Tanpa Kata
Katakan Sejujurnya
(Christine Pandjaitan 1987)
Kalau dulu kita tak bertemu
Takkan pernah ku rasakan artinya rindu
Kalau dulu kita tak kenal
Takkan pernah ku rasakan jatuh cinta
Kau berikan aku cinta dan semua yang terindah
Namun hanya sehari saja
Wacana. Itulah hal yang sering terjadi ketika kita sudah menghabiskan sekian banyak waktu dan saling bertukar pendapat bahkan sampai saling tengkar hanya untuk sekadar merencanakan jadwal berkumpul bersama. Sungguh moment yang aneh namun tetap sering terjadi.
Hari terakhir Ujian Kenaikan Kelas, cukup melegakan untuk kami semua.
"Aduhhh, pening banget nih pala gua." Celetuk Dirga di tengah keheningan yang cukup menenangkan.
"Sumpahhhhh, Si bapa julid banget dah itu soal tadi gaada tuh dari catatan belajar gua." Timbal Fajar sembari melempar tas punggungnya ke lantai.
"Idih, Jar lu sejak kapan punya catatan belajar. Orang lain belajar bukannya lu tidur ya." Sunggingku terpancar tanpa sadar karena cukup geli mendengar nada bicara Fajar yang cukup meyakinkan itu.
"Jahat lu Ta." Timbal Fajar yang sekarang posisinya sudah menyerupai ulat yang nemplok di lantai kelas.
Sedangkan yang lain sepertinya belum bernyawa karena baru saja selesai mengerjakan soal matematika yang nyaris membuat ledakan perdana di kepala kami bersama.
Hening ...
"Ta, mumpung udah beres Ujian, main yukkk. Kita kan kalo mau main suka kejeda sampe gajadi mulu. Kali ini gausah buat rencana ayo langsung aja kerumah akuuuu." Seolah bicara tanpa jeda, kebiasaan Bianca ketika menyampaikan sesuatu kepada kami ini.
"Hah. Oh. Bole..." Aku yang kebingungan dan masih mencerna kalimat panjangnya itu.
"Bi, lu tuh kalo ngomong pelanin dikit kenapa pusing tau dengernya emang lu ga pusing baru aja beres Ujian apa." Cerocos Dirga yang menyela kalimatku dan bahkan kalimatnya juga tidak sama sekali pelan seperti Bianca.
"Yaudahlah, ayo lama kalian. Biar cepet pulang nih." Suara Fajar yang kian mengecil karena dia sudah menuju parkiran tanpa basa-basi.
Seperti biasa, aku adalah tim nebeng. Aku berangkat bersama Dirga, Lita dengan Fajar, Toni sepasang dengan Rani dan Tina bersama Lira.
Kami cukup menikmati kebersamaan ini. Tak disangka hari mulai gelap dan hujan turun deras.
"Aduhh ini gimana, aku pulang gimana nih mana rumahku paling jauh lagi." Aku mulai khawatir dan kebingungan karena belum beritahu mamah juga.
"Yah Ta, gimana dong telepon Mamah kamu pake telepon rumahku aja dulu gimana?" Bianca mencoba untuk menenangkanku dan suaranya sedikit menyesal karena daritadi dia menahanku untuk pulang lebih awal.
"Dir, lu anterin Lita aja gimana. Kesian anak cewe tuh mana rumahnya jauh." Saran Toni kepada Dirga.
"Hmm boleh juga tuh, kalo kita yang lain sih aman kan rumahnya juga gajauhan ya. Sekalian Dir, biar deket sama Lita hahaha." Candaan Rani yang cukup membuatku semakin bingung.
"Aduh gimana yaa. Bingung." Aku semakin tidak karuan saja rasanya.
"Yaudah ayo Lit, gapapa keburu malem." Dirga tanpa pikir panjang membawakan tasku dan menuju motornya.
"Oke.. hati-hati." Kalimat datar itu terlontar dari mulut Bianca.
"Aku pulang duluan yaaa." Jawabku tanpa pikir panjang.
Di tengah perjalanan yang cukup jauh ini, Dirga tak banyak bicara selain menanyakan keadaanku.
Dia cukup baik, karena rela mengantarku pulang walau rumah kami berjarak hampir belasan KM.
"Dir, maaf ya ngerepotin. Aku jadi gaenak." aku bicara setengah teriak di atas motor karena angin yang cukup kencang dan kuatnya gerimis yang kami terjang.
"Gapapa Ta, daripada kamu pulang sendiri bahaya. Lagian aku seneng ko anterin kamu." Jawaban Dirga singkat.
"Hehe, makasih." Timbalku disertai senyum tipis.
"Mau nyari makan dulu ga? Atau dingin ga? Mau pake jaket aku ga?" Pertanyaan Dirga menyerbu di tengah keheningan jalan raya.
"Hah? Engga Dir. Udah malem juga yang penting cepet sampe aja hehe." Jawabku sedikit bingung dan kikuk.
"Oh yaudah siap."
***
Katakanlah.. katakan sejujurnya..
Apa mungkin kita bersatu
Kalau tak mungkin lagi hujan menyatukan hati kita
Untuk apa kau dan aku bersatu
Kalau tak mungkin lagi kita bercerita tentang cinta
Biarkanlah ku pergi jauh
alam itu, sangat membuat pikiranku berubah 180°. Aku kira Dirga adalah anak yang acuh tak acuh karena tak banyak bicara, ternyata dia cukup perhatian dan mau berkorban untuk orang lain. Maksudku untuk diriku.
Sayangnya aku tak mau berharap lebih kepadanya, karena Lita selama ini menyukai Dirga secara diam-diam. Iya benar sebenarnya aku tahu diri sejak awal Dirga menawariku tumpangan tapi yasudahlah aku memang membutuhkannya.
Sepertinya aku harus memberikan Dirga sesuatu hari senin nanti. Sebatas tanda terimakasih mungkin.
***
"Dir, ini buat kamu makasih ya kemarin malam hhe." Aku memberikan toples kue coklat kepada Dirga ditambah dengan sedikit senyuman.
"Eh Lit, gausah repot-repot loh. Tapi kayaknya ini enak. Makasih ya." Timbal Dirga dibersamai lengkungan manis diwajah cerahnya yang membuat senyumku mengembang lagi.
***
Sejak hari itu, kami dekat dan mungkin terlalu dekat. Kami menjadi sahabat, tanpa diketahui banyak orang. Itu mau Dirga dan yasudah aku ikuti saja. Sebenarnya aku menginginkan hal yang lebih namun itu terlalu dini. Jadilah kami bersahabat saja, dibumbui sedikit asmara yang menyelinap diantara kami.
Setiap akhir pekan aku mendapatkan surat darinya, sebaliknya aku juga selalu membalas pesan-pesannya. Ah sungguh indah.
┏─━─━─━─━∞◆∞━─━─━─━─┓
Hai Ta. Selamat liburan semester ya, jaga kesehatan dan jangan lupa ibadah yaa. Kalo kamu ga kemana-kemana boleh tuh kita nanti ketemu, aku ada rekomendasi tempat wisata nih. Kita liat rusa yu hehe kalo kamu mau.
Teruntuk : Lita
┗─━─━─━─━∞◆∞━─━─━─━─┛
Tak kusangka kita semakin dekat dan erat seiring berjalannya waktu. Hingga rasa tak ingin engkau pergi kini telah bertumbuh dilubuk hatiku ini.
Seolah semesta memang tak cukup memberiku kesenangan saja. Beberapa purnama kemudian engkau menghilang, lebih tepatnya sikap ramahmu sedikit berkurang dan belum ada lagi balasan untuk suratku.
┏─━─━─━─━∞◆∞━─━─━─━─┓
Dir. Kamu kemana? Sibuk ya? Ko pesanku ga dibales sih ):
Teruntuk : Dirga '''
┗─━─━─━─━∞◆∞━─━─━─━─┛
***
Kalau memang hatimu tak sayang
Mengapa dulu kau kirim surat padaku
Sampul biru bertulis namaku
Serasa terbang seluruh jiwa ragaku
Namun apa yang terjadi kau hancurkan semua mimpi
Yang menyakitkan hati ini
"Ta, lu tau ga beberapa pekan lalu ya geng-an Si Bianca main ituloh apasi yang saling jujur atau kena tantangan." Bisik Tina tepat di samping mukaku.
"Oh itu TOD. kenapa emang?" Timbalku sedikit tak acuh.
"Aneh aja lu ga ikutan. Yang paling utama, Bianca udah ungkap perasaannya ke Dirga gara-gara dapet tantangan dari game itu. Lucu juga ya." Celoteh Tina sambil tersenyum-senyum ga jelas.
"Hah. Apaa? Serius kamu Tin? Terus gimana." Suaraku terpaksa pelan karena saliva ini rasanya mengering tiba-tiba.
"Lah gua kira lu udah tau Ta. Ya lu tau sendiri kan Bianca nahan rasanya ke Dirga udah lama jadi dia mah ya seneng aja lah. Yang bikin tercengangnya itu Si Dirga ternyata nerima-nerima aja loh, katanya sih Dirga punya rasa yang sama cuman aga minder sama Bianca." Gosip pagi dari Tina sungguh tak main-main membuatku terperangah tak menyangka.
"Oh." Sahutku tak bisa lagi berkata.
***
Katakanlah.. katakan sejujurnya..
Apa mungkin kita bersatu
Kalau tak mungkin lagi hujan menyatukan hati kita
Untuk apa kau dan aku bersatu
Kalau tak mungkin lagi kita bercerita tentang cinta
Biarkanlah ku pergi jauh
Jadi, dia menghilang bukan tanpa alasan. Dia tak membalas lagi pesanku mungkin karena menjaga hati teman dekatku yaitu Bianca. Semesta ini memang suka bercanda sepertinya.
Aku kini kebingungan teramat bingung. Aku ingin cemburu, tapi posisiku sebatas hanya sahabat. Aku ingin pura-pura tidak tahu, tapi sungguh aku tak mau.
Sikap Dirga selama ini sangat mengistimewakan diriku, bahkan kami sempat membayangkan kebersamaan dimasa yang akan datang. Bodoh, aku cukup bodoh mempercayai bualannya. Bodoh.
Aku putuskan mengirimi Dirga satu surat terakhir. Bersampul hitam mewakili perasaanku yang dipaksa karam.
┏─━─━─━─━∞◆∞━─━─━─━─┓
Dirga. Selamat ya hehe..
Kamu dan Bianca udah resmi pacaran? Sayang banget ya aku tau bukan dari kamu ataupun Bianca tapi dari gosip sekolah:) padahal kan kita sahabat.
Maaf ya kalo suratku ini ganggu kamu. Ini yang terakhir ko, serius.
Kayaknya persahabatan antara cowo dan cewe emang gapernah murni:) maaf aku pernah menaruh hati, maaf juga karena aku harus mengungkapkannya dalam surat ini.
Aku pamit pergi. Terimakasih atas seluruh perhatimu dan sekali lagi selamat. Dirga.
Teruntuk : Sahabatku
'''
┗─━─━─━─━∞◆∞━─━─━─━─┛
Cukup. Cukup sampai disitu, teramat singkat kedekatan kami dan tak mudah proses melupakannya.
Sesuai dugaanku tak pernah ada balasan surat darinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top