Kekuatan (2)

Rekomendasi lagu : Clementine oleh Halsey

Kapan otakku akan berhenti berpikir terlalu banyak?  Kurasa ini adalah risiko memiliki otak yang aktif dan pintar. Aku dapat memecahkan masalah fisika yang rumit tetapi juga terjebak oleh pemikiran yang dalam mengenai segala hal,  se-simpel apapun itu.

Entah kenapa, aku merasa letih sekali hari ini. Mataku menjadi berat dan aku sangat ingin untuk berbaring di tempat tidurku. Tanpa menyapa siapapun, aku memasuki pintu gerbang lalu terus menuju kamarku. Kuletakkan tas di atas kursi belajarku. Kemudian kurebahkan tubuhku di atas kasur. 

Kau tahu seberapa banyak orang dapat berbicara setiap menitnya? Pada tahun 1990, beberapa mahasiswa Oxford dari fakultas Applied Linguistics mempelajari kecepatan berbicara dalam bahasa inggris. Mereka mendapatkan rata-rata 150-130 kata per menit. Bagaimana dengan orang Indonesia? Dengan begitu banyaknya hal-hal yang mereka hakimi dan komentari serta kegemaran mereka untuk skandal, kurasa bisa dibilang orang Indonesia memiliki rata-rata jumlah kata yang lebih banyak per menitnya. Dan aku, dengan pendengaran sensitifku, dapat mendengarkan itu semua. Ya ... tidak semua, namun aku dapat mendengar lebih banyak dari manusia kebanyakan. 

Keseharianku selalu diliputi kebisingan orang-orang di sekitarku. Semuanya terlalu ramai dan menyesakkan. 

Kau akan berpikir bahwa setidaknya suara bising itu tidak dapat menyentuhku di kamarku. 

Kau benar dan salah. 

Meski aku tidak dapat mendengar kebisingan dari orang lain, di kamarku justru otakku yang mulai berteriak tidak karuan. Tertidur di atas kasur, aku mulai mengingat semua kejadian di hari ini. Terutama, kejadian dengan Widya yang menyebabkanku mendengar berbagai kata dengan konotasi negatif dari banyak orang hari itu. 

'Freak'

'Jahat'

'Aneh'

Ah, aku benar-benar menyesal telah melakukan itu. Seharusnya aku mengangguk saja dan tetap diam seperti biasanya. Otakku pintar tetapi ketika aku harus mengutarakan apa yang kupikirkan, mulutku justru selalu mengatakan semua hal yang salah. Dengan kesal, aku memukul bibirku. Awalnya pelan, tidak sakit. Maka kupukul sekali lagi lebih kencang. 

Aku akan mengingat rasa sakit itu. Berdasarkan Sherwood, terdapat area di sistem limbik* otak yang mengatur hadiah dan hukuman. Stimulasi di daerah tertentu akan mengaktivasi neuron-neuron yang bertugas memberikan rasa menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sekarang. untuk pembelajaranku, aku harus menghukum diriku. Agar otakku dapat mengingat rasa sakit ini sebagai sensasi tidak menyenangkan sehingga berikutnya aku tidak melakukan hal yang sama. 

Tanpa sadar, bulir air mata mulai keluar dari kedua sudut mataku. Dasar cengeng, kataku pada diriku sendiri. 

Terkadang aku berpikir, bagaimana jadinya bila aku tidak dikaruniai kemampuan ini. Aku mungkin tidak akan mendengar terlalu banyak orang mengataiku. Tidak akan tahu begitu banyak orang berpikir diriku aneh. Mungkin aku akan lebih bahagia? 

Pikiranku sekarang melana ke memori pertama kali aku menyadari kemampuanku ini. Saat itu aku sedang duduk di bangku kelas dua SMP. Waktu menunjukkan jam istirahat tetapi aku diam di kelas, hanya seorang diri. Namun dapat kudengar bisikan-bisikan serta perkataan dekat sekali di kupingku. 

Kupikir aku sudah menjadi gila saat itu. Dan seperti setiap orang yang memercayai logika, aku mulai pencarian di internet. Seperti Sherlock Holmes yang mendeduksi semua hal sebagai bukti, aku mulai memandang setiap hal dengan kritis. Aku mulai membaca kasus-kasus supernatural di dunia ini. Mulai dari para penyihir di Salem yang secara tidak adil dihukum mati hingga konspirasi bahwa Hitler menjalankan genosida untuk mengeliminasi gen manusia yang mewarisi kekuatan super. Hei, segala hal sangat mungkin terkait dengan kemampuanku, tahu? Aku tidak boleh terlewat satu kasus sedikitpun. Maka kutulis itu semua dalam buku jurnalku. 

Mengingat buku jurnal itu, aku jadi teringat. Seharusnya aku online jam segini. Kulirik jam tanganku, jarum jam menunjukkan pukul 16.03. Aku telat. 

Dengan tergesa, aku meloncat turun dari kasur dan berlari ke kamar mandi di dalam kamarku. Kucuci mukaku untuk menghapus bekas tangisan. Ketika kulihat wajahku di kaca, kedua mataku masih sedikit merah juga terdapat bekas merah di sekitar bibirku. Apa boleh buat?

Tanpa mengganti bajuku, aku menyambar headphone dan mulai duduk di depan meja. Kubuka layar laptop kemudian kubuka aplikasi Discord** beserta komunitas yang harus kutuju. 

BelowRadar

Kuklik channel #ShareYourSuperPowers untuk mengikuti sesi diskusi hari itu. 

TheListener joined in the conversation

Aku langsung mengklik tanda microphone yang tadinya berwarna hijau, me-mute audio laptopku sehingga mereka tidak dapat mendengar suaraku. Aku takut bila ada yang mengenali suaraku. Atau lebih parah, bila mereka merekam suaraku dan melacak diriku. 

"The Listener!" Sapa seseorang yang bernama Machinator di saluran audio mereka. Dia adalah moderator untuk komunitas ini beserta pengarah diskusi hari ini. 

Aku mengetik 'Hello, sorry I am late,' di kolom chat

"No problem!," lanjut Machinator, "CrocodileMan just about to share his experience using his power to save people today!"

Jujur,  aku tidak pernah mendengar CrocodileMan. Tetapi bila ia dapat menyelamatkan orang, hal itu sangat keren. 

'Wow! Can't wait to hear it!,' aku mengetik lagi. 

Sementara CrocodileMan mulai menceritakan tentang pengalamannya, aku mulai berpikir kembali. Kenapa aku tidak diberikan kekuatan yang lebih berguna? Yang dapat menyelamatkan banyak orang? Yang keren? Seperti kekuatan super, kemampuan teleportasi, atau kemampuan seperti Mystique dari X-Man yang dapat mengubah penampilannya. Kekuatan yang kumiliki adalah pendengaran yang sensitif. Memang terkadang aku dapat mendengarkan pemikiran orang lain seperti Xavier –itu cukup keren ... tapi aku tidak bisa mengendalikannya dan hanya terjadi jarang sekali. Aku juga tidak bisa menavigasi pemikiran orang lain atau memiliki kemampuan telekinesis seperti Xavier. 

UGH! Kenapa aku tidak bisa ... aku tidak tahu, menjadi 'lebih' dari diriku sendiri. Rasanya seperti ada cangkang kasat mata yang memenjarakan diriku di tubuh ini. 

Setelah CrocodileMan, giliran AquaGirl yang membagikan pengalamannya. Lalu Gintaman, Jupiter, dan ArielTheSaint. Tak terasa hari sudah menjadi malam. Suara klakson yang khas terdengar dari luar rumah. Dua klakson singkat dengan satu klakson panjang yang menandakan Ayahku sudah pulang. 

"TheListener, will you share your story today?" Tanya Machinator. 

'Sorry. Dad just got home. Gotta go. Maybe later.

Aku merasa tidak enak pada mereka yang sudah membagikan pengalaman mereka hari itu. Selama tiga bulan aku bergabung dengan mereka, aku tidak pernah membagikan ceritaku sedikitpun. Hanya pernah menuliskan kemampuanku di awal masuk sebagai syarat diterima. 

'So sorry,' kuketik lagi. 

"No problemo. You can always share with us when you are ready," kata Machinator terdengar lembut. 

Untuk sesaat aku sangat ingin membagikan pengalamanku. Tetapi mengingat aku tidak menyelamatkan satu nyawapun, atau melakukan hal besar ... malah, pengalamanku memalukan dan insignifikan, aku mengurungkan niatku. Aku keluar dari Discord dan mengganti pakaianku. Tak lama bunyi klakson kedua terdengar. Ibu juga sudah pulang. 

Saatnya menghadapi kedua bos besarku. Serius, aku benar-benar menganggap mereka seperti bosku. Laporan untuk hari ini juga sudah kususun. List nilai yang sudah keluar beserta list pekerjaan rumah yang sudah kuselesaikan sembari aku mendengarkan pembicaraan di Discord. Juga progres proyek ilmiahku sebagai persiapan mengikuti Olimpiade Karya Ilmiah. 

Ketika Mbok Mirna mengetuk kamarku untuk memanggilku makan malam, aku sudah siap. Kuanggap ini sebagai latihan bila nantinya aku menjadi pebisnis dan sedang menghadapi para investor besar. Karena memang, orang tua adalah investor terbesar kita bukan?

Benar saja, ibuku tidak membuang-buang waktu. Ia langsung bertanya, "Sudah ada nilai yang keluar, Na?"

Aku sudah siap untuk ini. 

"Ujian fisikaku kemarin bernilai 90. Dan ujian matematika sebelumnya 85."

Dengan nada datar, ayahku berkata, "Kok bukan 90 ke atas?"

Aku bisa melihat adik pertamaku menatapku dengan kasihan. Kuhargai sentimen itu, tetapi segini saja tidak cukup untuk menumbangkanku. 

"Rata-rata kelas bernilai 66,7. Dengan standar deviasi 10, nilaiku berada di 3% teratas di kelasku," jelasku dengan tenang.***

"Ya, kalau kau mendapat nilai 90 berarti bisa berada di kalangan 1% atas, bukan?" Lanjut ayah, "Jangan sampai kita puas dengan hasil kita sekarang. Harus terus berusaha lebih. Kata Adam Grant –dari buku yang baru saja ayah baca, 'Success doesn't measure a human being, effort does.' Jadi kita harus selalu ..."

Jujur saja, aku sudah berhenti mendengarkan. Ayah memang begitu. Selalu ingin mengajarkan ilmu-ilmu kehidupan pada anak-anaknya. Aku tidak masalah dengan itu. Yang kupermasalahkan adalah ayah tidak pernah memfilter apapun yang ia baca. Ia menyerap semua informasi self-help dengan begitu polosnya. Padahal ayah sudah membaca banyak buku self-help. Aku yang hanya membaca tiga buku self-help saja sudah menemukan sebuah pola. 

Satu, masukkan ilmu-ilmu kehidupan yang general –kau bahkan dapat menemukan ini di internet. Dua, masukan pelajaran yang kau miliki dari pengalamanmu. Memiliki dua itu sudah mengkualifikasi dirimu untuk menulis buku self-help. Seperti nama genrenya, self-help adalah untuk membantu diri sendiri. Utamanya, ajaran-ajaran di buku itu hanya membantu sang penulis. Karena ukuran pengalaman dan permasalahan yang dialami setiap orang berbeda-beda, jadi bagaimana bisa kita berpegang pada ajaran self-help yang kerap kali berubah-ubah sesuai pengalaman penulis?

Maksudku, kau boleh saja membaca self-help, tapi pilihlah buku-buku yang mereferensikan literatur. Bagiku, agak tidak masuk akal orang merasa mampu mengajari pengalaman hidup kepada orang lain beradasarkan pandangan hidup dan pengalamannya pribadi saja tanpa membaca penelitian atau literatur lain. Sangat subjektif ... dan justru terkadang menyesatkan.

Apa Adam Grant menyertakan literatur? Aku lupa. Tetapi ajarannya terdengar sangat generik bagiku sehingga aku sudah tidak mau mendengarkan. 

Aku hanya membungkam mulutku dan terus mengunyah dalam diam selama makan malam. 

Ingin rasanya cepat-cepat kembali ke kamar. Suara teriakan otakku lebih mending daripada ajaran ayah yang generik.


Tapi aku salah. Aku salah tentang banyak hal. Kusadari hal itu semenjak ... bertemu dengan mereka.



–Bersambung–


*Area otak yang mengatur emosi dan ingatan. Terletak di atas otak tengah dan meliputi di antaranya amygdala serta hypothalamus.

**Aplikasi server untuk berkomunikasi melalui chat dan audio. Seringkali digunakan untuk berbagai komunitas serta para pemain game.

***Perhitungan probabilitas pada suatu populasi


Apa menurutmu Nana memiliki kekuatan beneran?

Apa kau setuju dengan opini-opini Nana?


Jangan lupa beri komentar dan vote yaa <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top