Bagian 11

"Sabtu. Saya akan ke sana."  Angga menutup panggilan teleponnya setelah lawan bicaranya memberi respon.

"Ayah!"

Kayla menghambur pada Angga ketika pintu ruangan pria itu terbuka bertepatan dengan Angga yang akan kembali mendudukkan diri di kursinya. Mendekap erat dengan kepala yang ia sembunyikan rapat di pundak sang ayah.

Angga yang heran dengan tingkah tak biasa puterinya memberi isyarat tanya pada Abra dengan mengertutkan dahi serta menatap tajam Abra.

"Ingat Mamanya." Singkat jawaban Abra cukup membuat Angga tau apa yang harus ia perbuat.

Angga memilih menenangkan Kayla hingga tangisannya berhenti. Dia sangat bersyukur karena sang puteri mudah diberi pengertian, meski terkadang suasana hati gadis kecil itu sulit ditebak.

"Jadi, bisa cerita sama Ayah kenapa anak Ayah yang cantik ini nangis?" tanya Angga pada Kayla yang masih bergelayut dalam pangkuannya.

"Lala kangen Mama. Kenapa Mama enggak di sini aja sama kita, Ayah? Lala kan juga pengen dijemput sama Mama, pulang sama Mama kayak temen-temen Lala yang lain. Tadi, Lala seneng ditemenin Bunda Kay buat nunggu di depan kelas. Tapi Bunda enggak mau pulang sama Lala," cicit Lala di akhir ucapannya dengan mata mulai kembali berkaca-kaca.

"Sayang, kan ada Ayah sama Om Dya. Ada Oma juga yang bisa kapan aja jemput Lala ke sekolah. Kalo Lala kangen Mama, nanti kita ke tempat Mama ya. Lala jangan sedih ya, Nak. Nanti kalo Lala sedih, kita enggak boleh ketemu Mama. Mama enggak akan suka liat Lala sedih, karena mama juga pasti akan sedih.

Soal Bunda Kay, mungkin Bunda Kay ada urusan dulu tadi, jadi enggak bisa pulang sama Lala. Kalo Lala sama Om Dya nganter Bunda dulu, yang ada anak Ayah ini pulangnya kesiangan, besok kan Lala masih bisa ketemu Bunda lagi di sekolah." Angga membelai lembut kepala Kayla, berharap sang puteri bisa mengerti, sementara ia sendiri tidak bisa menerka seperti apa Bunda Kay yang anaknya bicarakan karena setau Angga hanya Bu Dinda yang menjadi guru kelas Kayla.

Mendengar apa yang ayahnya katakan, Kayla sesaat bergeming mungkin gadia itu tengah mencerna ucapan Angga, kemudian kembali memeluk erat sang Ayah seolah takut melepaskan. 

Abra yang sedari tadi melihat interaksi keduanya, sedikit merasa bersalah. Cara yang ia gunakan untuk mendapat perhatian Kayra dengan menawarkan mengantar pulang justru malah membuat keponakannya bersedih.

"Bra, kalo kamu masih ada kerjaan, balik aja. Biar Lala di sini sama aku. Bentar lagi jam makan siang, biar aku yang antar dia pulang." .

Dengan lesu Abra beranjak, mendekat pada Kayla kemudian mengusap kepalanya singkat lalu keluar dari ruangan Angga tanpa sepatah kata pun. Abra merasa jahat sekarang.

***

"Ra, gimana perkembangan kamu sama Ndaru?"

Pertanyaan Pak Yasa yang tiba-tiba membuat Kayra yang sedang menyiapkan menu terakhir dari makan malam ke atas meja sejenak menghentikan aktifitasnya. Tanpa bertanya apa pun Kayra tahu betul maksud dari pertanyaan ayahnya itu.

"Mas Angga baik," jawab Kayra seraya mendudukkan diri di seberang tempat duduk ayahnya. Jawaban yang ia anggap aman, meski ia sendiri masih tidak tahu apa yang hatinya inginkan dari pertemuan mereka.

"Kamu tau betul apa yang Ayah maksud, Ra." Pak Yasa memperjelas maksud pertanyaannya.

"Kayra belum tahu, Yah. Yang Kayra rasa, Mas Angga itu baik juga seorang ayah yang baik untuk anak-anaknya."

"Kalau untuk anak-anak kamu nanti?"

Uhuk!

Pertanyaan sederhana dari Pak Yasa, namun berdampak hebat pada perasaan Kayra. Untuk anak-anaknya? Kayra bahkan tidak pernah berpikir sejauh itu selama mengenal Angga.

Tak mendapati jawaban Kayra, Pak Yasa tersenyum lembut seraya berkata, "Minta petunjuk sama Yang Maha Kuasa. Sabtu besok Ndaru akan mengenalkan kamu sama puterinya. Kalau respon puterinya baik, enggak menutup kemungkinan jalan untuk kalian lebih serius akan terbuka. Selama Ayah kenal, Ndaru bukan pria yang suka main-main.

Ayah tidak akan memaksa, apa pun keputusan kamu nanti. Ayah cuma lagi berusaha untuk memberikan yang terbaik buat kamu. Udah, Sebaiknya kita makan dulu."

Menu makan malam kali ini merupakan makanan kesukaan Kayra, namun setelag perbincangan singkat dengan sang ayah malah membuatnya kesulitan menikmati rasa masakannya sendiri.

Bagaimana reaksi puteri Angga nantinya? Apakah dirinya sudah benar-benar siap membuka hatinya kembali? Kayra hanya terlalu takut merasakan kecewa nantinya.

***

Di sisi lain, Abra termenung di balkon kamarnya. Pikirannya tertuju pada sikap Kayra yang kembali tidak memperlihatkan respon apa pun ketika mereka kembali bertemu.

Melihat dampak rencana awalnya menggunakan Kayla untuk mendekati Kayra yang berujung murungnya si keponakan, Abra harus berpikir ulang untuk melibatkan Kayla dalam rencananya. Bagaimana lagi dia harus mendekati gadis itu tanpa bantuan dari Kayla?

"Kay, gimana caranya biar aku bisa deket lagi sama kamu?" gumam Abra dengan pandangan yang masih menatap lurus ke depan.

Dia menyukai Kayra, tapi peluang untuk kembali bisa dekat dengan gadis itu hanya terlihat dari bagaimana kedekatan Kayla dengannya. Ah, kenapa baru sekarang dia dipertemukan kembali dengan Kayra.m setelah sekian lama dia diam-diam mencari keberadaan gadis itu.

Bagaimana cara Abra agar dia bisa tau apakah perasaan Kayra masih ada untuknya?

"Semoga belum ada pria lain yang gantiin aku buat kamu, Kay." Lagi Abra berharap. Dia lupa jika dulu dirinya memiliki banyak kesempatan untuk mencintai Kyra, namun semua itu ia sia-siakan begitu saja.

...

...


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top