Nak Mas Bagus akan datang menjumpaimu," Ki Janu Baran menginstruksi bagai jenderal perang. Pria itu berbalik badan, berkelebat pergi meninggalkan kediaman Roro Sawitri dengan cepat.

Roro Sawitri menelan ludah, ia kembali terduduk dengan wajah semakin pucat. Tak lama kemudian air mata kembali mengalir di pipi merah sang anak demang. Hatinya tak bisa dibeli dengan uang terlebih kekuasaan tapi ramanya_ramanya bahkan tidak lagi menganggapnya sebagai manusia yang berperasaan.

Walau dengan hati remuk, Roro Sawitri segera berganti pakaian. Kemben warna kuning yang dipadukan dengan kain jarik motif parang terlihat begitu bersinar di kulit putihnya yang bersih. Meski tak mencintai Bagus Samudra, gadis itu berusaha untuk menuruti keinginan sang rama sebagai tanda baktinya yang terakhir kali.

****
Bulan purnama bersinar dengan utuh, angin semilir berhembus lembut mengiringi pertemuan perdana antara Bagus Samudra dengan Roro Sawitri. Harumnya bunga Arum dalu tak luput menambah suasana romantis yang tercipta malam itu. Sayang, suasana yang indah sama sekali tak dihiraukan oleh Roro Sawitri. Gadis berlesung pipi terlihat tak bahagia, harapan dan impiannya sekarat dan terenggut oleh ambisi sang rama.

Berbeda dengan Bagus Samudra, pria itu terlihat berbunga-bunga dan tersenyum cemerlang tatkala melihat Roro Sawitri dari dekat. Jantungnya yang berdetak normal mendadak berdegup kencang bak genderang yang ditabuh tatkala hendak perang. Pria dewasa itu tahu, ia terlalu memuja Roro Sawitri hingga akal sehatnya mulai pudar dan lupa akan unggah-ungguhnya.

Mendekati Roro Sawitri, Bagus Samudra lupa jika antara dirinya dan sang gadis pujaan masih terdapat sekat yang sama sekali tidak boleh ia langgar sebelum keduanya belum melangsungkan perkawinan di depan Sang Hyang Widhi.

Terlalu ceroboh, Bagus Samudra datang dan langsung menyentuh bahu mungil sang gadis. Roro Sawitri terkejut, ia menangkis tangan Bagus Samudra lalu berdiri dengan panik. Wajah tak bahagia itu terlihat makin muram, ia kesal bukan main.

"Jangan menyentuh saya seperti itu! Saya tidak suka," tegas Roro Sawitri seraya berjalan mundur, mengurangi jarak mereka yang terlalu dekat.

Pada mulanya Bagus Samudra terlihat kaget akan reaksi alami yang diciptakan Roro Sawitri padanya. Namun ia lantas mengukir senyum termanis yang ia punya. Roro Sawitri rupanya gadis yang berbeda, ia bahkan tidak tergoda dengan sentuhan pria setampan dirinya.

"Maafkan aku, Roro Sawitri. Aku terlalu senang ketika melihatmu sehingga aku terlalu terburu-buru ingin menyentuhmu," ujar Bagus Samudra dengan wajah berbinar. Ucapannya sama sekali tidak ada yang salah, hanya saja ucapan yang terlalu vulgar itu terasa begitu aneh di telinga Roro Sawitri.

Tak berminat untuk bercakap dengan Bagus Samudra, Roro Sawitri sengaja membiarkan posisi pria itu terdiam di tempat, membisu bagai patung pahlawan kota.

Sang akuwu muda tersenyum kecut, sebagai seorang pria yang sudah tahu seluk beluk mengenai hati wanita, Bagus Samudra tahu akan makna diamnya Roro Sawitri padanya. Meskipun demikian, Bagus Samudra tetap bertekat jika ia harus memiliki Roro Sawitri dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kedatanganku kemari karena aku ..., merindukan dirimu, Roro Sawitri," ucap Bagus mencoba mencairkan suasana tegang lagi dingin malam itu. Roro Sawitri meliriknya sejenak, ia lantas memalingkan wajah tanpa lupa bersikap waspada. Gadis itu takut kalau-kalau pria asing yang kini tengah bersamanya bertindak diluar dugaan.

"Aku tahu, aku begitu asing di matamu tapi ketika kau berdiri di sampingku sebagai pendampingku maka aku berjanji akan memberikan seluruh isi bumi ini untukmu. Sawitri, sejak pertemuan kita yang pertama dulu, aku tidak memikirkan apapun kecuali dirimu. Aku hanya berpikir, kapan aku bisa bertemu denganmu dan memilikimu seutuhnya."

Bagus berjalan mendekat membuat Roro Sawitri bergegas untuk menghindar. Hal itu membuat sang akuwu mendadak kecewa dan hilang arah. Kesabaran yang ia punya mendadak tergerus habis.

"Sawitri, jadilah gadis yang baik dan menjadi pendamping hidupku. Jauh-jauh aku datang dari Balegiri hanya untuk melihatmu tapi sesampainya disini, jangankan berbicara denganmu, kau bahkan tidak ingin melihatku." Bagus berbicara dengan wajah kurang berkenan.

"Tuan Akuwu yang terhormat, seharusnya Anda sudah mengerti kenapa saya berbuat seperti ini pada Anda. Saya sudah memiliki kekasih dan hendak melangsungkan pernikahan dengannya, tapi kehadiran Anda justru merusak segalanya. Apakah masih pantas Anda diperlakukan dengan baik?"

Mendengar jawaban Roro Sawitri yang menyakitkan, darah Bagus Samudra naik ke ubun-ubun. Pemuda berparas elok lupa akan tata krama, ia dengan sigap menarik tangan Roro Sawitri hingga keduanya berhadapan cukup dekat. Teriakan kesakitan Roro Sawitri sama sekali tidak digubris oleh anak Ki Sula.

"Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi setelah kehadiranku, aku juga tidak peduli seperti apa hubunganmu dengan kekasihmu. Aku—Bagus Samudra—mustahil tidak bisa mendapatkanmu, Sawitri!"

Roro Sawitri terlihat ketakutan, beberapa kali ia berusaha melepaskan tangan Bagus Samudra dari tangannya yang sakit. Wajah gadis itu memerah, ia ingin menangis tapi dipaksakannya untuk tetap tegar dan baik-baik saja. Jika ia menangis maka pria serigala yang ada di hadapannya ini sudah pasti akan menindasnya jauh lebih buruk lagi.

"Dengarkan aku Roro Sawitri, dengar!" tegas Bagus Samudra lantas mencengkeram rahang Sawitri dengan erat. Gadis itu terlihat pasrah ketika sang pemuda nyaris meremukkan rahangnya yang cantik.

"Tiga hari lagi aku akan datang untuk menjemputmu. Mau atau tidak, lambat laun kau akan menjadi milikku. Ingat Roro Sawitri, nyawa ramamu bahkan nyawa kekasihmu itu ada di genggamanku jadi jangan coba-coba bermain-main dengan Bagus Samudra," tindas Bagus Samudra dengan mata menghunjam tajam.

Keduanya saling memandang cukup lama. Air mata Roro Sawitri nyaris tumpah ketika pria itu dengan sengaja mengusap bibirnya dengan lembut menggunakan ibu jari. Birahi sang pria mendadak memuncak namun Bagus Samudra segera menepisnya dengan cepat. Ia melepas cengkeraman di rahang cantik Roro Sawitri.

"Sebaiknya kau pikirkan masak-masak ucapanku Roro Sawitri. Jadilah wanita yang baik dan penurut atau bisa saja kuhilangkan nyawa ramamu atau kekasihmu kapan saja aku mau," ancam Bagus Samudra dengan nada mulai memelan. Pria itu tersenyum miring ketika melihat wajah Roro Sawitri memucat penuh ketakutan.

Di bawah sinar rembulan dan semilirnya angin malam, Roro Sawitri menjadi korban ketidakadilan. Napas gadis itu tersengal, ia merasa sesak ketika memikirkan segala ancaman yang dilontarkan Bagus ke arahnya. Kenapa dari sekian banyak gadis di Bumiwisesa, hanya dirinya yang ditakdirkan untuk bertemu dengan Bagus Samudra? Kenapa harus dirinya? Kenapa harus kisah cintanya yang kandas?

Bagus Samudra tersenyum menang tatkala Roro Sawitri hanya terdiam tak membantah. Sepertinya ancaman yang ia lontarkan cukup membuat sang wanita mengerti akan arti dari kata penurut.

"Aku akan kembali ke Balegiri malam ini. Ingat Nimas, aku akan datang tiga hari lagi. Jangan lari atau bermain-main dengan Bagus Samudra. Nimas, sampai jumpa di hari perkawinan."

Bagus Samudra lantas berbalik badan meninggalkan Roro Sawitri di taman seorang diri. Langkah pria itu tertahan ketika dengan tiba-tiba Roro Sawitri berteriak padanya dengan lantang.

"Tunggu!"

Bagus menghentikan langkah, ia merasa heran tatkala gadis itu dengan berani membuka suara. Perlahan Bagus memutar badan, menatap sosok mungil yang tengah menatapnya penuh tatapan marah lagi liar.

"Anda bisa mendapatkan saya kapanpun Anda mau, Anda juga bisa menakut-nakuti saya dengan berbagai macam ancaman. Tapi, Anda juga perlu ingat akan hal ini! Anda bisa mendapatkan tubuh saya tapi tidak dengan jiwa dan pikiran saya. Sungguh, saya tidak menyangka bahwa Anda bisa selicik ini terhadap saya. Sumpah demi Sang Hyang Widhi, saya akan membuat Anda lebur menjadi abu suatu hari nanti."

Bagus terdiam, ia menatap Roro Sawitri dengan tatapan yang berbeda. Kemarahan gadis itu bagaikan panah pemicu birahi dalam dadanya. Entah, melihatnya seperti itu, hasrat Bagus Samudra semakin tak terbendung.

Tersenyum tipis, Bagus Samudra lantas menyentuh bibirnya dengan ibu jari. "Tentu, Nimas. Lakukan sesuka hatimu dan aku juga pantas memperlakukanmu sesuka hatiku."

***************

"Kira-kira apa yang kalian lakukan jika bertemu pria senekat Bagus Samudra?

Ok. Selamat membaca ya.
Jangan lupa vote dan koment.
Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top