viohei : [Bukan Sekedar Balutan Peluh]

Song : Titip Rindu Buat Ayah by Ebiet G. Ade
.................................................................................

Tubuh renta itu tak sekokoh dulu. Bahu kekarmu mulai membungkuk dan terbakar teriknya matahari. Namun, terik matahari tak akan membakar semua harapmu. Kau masih sama seperti dulu. Berbekal cangkul dan berkalungkan handuk putih pada lehermu. Tak lupa pelindung kepala, sebuah topi dari anyaman bambu. Setidaknya mampu sedikit melindungimu.

"Pak, naik dulu," suara manis ibu tak kau hiraukan sejenak. Masih terfokus pada tanah yang kau gemburkan. Ibu hanya tersenyum.

"Ayo, Nak, kita makan dulu. Kasihan ibumu sudah repot memasak dan berjalan jauh kemari," ajakmu dengan hangat. Aku mengangguk. Mengikutimu dari belakang yang berjalan menuju pondok di mana ibu berada.

Aku memperhatikan tiap gerakmu. Langkahmu mulai gemetar, tak seperti dulu. Kau terus berjuang dengan tubuhmu tanpa mengeluh. Sungguh aku tahu begitu berat beban yang kau pikul di bahu. Sebagai kepala keluarga. Begitu banyak yang kau lakukan demi memperjuangkan hidup. Bukan hidupmu saja, tetapi juga hidup kami sebagai tanggunganmu. Bahkan terkadang kau ke sampingkan hidupmu.

"Wah, enak!" Ucapmu sambil melahap suapan nasi dengan senang. Ibu tersenyum. Masih kuperhatikan wajahmu. Kuperhatikan kerutan di dahimu. Kutahu usiamu sudah tak muda lagi. Benturan pikiran dan hempasan perjuangan terlihat jelas. Begitu jelas tergambar pada pipimu yang keriput. Sebuah gambaran jelas tentang perjuangan.

"Hidup ini indah. Terkadang yang membuatnya sulit adalah kita. Terkadang kita berpikir hidup orang lain lebih indah, padahal mungkin mereka lebih sulit. Hanya saja mereka lebih bisa bersyukur dibanding kita."

Keringat mengucur deras di keningmu. Aku tahu tubuhmu mulai lelah, tetapi kau terus berkata,"Tidak." Semangatmu begitu membara, bahkan teriknya matahari tak seterik semangatmu.

Berjuang tak harus di medan perang dengan sejuta ledakan dan tumpahan darah. Hidup adalah medan perang sesungguhnya. Bagaimana kau bisa terus memperjuangkan hidup. Kau telah membuktikannya. Bahkan hingga detik terakhir. Semangat juangmu tak pudar, hingga tubuh rentamu perlahan kaku. Terdiam dengan senyum.

"Teruslah berjuang. Jangan menyerah sampai jantungmu berhenti berdetak."

Kau tahu kerasnya hidup. Kau tahu hitam dan merahnya hidup. Namun satu yang selalu kuingat, aku selalu melihat semangatmu yang tak pernah pudar meski kadang langkahmu terlihat gemetar. Kau terus berjuang demi kami, setia tanpa pamrih. Karena semangat juangmu, sebuah harga mati. Tak bisa ditawar dan tak bisa dibeli.

****

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia...
(Titip Rindu Buat Ayah-Ebiet G. Ade)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top