KENTO VERSION by aidasenju
Hari masih pagi. Salju turun cukup lebat, menandakan matahari benar-benar tidak akan muncul dengan terang hari ini. Jalanan kota Tokyo sudah ramai dengan hiruk pikuk kendaraan yang seolah tidak ada hentinya bergerak kesana kemari.
Seorang lelaki berperawakan tinggi tampak menyesap kopi panasnya dalam diam. Bola mata birunya tampak menari-nari menikmati pemandangan yang berkelebat di luar jendela café itu. Suasana café sangat sepi. Tidak ada pengunjung lain selain mereka berdua.
Ya, mereka. Seorang model papan atas; Aizome Kento dan seorang gadis bernama [Full Name] yang merangkap sebagai kekasih pria berhelai baby blue tersebut.
"Apa yang mau kau bicarakan, [Name]? Aku sampai menunda jadwal pemotretanku begitu kau mengajakku bertemu. Padahal bisa saja kau mengatakannya di telepon." Kento berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari lalu lalang di luar sana.
"Yang akan aku katakan bukanlah hal yang bisa kita bicarakan lewat telepon, Kento," jawab [Name] setelah gadis itu terdiam cukup lama sejak kedatangan Kento di café langganan mereka. "Jika aku membuat jadwalmu berantakan dengan memintamu datang kemari, aku sangat minta maaf. Tapi apa yang akan aku katakan ini sangat penting, dan mungkin saja untuk kedepannya kau tidak akan membuang-buang waktu seperti ini lagi begitu mendengarnya nanti."
Kento langsung menoleh pada [Name] begitu merasa ada keanehan dalam percakapan mereka. "Apa maksudmu?"
Menghela napas sejenak, [Name] lantas berkata dengan serius tanpa melapaskan tatapannya dari iris biru langit itu. "Ayo kita putus saja, Kento."
Tidak ada yang yang bisa Kento lakukan selain membulatkan matanya karena terkejut. Sungguh, Kento tidak pernah menyangka kata itu akan keluar dari bibir gadis di depannya. "Putus? Kenapa?"
"Kau masih bertanya 'kenapa'?" [Name] mendengus tak percaya. "Baik. Biar aku perjelas semuanya." Gadis itu menatap Kento tanpa ada sedikitpun keraguan dalam iris [eye color]nya. "Aku tau kau masih sering bermain perempuan di belakangku."
[Name] bisa melihat tubuh Kento menegang begitu mendengar kalimatnya. Gadis itu mencoba menyembunyikan sakit hatinya sebelum kembali berkata. "Dari awal, kau tidak pernah serius dengan hubungan ini, 'kan? Sekarang aku sadar kalau kau tidak pernah mencintaiku selama ini, Kento."
"[Name], aku-..."
"Aku mengerti," potong [Name] cepat. "Kau begitu karena kau menganggap semua perempuan itu sama seperti ibumu, 'kan? Tapi kau salah. Tidak semua perempuan itu seperti dia. Pasti ada perempuan yang mencintai dan tidak akan pernah meninggalkanmu apapun yang terjadi. Seperti halnya aku." Suara [Name] menelan di akhir kalimatnya. Kepala gadis itupun kini jatuh tertunduk. "Tapi kau tidak pernah melihatnya. Kau tidak pernah meyakinkan dirimu akan hal itu. Aku menyerah, Kento. Aku tidak bisa mempertahankan hubungan yang memang sudah rapuh dari awal ini. Maaf, dan terimakasih. Terimakasih sudah mewarnai hari-hariku dua tahun terakhir ini. Jaga dirimu. Selamat tinggal."
[Name] bangkit dari duduknya dan segera pergi meninggalkan café. Gadis itu bahkan tidak memberi Kento kesempatan untuk sekedar menjelaskan. Tapi memangnya apa yang perlu dijelaskan? Toh, semua yang [Name] katakan itu benar.
Kento menggeleng.
Tidak. Kalimat yang mengatakan bahwa Kento tidak mencintai [Name] itu jelas tidak benar. Faktanya, Kento mencintai gadis itu. Sangat. Sikapnya yang acuh tak acuh pada [Name] tidak lain hanyalah topeng untuk menutupi perasaan sesungguhnya.
Mungkin Kento bodoh karena ia masih saja menanggapi perempuan lain yang melemparkan diri padanya tanpa memikirkan bahwa ada hati yang harus ia jaga.
Apakah sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya? Kento benar-benar tidak ingin perpisahan ini terjadi. Jika perlu, Kento akan berlutut dan memohon pada [Name] agar gadis itu menarik kata-katanya.
.
.
.
Begitu banyak kata ANDAI untuk mengawali setiap penyesalan. Seperti halnya apa yang kini Kento rasakan.
Andai ...
Andai dia lebih memperhatikan [Name].
Andai dia lebih menjaga perasaan gadis itu.
Andai dia lebih menunjukkan rasa cinta dan kasih sayangnya, mungkin sebuah kata perpisahan tidak akan pernah terucap di tengah hubungan mereka.
Kini, semuanya sudah terlambat. Kento tidak bisa memperbaiki hubungan mereka. Tidak saat ia bahkan tidak bisa menemui ataupun menghubungi [Name]. Gadis itu seolah menghilang dari hidupnya. Ketika Kento mendatangi rumah [Name] pun tidak ada orang disana. Tetangga di samping rumah gadis itu mengatakan bahwa rumah itu sudah dijual. Dan pemiliknya pindah ke luar kota.
Saat ia bertanya pindah ke kota mana, wanita paruh baya itu berkata bahwa dia tidak tahu.
Kento merasa jiwanya keluar dari tubuh bagitu saja.
Apakah memang harus berakhir seperti ini? Jika memang iya, ini sama saja dengan waktu itu. Pada akhirnya, Kento kembali ditinggalkan oleh orang yang dicintainya.
Bedanya, kali ini murni kesalahan Kento yang buruk dalam menangani perasaannya sendiri.
Mulai saat ini, tidak peduli betapa Kento ingin bertemu dengan [Name], ia tidak bisa menemui gadis itu.
Tidak dengan status mereka yang kini bukan siapa-siapa lagi.
*******
Omake
.
.
.
"[Name]-chan, kenapa kau menyuruhku berbohong pada pemuda itu?"
Sang empunya nama keluar dari tempat persembunyiannya begitu memastikan orang yang ia hindari sudah benar-benar pergi dari sana.
"Maaf membuatmu berbohong, Bibi." [Name] meminta maaf pada tetangganya tersebut. "Aku tidak bisa menemuinya sekarang."
"Aku tidak tahu masalah apa yang kalian miliki, tapi tampaknya pemuda itu benar-benar hancur begitu aku mengatakan kau sudah pindah dari sini." Bibi itu terlihat termenung sesaat. "Bukankah dia pacarmu? Aku sering melihat kalian bersama dulu."
[Name] menunduk mendengar apa yang dikatakan wanita paruh baya tersebut. "Dia bukan pacarku lagi," ucapnya pelan.
Hancur, katanya? Bukankah Kento tidak pernah mencintainya selama ini? Kenapa laki-laki itu harus hancur karena perpisahan mereka?
Jika memang ada yang hancur karena kandasnya hubungan mereka, orang itu sudah pasti adalah [Name]. Karena gadis itu tau, tidak akan mudah untuk membuang Kento dari dalam hatinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top