Bagian 13
"Bunda?" Angga mengernyit mendengar panggilan antusias puterinya pada Kayra, begitupun dengan Bu Ratna.
Sementara Kayla sendiri langsung menubruk tubuh Kayra yang muncul dari balik pintu.
"Kayla?" Kayra mengernyit, mencerna pertemuannya kali ini dengan salah satu murid tempatnya mengajar.
"Ra, kok nggak disuruh masuk tamunya?" Suara Pak Yasa yang terdengar dari dalam menyadarkan ketiga orang dewasa yang masih linglung dengan situasi.
"Iya, Yah." Kayra sedikit menggeser badannya yang masih digelayuti Kayla, kemudian mempersilahkan tamu-tamu sang ayah untuk masuk, "Silahkan masuk, Tante ... Mas Angga."
"Loh? Kayla kan?" Ekspresi Pak Yasa tak jauh berbeda ketika melihat gadis kecil yang bergelayut di kaki puterinya.
"Kakek!" Kayla melepas pelukannya pada Kayra kemudian menghampiri Pak Yasa kemudian mencium punggung tangan pria baya itu. Pak Yasa mengusap kepala Kayla, gadis kecil yang sangat sopan. Ini merupakan pertemuan kedua mereka.
"Jadi, Kayla ini puteri kamu, Ndaru?" Pak Yasa bertanya pada Angga saat mereka telah duduk berkumpul di ruang tamu.
"Iya, Om. Ini Lala. Saya tidak menyangka kalau dia sudah mengenal Om dan Kayra sebelumnya." Angga menjawab, kemudian sekilas mengamati interaksi Kayra dan Kayla yang terlihat sudah akrab.
Kayla menempel pada Kayra, sementara Vendra juga tidak mau kalah dengan memberontak dari pangkuan sang oma untuk berpindah pada Kayra. Suatu hal yang sedari tadi tak luput dari pandangan Angga.
"Kayla pernah ke sini, kebetulan juga dia sekolah di tempat Kayra mengajar. Om nggak nyangka kalau dia puteri kamu, karena dulu dia ke sini diantar sama Omnya. Ya kan, Ra?" Pak Yasa terkekeh dengan kebetulan yang ia alami.
"Iya," jawab singkat Kayra dengan Vendra yang telah berada dalam pangkuannya.
Sebuah ganjalan pikiran tanpa bisa dicegah mulai menyusup masuk dalam ingatan Kayra. Dia tak mengira jika Angga dan Abra masih terdapat hubungan darah. Bahkan dari perbincangan singkat antara sang ayah dengan Bu Ratna, ia baru mengetahui jika Abra merupakan adik kandung Angga. Kenapa hidupnya lagi-lagi berputar disekitar Abra entah secara langsung atau tidak.
"Kalau begitu, ayo kita makan malam dulu. Kayra sudah siapin semua dari tadi." Pak Yasa mengajak makan malam bersama.
Sepanjang makan malam Kayra dibuat sedikit kewalahan menanggapi celotehan Vendra yang masih saja menempel padanya serta pertanyaan-pertanyaan Kayla yang seakan tak pernah habis sepanjang makan malam mereka.
Sementara Angga dari tempatnya duduk diam-diam mengamati bagaimana Kayra yang tanpa berusaha saja sudah bisa mendapatkan perhatian dari dua buah hatinya.
Apakah benar jika Kayra lah sosok yang sebenarnya mereka butuhkan untuk melengkapi kehidupan mereka bertiga? Apakah sudah saatnya ia move on dari masa lalunya?
Tanpa sadar senyum tipis terukir di bibir Angga.
***
"Gimana, Ngga?" tanya Bu Ratna ketika melihat Angga yang termenung di ruang keluarga dengan tv yang menyala.
Kayla dan Vendra sudah tidur sejak sampai di rumah tadi setelah bujukan yang cukup sulit, keduanya baru mau pulang ketika jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hal yang sangat jarang terjadi. Biasanya keduanya tidak akan betah ketika diajak berkunjung ke rumah orang, namun hari ini keduanya harus dibujuk untuk mau diajak pulang.
"Apanya, Ma?" tanya Angga menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Menatap sang mama yang terlihat antusias menunggu jawaban darinya.
"Kamu jangan pura-pura nggak tau maksud Mama deh, Ngga. Anak-anak udah cocok sama Kayra. Sekarang gimana kamu?"
Perasaan Angga? Angga sendiri tidak tau apa yang dia rasakan sekarang. Satu sisi ia senang melihat kebahagiaan anak-anaknya, namun di sisi lain ia merasa seperti menghianati mendiang sang istri ketika ada perasaan tak biasa setiap kali dia melihat Kayra sejak pertemuan pertama.
"Angga enggak tau, Ma. Angga enggak mau ngehianati Mita," ucap Angga.
"Kamu tuh ngomong apa sih, Ngga? Khianati gimana maksud kamu? Istri kamu udah nggak ada, kamu juga enggak selingkuh. Mama rasa Mita juga pasti ngerti dan mau anak-anak dapat kasih sayang seorang ibu," sahut Bu Ratna.
Bukan Bu Ratna melupakan mendiang menantunya, ia bahkan sangat menyayangi menantunya. Namun bukankah kehidupan harus berjalan, sementara ia sendiri merasa tidak akan mungkin selamanya ada bersama Angga dan cucu-cucunya. Bu Ratna hanya ingin anaknya kembali memiliki keluarga yang utuh dan bahagia setelah setahun lebih dirundung duka.
"Cari yang cocok buat kamu mungkin gampang, Ngga. Tapi yang benar-benar tulus sayang sama anak-anak kamu itu yang nggak gampang. Ingat Le, kesempatan itu kadang enggak datang dua kali. Jadi, lebih baik kamu pikirin baik-baik. Mama lihat, Kayra pantas buat jadi pendamping kamu juga jadi ibunya anak-anak. Memulai hidup baru bukan berarti lantas melupakan mendiang istrimu. Mama enggak nyuruh kamu lupain Mita, kamu hanya perlu simpan nama dan kenangannya di sudut yang tidak bisa terganti karena meski dia udah enggak ada, dia tetap Mama anak-anak kamu sampai kapanpun. Mama tau kamu cinta sama dia, tapi jangan jadikan dia sebagai pemberat buat kamu menjemput bahagia di masa depan, dia pasti tidak akan suka kamu begitu. Mama tau gimana Mita juga cinta sama kamu Ngga," imbuh Bu Ratna kemudian berdiri menepuk pelan pundak putera sulungnya.
Angga tidak perlu ia arahkan, puteranya hanya butuh waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri jika sudah saatnya ia membuka hati.
***
Di tempat berbeda, Kayra tidak juga dapat memejamkan mata. Kelebatan ingatannya tentang percakapan singkat dengan Kayla kembali mengusik.
"Ayah, Lala seneng Ayah ajak Lala ketemu Bunda. Ayah kok bisa tau kalo Lala pengen ketemu Bunda?" tanya polos Lala pada Angga ketika mereka baru saja menyelesaikan makan malam.
"Lala suka sama Bunda?" Bukan suara Angga yang bertanya, melainkan Bu Ratna yang antusias bertanya pada sang cucu.
"Iya, Oma. Bunda Kayra baik, Lala sayang sama Bunda," celetuk Kayla semakin merapat pada Kayra seraya menunjukkan deretan gigi rapinya.
"Emangnya Bunda juga sayang sama Lala?" goda Bu Ratna seraya menaikkan sebelah alisnya jahil.
"Ma, jangan gitu," peringat Angga pada sang mama yang hanya direspon dengan sebuah senyum yang sulit Angga artikan.
"Bunda, Bunda sayang sama Lala nggak?" tanya polos Kayla dengan binar harap di matanya.
"Iya, Bunda sayang sama Kayla. Kayla anak baik." Kayra tersenyum lembut seraya mencubit pelan pipi gembil Kayla.
"Bunda Kayra mau kan jadi Bundanya Lala?"
Sebuah pertanyaan polos tak terduga yang keluar dari bibir mungil Kayla seketika mampu membuat tubuh Kayra serta Angga menegang ditempat. Bahkan pada orang tua pun tak menyangka jika Kayla akan mengajukan pertanyaan yang hingga malam ini mampu mengusik ketenangan hati Kayra.
Haruskah dia menerima Angga sementara Angga masih berkaitan dengan masa lalu yang sangat ingin dia lupakan?
...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top