Bagian 8
Guyuran hujan yang semakin deras, membuat Angga mempercepat langkah dengan sedikit berlari segera mencapai teras rumah.
Niatnya pulang lebih awal harus terhambat saat ia menyadari mobil yang terparkir ternyata mengalami ban bocor. Tidak ingin membuang waktu karena ban cadangan yang belum ia ambil dari bengkel, Angga memutuskan meninggalkan saja mobilnya dan menaiki taksi yang biasa mangkal di depan kantor agar tidak terlambat menepati janji pada sang mama, biarkan urusan mobil ia selesaikan besok saja.
"Assalamualaikum," salam Angga begitu ia membuka pintu.
"Waalaikumussalam, Ayah!" teriak Kayla seraya berlari saat gadis kecil itu tahu sang ayah telah kembali.
Melihat senyum ceria Kayla yang menyambutnya, membuat letih Angga setelah seharian bekerja seketika menguap.
"Sebentar, Sayang. Baju Ayah sedikit basah kehujanan di luar. Ayah mandi sama ganti baju sebentar, Lala main sama Vendra dulu ya?" Angga sedikit membungkukkan badan ketika Kayla berhenti tepat di depannya, tersenyum lembut pada sang puteri yang selalu menyambut kepulangannya dengan antusias.
Beberapa saat Kayla nampak sedikit mencebik, dengan mata yang bergerak mengamati keadaan ayahnya. Rambut sang ayah terlihat basah, pun jejak-jejak air nampak jelas tercetak di baju kerjanya.
"Iya, Yah," jawab Kayla selanjutnya disertai kecupan kilat pada pipi Angga kemudian berlari menjauh menyusul Vendra yang tengah asyik memainkan mainan yang mengeluarkan bunyi dengan bantuan baterai.
***
Gelak tawa di ruang tamu menyambut pendengaran Angga yang baru saja selesai membersihkan diri hingga terlihat lebih segar. Pria dua puluh delapan tahun itu berjalan perlahan menghampiri sumber suara, namun ketika telah berada semakin dekat, langkahnya terhenti di depan sekat pembatas ruang tamu, tubuhnya menegang melihat apa yang sedang terjadi di depan sana.
Sebuah pemandangan di depan sana membuat hati Angga menghangat, senyum tipisnya tanpa disadari mulai tersungging kala melihat gadis bergamis abu-abu dengan pasmina senada terlihat memangku Vendra yang terlihat ceria serta bergelayut manja di sana. Vendra yang selama ini tidak terbiasa dengan kehadiran orang asing, malah nampak nyaman dalam pangkuan Kayra, bahkan berceloteh riang sambil sesekali menyodorkan mainannya.
Sedang Pak Yasa dan Bu Ratna tertawa melihat bagaimana interaksi Kayra dan Vendra dengan sesekali membicarakan kenangan masa lalu kedua keluarga mereka.
"Ma," panggil Angga pada sang mama, menyudahi pikirannya sebelum melayang kemana-mana seraya berjalan mendekat ke arah mereka.
"Kamu udah selesai, Ngga. Ayok gabung sini," ajak Bu Ratna menggeser duduknya agar sang putera duduk di sampingnya.
Setelah berada lebih dekat, Angga menyalam takzim punggung tangan Pak Yasa, tidak lupa menganggukkan kepala pada Kayra sebagai pengganti sapaan.
"Ngga, liat tuh, Vendra seneng banget dipangku sama Kayra. Biasanya dia paling anti sama orang yang enggak pernah ketemu, jangankan dipangku, baru dipegang orang aja dia bisa ngamuk." Bu Ratna terkekeh mengingat kelakuan cucu laki-lalinya itu.
"Kayra suka anak kecil dari dulu, sayang aja dia enggak punya adik. Tapi ngajar di TK bikin dia jadi keibuan." Pak Yasa melihat interaksi Kayra dan Vendra, meski sekilas ada gurat kesedihan saat melihat Kayra karena harus kembali teringat pada mendiang sang istri.
"Loh, Lala kemana, Ma? Kok enggak keliatan?" Angga mulai menyadari jika Kayla tidak berada di antara mereka.
"Ketiduran di depan TV, tapi udah Mama pindah ke kamar. Mama enggak tega buat bangunin dia, pules banget tidurnya, pasti kecapekan seharian main sama Vendra. Untung udah sempet makan duluan tadi, jadi Mama enggak khawatir," terang Bu Ratna.
"Angga liatin Lala bentar ya, Ma. Om ... Kayra, saya permisi sebentar." Angga beranjak setelah mendapati anggukan dari keduanya.
"Maaf ya Pak. Angga emang gitu, enggak bisa kalo belum mastiin langsung keadaan anaknya. Yah, sejak istrinya meninggal, dia semakin protektif sama anak-anak. Saya itu sebenernya khawatir sama dia, segala urusan kantor, rumah sama anak-anak dihandle sendiri. Sampe kadang dia sakit pun, ketahuannya kalo udah parah enggak bisa ngapa-ngapain." Bu Ratna menceritakan kekhawatirannya tentang sang putera sulung, sambil sesekali melihat pada Vendra yang masih tenang berada di pangkuan Kayra.
"Saya maklum kok, Bu Ratna. Saya juga senang kalo Angga masih bisa berjuang merawat dan memperhatikan anak-anaknya meski tanpa istri. Jarang ada pria yang bisa begitu, lebih mengutamakan anak setelah ditinggalkan istrinya, Angga sangat patut dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai pendamping," puji Pak Yasa dengan ekor mata yang sedikit menangkap rona merah di pipu Kayra. Ia tahu jika Kayra mendengarkannya, meski sang puteri terlihat sibuk dengan Vendra.
"Pak Yasa bisa aja, oh iya, sampai lupa. Ayok kita makan dulu, saya sudah siapin di meja makan. Keburu dingin," ajak Bu Ratna yang berdiri hendak mengambil Vendra agar Kayra bisa menikmati makan malam mereka.
"Sepertinya Vendra belum mau, Bu. Kalau boleh, biar Vendra sama Kayra aja," ucap Kayra hati-hati ketika alih-alih menyambut uluran tangan sang Oma, Vendra malah memeluknya erat dengan kepala bersembunyi di ceruk leher Kayra yang tertutup jilbab.
"Nanti kamu kerepotan makannya, Kay. Bentar Tante panggil Angga, pasti Vendra mau ... nah, itu Angga dateng," ucap Bu Ratna terlihat tidak enak, namun sesaat kemudian raut wajahnya berubah lega ketika melihat Angga berjalan ke arah mereka.
"Kenapa, Ma?"
"Vendra enggak mau ikut Mama, kasihan Kayra nanti enggak leluasa makannya. Coba kamu bujuk, pasti mau," terang Bu Ratna.
"Vendra, ikut ayah yuk. Tante mau makan dulu, nanti kita main lagi. Yuk?" Angga berjalan ke belakang tubuh Kayra agar Vendra bisa melihat keberadaannya.
Diluar dugaan semua orang, Vendra yang biasanya selalu mendengar sang ayah bahkan hanya bergeming dengan kepala yang semakin menyuruk pada leher Kayra.
"Vendra? Yuk, Le. Sama Oma apa Ayah? Tante Kayra mau makan dulu, nanti sakit kalo telat makannya." Bu Ratna masih berusaha membujuk sang cucu.
"Ma mau! (Enggak mau!)" Vendra menggelengkan kepalanya tanpa melihat pada sang oma ataupun ayahnya.
"Sudah, Bu. Kayra enggak apa-apak kok," Kayra tersenyum kemudian beralih mengelus punggung Vendra seraya berkata,"Vendra mau makan sama Tante?"
Kepala balita itu spontan menganggung antusias, hingga Kayra sedikit terkekeh merasakan gerakan Vendra pada lehernya.
Bu Ratna akhirnya mengalah, membiarkan Vendra bergelayut pada Kayra sepanjang acara makan malam mereka. Sepasang mata lain tidak luput dari memperhatikan interaksi antara Kayra dengan sang putera kecilnya. Vendra nampak menerima Kayra dan nyaman dengan gadis itu. Tinggal bagaimana caranya mempertemukan Kayra dengan sang puteri yang belum bisa bertemu malam ini.
Kayra, gadis yang perlahan mulai mengganggu pikirannya sejak pertama pertemuan mereka. Angga
kira ia tidak akan pernah lagi tertarik pada wanita selain mendiang sang istri, namun sepertinya Kayra adalah pengecualian. Kayra berbeda, itulah yang dikatakan hatinya.
Benarkah sudah saatnya aku memulai kembali? Batin Angga dengan mata yang masih terpaku pada tawa Kayra dan Vendra.
...
Aku datang lagi. Terima kasih untuk semua doa baik kalian buat aku. Semoga kalian pun sehat selalu di mana saja berada.
Part ini pemanasan dulu. Menurut kalian bagaimana? Lanjut? Jangan?
Happy reading. 💟💟💟
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top