01
Matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat, Sinaran senja berwarna oranye kemerahan terlihat menghiasi langit dan disatu sisi langit sudah mulai berwarna biru malam, sebuah gradasi warna yang indah.
Alam memang pandai membuat para penghuninya terkesima hanya dengan membuat hal sepele menjadi sesuatu yang indah.
Suara tapak kaki terdengar sepanjang jalan setapak dimana lampu-lampu jalan sudah menyala walau sang mentari belum sepenuhnya menghilang.
Meski hampir gelap, jalan utama Kota Tokyo masih terlihat ramai dengan banyaknya orang-orang berlalu lalang diikuti oleh kendaraan yang masih melaju di tengah jalan.
Pandangan menatap jalan yang masih ramai di lalui anak-anak sekolah atau mahasiswa universitas yang mungkin seumuran dengannya, melihat mereka bercanda dan bergurau bersama seperti tidak memiliki beban hidup di dunia.
Ia ingin seperti itu, menjalani kehidupan perkuliahan tanpa harus bekerja keras dari pagi hingga malam hanya demi memenuhi ambisi seseorang. Bersama adiknya, pergi ke universitas, masuk di jurusan dan kelas yang sama bercengkrama dengan kawan-kawan dan lainnya.
Tapi tentu saja itu tidak akan terjadi. Justru para mahasiswa tersebut lah yang ingin menjadi sepertinya. Menjadi bintang terkenal tanpa harus pergi belajar, hanya bermodalkan bakat dan tekad lalu uang mengalir begitu saja ke dalam saku.
Sungguh pemikiran yang dangkal.
Tak tahu saja mereka perjuangannya selama ini menjadi seorang idol tidaklah mudah, ia harus berlatih siang dan malam tanpa henti, di tekan oleh pekerjaan dan orang-orang di luar sana yang memanfaatkan bakatnya. Hidup dalam kehidupan yang menurutnya monoton, bangun pagi lalu bekerja hingga malam, pulang dan tidur. Lakukan itu selama kau masih bisa bernafas.
Rasanya sesak hidup seperti itu. Seolah ia terkurung dalam sebuah sangkar burung dimana ia adalah seekor burung dengan warna merah muda yang indah nan berharga serta langka.
Mungkin jika ia dapat memilih, dia akan memilih untuk hidup dalam kesederhanaan dan hanya berdua bersama adiknya menjalani kehidupan yang normal tanpa di kekang oleh apapun dan tidak di pisahkan oleh cara apapun.
Bruk
Tanpa sadar ia melamun sepanjang jalan sehingga tidak menyadari akan seseorang yang berjalan di depannya.
"Maaf.. aku tidak sengaja"
"Tidak apa-apa. Saya juga tidak melihat jalan tadi--"
Saat menatap manik besar serupa sinaran merah senja di sore hari itu, ia sadar dengan siapa ia bertabrakan tanpa sengaja. Manik merah yang tertutup oleh kacamata minus menjadi ciri khas, Hoodie putih lengan panjang dan tas selempang yang selalu dibawanya kemanapun menjadi style andalan orang tersebut.
Orang didepannya juga nampak terkejut saat melihat dirinya, dengan cekatan langsung berjalan melewati tubuhnya tanpa mengucapkan apapun. Raut wajah yang tadi sedikit cerah berubah seketika menjadi dingin kala melihat dirinya.
Ia berbalik berusaha memanggil orang tersebut namun suaranya tercekat di balik tenggorokan seperti tidak ingin keluar dari sana dan berteriak lantang.
Matahari bergulir seiring menghilangnya orang itu dari pandangan.
Drrt~
Ponsel di kantung celana berbunyi membuyarkan lamunan tidak jelasnya, dengan cepat mengambil ponsel dan mengangkatnya tanpa melihat siapa gerangan orang yang menghubungi.
"Oi Tenn! Kau dimana? Acaranya 15 menit lagi akan mulai dan kau belum sampai? Cepatlah Anesagi-san sudah marah-marah sejak tadi"
"Ah! Iya, aku segera kesana!"
"Hah~ dimana tingkah profesional mu itu? Menghilang dimakan sesosok makhluk tak kasat mata huh?"
"Diam atau ku cincang bibir mu"
Panggilan diputuskan sepihak olehnya, tanpa menunggu lama, ia berlari melewati kerumunan orang dan bergegas menuju gedung tempat ia akan menghadiri sebuah acara talk show atau wawancara dengan Trigger sebagai bintang tamu spesial.
•
•
•
Malam sudah terlihat, bulan sudah mulai menampakkan diri dan bersinar menggantikan tugas si senja lalu para bintang yang berbaris di langit membentuk suatu gugusan bintang-bintang yang indah dan memanjakan mata.
Suhu udara mulai menurun dan menjadi lebih dingin dari biasanya, wajar saja karena sekarang sudah masuk waktu musim gugur yang menandakan akhir tahun sudah mulai dekat dan tentu saja itu akan membuat pekerjannya bertambah banyak serta semakin padat.
Ia mengeluarkan syal berwarna baby pink polos dari tas, melilitkannya di sekitar leher panjangnya untuk menghangatkan tubuh, tangan ia taruh di saku jaket. Suhu malam ini lebih dingin dari malam-malam sebelumnya, bagaimana jika sudah masuk musim dingin nanti? Apakah akan lebih dingin dari ini?
Menyalakan ponsel guna melihat jam berapa sekarang.
09.14 Pm
Jam sembilan malam lewat empat belas menit, berarti pekerjaannya sudah selesai dan ia bisa langsung pulang dan berendam di bathtub lalu pergi tidur.
Manik magenta melihat ke arah syal yang ia pakai, syal yang sama yang ia berikan ke Riku tempo hari lalu ia rebut kembali dari tangannya. Peristiwa yang mulai merenggangkan hubungannya dengan Riku.
Pemuda itu yang biasanya akan menghubunginya di malam hari hanya untuk sekedar berbincang sekarang tidak pernah lagi menghubungi atau mengirimkan pesan.
Jangankan menghubungi, berpapasan saja tidak pernah di sapa oleh si surai merah seolah kehadirannya tidak pernah ada dalam hidup pemuda yang berstatus sebagai adiknya.
Tenn sadar jika Riku tidak main-main dengan perkataannya beberapa hari yang lalu, ia benar-benar tidak lagi menganggap Tenn sebagai keluarga dan hanya berbincang saat ada pekerjaan di satu lokasi yang sama, itu pun hanya membahas pekerjaan lalu mereka akan saling diam.
Ia menghela nafas panjang. Mengapa semuanya menjadi seperti ini? Seolah ini adalah kemauan seseorang untuk membuat mereka terpisah dengan cara mereka sendiri.
Riku yang ia tahu dan kenal adalah sosok yang tidak bisa marah atau merajuk padanya untuk waktu yang lama, bersikap dingin seperti ini saja ia tidak pernah. Adiknya adalah sosok yang hangat yang sangat mencintai dirinya dan mengidolakannya serta menjadikan dirinya sebagai panutan.
Tapi penuturannya beberapa hari yang lalu mungkin membuat Riku marah kepadanya--tidak. Riku membencinya, sangat membenci seorang Kujou Tenn sampai-sampai dia tidak di akui sebagai keluarga lagi.
Dia tidak bisa menyalahkan siapapun jika seperti ini, Idolish7 pun tak tahu apa yang terjadi dengan mereka berdua dan masih sering bertanya kepada Riku mengenai Tenn walau hanya di jawab dengan kalimat 'tidak tahu' atau 'aku tidak peduli'.
Tenn menghentikan taksi untuk ia tumpangi dan pulang. Masuk ke dalam taksi dan bilang ke supir untuk mengantarnya sampai depan kediaman Kujou.
Selama di perjalanan yang ia lakukan hanya menatap keluar jendela, melihat-lihat kafe atau restoran yang sedang ramai akan pengunjung yang merupakan pekerja kantoran, tak jarang pula para remaja berkumpul di kafe-kafe untuk sekedar bertemu dan berbincang.
Berharap bisa seperti mereka walau ia tahu itu hanya membuang waktu namun setidaknya ia merasa bahagia dan bebas dari tekanan.
---------------------------------------
Pegel jari ini ngetik dua buku barengan.
Haruka: siapa suruh punya cerita banyak? Ga ada kan, ya rasain.
Julidnya warbyasah, tertohok hati ku Har.
Yak. Buku ini up. Rencana mau up Septet For sama ini entar malem, sekalian menemani malam takbiran yang pasti ga boleh pawai keliling:)
Sedih. Padahal mau jalan-jalan.
Torao: malah curhat. Udah cepetan tutup chapnya.
Mau ngucapin kayak di sebelah?
All: gak.
Dih gitu.
Oke. Silahkan vote dan komen, Kritik dan saran juga boleh.
Sampai jumpa 👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top