Si Putri dan Dunia Cermin yang Muncul di Kabut
Putri Dalam Cermin - Sherina Munaf
Ketika tengah malam tiba, ia selalu berdiri di depan cermin, membiarkan lampunya mati dan satu-satunya penerangan adalah pendar termaram bulan yang menyusup lewat jendela terbuka. Kadang kala bulan sedang berevolusi menjadi bulan baru, sehingga dunia sekeliling Nini Anteh tetap dominan gelap. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk berpandang mata dengan sang putri.
"Kita bertemu lagi," bisik Nini, memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Kamu tahu? Tadi pagi menyeramkan. Kuharap kamu ada di sana untuk menyelamatkanku. Tapi sudahlah, toh kita bisa bertemu lagi saja itu sangat bagus, 'kan?"
Sosok di dalam cermin memberi tatapan simpati, lantas berujar, "Tentu, Nini. Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Itu janjiku, jadi kamu juga tidak boleh meninggalkanku. Sini, kemarilah."
Dalam bayang sendu kau kusapa
Wahai Putri dalam cerminku
Temani diriku terluka
Nini akan berdiri lama-lama di depan cerminnya yang menempel di dinding dan berbentuk oval besar, sisi-sisinya dilindungi bingkai hitam; merefleksikan pantulan Nini dari kepala sampai pinggang. Di sanalah ia mengobrol, bersenandung, menari. Sesekali barangkali Nini akan meneteskan air mata, tapi itu tidak penting lantaran di dalam sana terdapat banyak alasan untuk bahagia. Ia akan sibuk berjalan-jalan dan menikmati Dunia Cermin; salju, sungai, desa, bukit, taman bunga, pertanian, kebun, dapat ditemukan secepat membalikkan telapak tangan. Hanya dengan berdiam diri menatap cermin di tengah malam, Nini sudah bertualang ke negeri antah-berantah.
Setidaknya itu lebih baik.
Nini berkenalan dengan Putri Rengganis; rambutnya hitam bergelombang sepunggung, kulitnya cokelat muda, dan dia sangat cantik dengan mata biru itu. Si Putri yang memimpin Dunia Cermin, mengajak Nini bermain di dalamnya. Putri tahu penderitaan yang dirasakan Nini. Kelabu, hitam, kelabu. Dari balik cermin yang memisahkan negeri mereka, Putri hanya menemukan pemandangan siluet Nini diselimuti kabut yang menguar di seluruh ruangan.
"Nini," panggil Putri suatu malam, mengejutkan Nini yang sedang menangis. Suaranya lembut dan menenangkan. "Kemarilah. Akan kutunjukkan kamu sesuatu."
Nini merangsek maju di lantai kayu. "Siapa kamu? Apa kamu bisa menunjukkan kepadaku apa itu kebahagiaan?"
"Ya," jawab si Putri, "atau bahkan lebih dari apa yang sanggup kamu kira."
Maka setiap tengah malam itulah, ketika Nini mematung menatap cermin, akan hadir kehangatan dalam hatinya dan kabut-kabut itu lenyap, akan hadir ketulusan dari para penghuni di sana yang memberinya beragam makanan lezat dan pakaian bagus, akan hadir bagaimana tawa sukacita bersemayam di bibir Nini. Setiap tengah malam itulah, ia menjadi bagian dari Dunia Cermin.
Dalam bayang semu kau kupinta
Hapuskan sedihku
Pancarkanlah senyumanmu
Setiap tengah malam itu, bila Nini memandang mata biru Putri Rengganis lekat-lekat, sembari perlahan dituntun masuk, ia akan tersihir sampai-sampai menganggap rupa cantik itu miliknya. Terutama kebaikan hati si Putri, dan juga Dunia Cermin. Nini sedikit iri atau barangkali sedih. Nini sadar kini mereka semua sudah menyelamatkannya dari kabut kelabu, menjadi teman-temannya.
Namun ketika subuh menyongsong langit, Dunia Cermin itu menghilang dari pandangan, menyisakan serangan cemas pada diri Nini. Kelabu, hitam, kelabu, mereka akan datang lagi kepadanya. Kepala Nini sedikit terangkat untuk memastikan dan benar saja, darah sedang meleleh di dinding, sementara gerombolan bayangan hitam merayap dari jendela. Di tubuh bayangan, selalu timbul mata dengan jumlah tak terkira. Bola-bola mata itu bisa berwarna biru, bisa berwarna hijau, bisa berwarna merah, cokelat, ungu, oranye, kuning, tapi semuanya akan berubah kembali menjadi warna hitam.
Segumpal darah yang menabrak bayangan akan menyatu, sebelum akhirnya terbakar dan hancur lebur menjadi abu; menjadi partikel kecil yang sulit dicari keberadaan satu abu dengan yang lain, kecuali semua orang percaya menghitung abu merupakan bentuk pekerjaan yang sia-sia. Namun setiap darah dan bayangan bersatu, akan hadir atmosfer seperti tertabrak mobil.
Nini menutup wajahnya dengan kedua tangan, kemudian menjerit. Ia terisak, gemetar, tangannya mencakar-cakar lantai kayu yang dingin. Dia akan mati sekarang, apa pun yang terjadi. Tubuhnya seolah meleleh bersama lantai kayu, seolah organ-organ pentingnya tak bekerja dengan baik.
Dan, itu dia, pintu berayun terbuka.
Seseorang menghampirinya, mencoba menenangkannya, menghapus jejak air matanya, lalu memberikan pelukan hangat. Siapa? Siapa yang berani-berani menyentuhnya? Maka Nini meraung, ingin melepaskan diri, dengan mata mencuat ke arah cermin. "Putri!" teriak Nini, tangannya menggapai-gapai udara. "Putri, tolong aku!" Suaranya melengking tinggi.
Nini merasakan tubuhnya semakin direngkuh, dan ia membalas dengan semakin memberontak. Ia tidak bisa melihat siapa orang tersebut dan bagaimana rupanya matanya sama sekali tidak pernah fokus memperhatikan. Pelukan hangatnya adalah perangkap. Nini tidak akan tertipu lagi. Jadi ia mengerahkan tenaga yang ia bisa untuk melepaskan diri. Namun selalu saja seperti ini, semakin digapai cermin itu semakin menjauh. Eksistensi Putri Rengganis terus menguasai benak Nini, hanya dia yang dapat menolongnya secara tulus. Nini menjerit lebih keras, memanggil si Putri, dan menggapai-gapai lebih kuat.
Buatlah diriku tertawa
Bawa daku bersamamu
Nini tidak sanggup membayangkan hidupnya terpisah dari Putri dan Dunia Cermin. Ia akan sangat tersiksa, tentu saja. Berkali-kali Nini berteriak meski harapnya tak jua terbalas. Kenapa kebahagiaannya selalu direnggut paksa? Padahal Nini sudah menjadi gadis baik dan tak pernah menyakiti orang lain. Apa bahagia terlalu mahal baginya?
Capai bintang-bintang
Sinari sepiku
Nini merasakan lengan kirinya ditusuk sesuatu, perlahan perilaku abnormalnya tergantikan ketenangan. Tangannya berhenti terangkat di udara. Lalu Nini menyadarinya. Letak di mana cermin itu berada berubah menjadi dinding putih. Pandangannya beralih pada jendela─sama seperti sebelumnya, berubah menjadi dinding putih. Nini merasa ditinggalkan. Semua ini palsu; tidak ada cermin, jendela, darah dan bayangan bermata banyak, juga Putri dan Dunia Cermin. Semua itu hanya muncul di kepalanya yang berkabut.
Namun meski demikian, rutinitasnya akan terulang. Nini akan menghadap cermin di tengah malam lagi, bermain di Dunia Cermin, subuhnya disambut darah dan bayangan, ketakutan, kemudian menyadari segala fana di sekitarnya tanpa mengingat hal-hal sewatku matahari menggantikan bulan.
Nini hanyalah gadis kecil yang gila; yang setiap tengah malam berdiri menatap dinding berjam-jam, dan paginya menjerit histeris. Ia mengaku berteman dengan Putri Rengganis dan Dunia Cermin, melihat darah di dinding dan gerombolan bayangan bermata. Nini mendekripsikan si Putri sedemikian rupa tanpa satu pun terlewatkan. Dokter dan para perawat menyimpulkan, siapa pun yang dimaksud Nini adalah dirinya sendiri. Benar, haha. Nini akan terus hidup seperti ini selamanya, tidak sampai orang-orang itu berhenti memperlakukan Nini dengan buruk karena mata birunya.
Setidaknya Nini sudah punya Putri Rengganis dan Dunia Cermin.
Wahai Putriku dalam cerminan
Hiburan hatiku
Walau dalam lamunan
-TAMAT-
A/n: Entahlah latar lawasnya kerasa atau tidak, tapi semoga surealisnya terasa^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top