Juri 2

Apa kabar?

Kayaknya dari akhir tahun kemarin sampe sekarang kita terus digerus kesibukan. Semoga segala urusan kita diberi kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikannya. Juga selalu diberi kesehatan (yang sakit semoga lekas disembuhkan dan yang sehat semakin disehatkan). Aamiin.

Sebenarnya kami ketar-ketir, khawatir semua bakal ikut event. Tapi, Alhamdulillah, yang ikut sesuai ekspektasi. Hihihi ....

Lalu, kami minta maaf kalau ada kata-kata (selama kami berkomentar) yang membuat kalian kurang nyaman. Bukan maksud untuk menjatuhkan atau unjuk gigi. Enggak sama sekali (wong gigi kami aja masih ada yang bolong). Kita sama-sama belajar. Jadi, mari saling bergandengan tangan sambil berputar-putar mengikuti musik 💃.

Baik. Terima kasih kami ucapkan bagi teman-teman yang sudah membuat cerpen. Aku benar-benar berterima kasih kalian sudah meluangkan waktu dan pikiran untuk membuat karya di bulan ini. Yang lainnya juga semangat, yah! Bulan depan harus kirim tugas event!

Oke. Jadi, begini hasil semediku:

Malam Itu di Negeri Awan (88)

Rasa dari cerita ini jelas pahit. Pahit yang aku maksud bukan seperti masakan yang hangus, tapi pahit alami yang bikin nyesek. Sayang ada yang enggak sesuai. Ibarat kami minta burger isi daging, kamu sajikan roti tawar yang irisan dagingnya cuma kamu letakkan di atas. Lalu, kami minta yang ukurannya kecil, kamu kasih yang besar 😅. Hanya itu. Terima kasih.

Si Putri dan Dunia Cermin yang Muncul di Kabut (90)

Judulnya panjang, yah, Bund. Tapi, rasa dari cerita ini seperti kombinasi obat dan permen. Takaran dan dosisnya, menurutku, pas. Terima kasih.

Pria Gagal (92)

Aigo, ketemu cerita dengan rasa pahit lagi. Seperti duduk berhadapan, si Aku menceritakan semua ke aku. Aku hanya bisa menyimak penderitaan si Aku. Meski yang zaman dilontarkan kurang jelas, tapi berasa kayak duduk di warung dekat pelabuhan sewaktu Pak Pos masih sangat aktif dan ponsel belum sampe ke Indonesia. Terima kasih.

Racun (83)

Ada rasa yang mengejutkan begitu digigit. Cuma, menurutku, masih minim hint-nya. Kalau dianalogikan selain dalam bentuk makanan, seperti ini:

Kamu penjaga kolam renang. Tapi, begitu orang dewasa pengin nyebur di kolam dalam, kamu enggak kasih tahu kalau kolam itu buat anak di bawah sepuluh tahun. Begitu nyebur, mereka kaget tanpa persiapan.

Kurang lebih seperti itu 😅. Efek kejut di akhir cerita jadi tertimpa pikiran: harusnya begini, terus begitu, jadinya pasti begindang. Gitu. Terima kasih.

Mungkinkah (87)

Rasanya manis bercampur pahit. Manis karena kisah mereka. Pahit karena kisah mereka juga. Cuma, menurutku, agak kurang dalam penggunaan bahan-bahan yang ada. Alih-alih pakai oven listrik yang bisa lebih menyesuaikan temperatur dengan adonan, kamu pakai oven tangkring yang sebagian besar kudu pakai perkiraan. Tapi, tetap lancar kisahnya. Terima kasih.

Scabious (82)

Seperti rasa bakso tapi yang paling dicecap lidah cuma rasa pedasnya. Masih gemes inget mereka. Kenapa enggak pakai blender waktu bikin cabenya. Kenapa harus pakai ulekan. Jadinya, salah satu kecabean dan yang satu cuma ngeliatin sambil makan bakso bareng aku. Terima kasih baksonya, Kakak.

Puan yang Ditinggal Tuan (84)

Rasanya enak. Cuma, kalau buat aku, gulanya kelebihan sedikit. Ketebalan teksturnya pun lumayan. Jadi, butuh mengunyah pelan-pelan supaya bisa merasakan isinya. Terima kasih.

Petang Itu (84)

Aroma irisan bawangnya cukup membuat air mata ngembeng. Sampai ingus hampir meler. Cuma, menurutku agak kurang saat pengolahan. Jadi, aroma bawang dan kegigihannya sedikit berkurang. Terima kasih.

Sebelum Waktu Habis (89)

Rasanya, meski agak pahit dan nyaris semua warna hijau, tapi bermanfaat untuk kesehatan. Cuma, menurutku, cara penyajiannya agak mepet. Jadi, kurang sedikit catchy. Tapi bener manfaatnya banyak. Terima kasih.

Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki (82)

Rasanya manis. Tapi, buat aku yang lebih suka pedas, asam, asin, dan gurih, gula yang dituangkan terlalu banyak. Dan untuk pengemasan sebenarnya sudah bagus, tapi sedikit kurang menarik. Kurang pita atau pernak-perniknya. Terima kasih.

Tanpa Kata (75)

Nak, mari kita bersyukur enggak ketemu chef Juna. Aku paham, kamu ingin menyajikan sesuatu yang menggigit. Rasa yang mungkin sulit dilupakan karena ramuan bahan yang diracik. Tapi, kamu juga harus ingat kalau cita rasa khas muncul karena latihan berulang-ulang. Jadi, jangan putus asa. Meski sekarang hidangannya kurang dirasa dan tampilan (karena semua berdesakkan ingin dilihat), pasti nanti bisa menyuguhkan rasa yang pas dan tampilan yang menarik. Mari kita berusaha bersama-sama. Terima kasih. (#peluk jarak jauh).

Untuk Kakak (87)

Rasanya lembut. Saking lembutnya tekstur aku enggak sadar kalau pramusajimu lelaki (lho?). Tapi, terima kasih.

Pulang (90)

Rasanya pas. Teksturnya legit. Terima kasih.

Lentera Dari Utara (95)

Setiap lapisan punya rasa yang berbeda. Begitu digigit, sensasinya susah hilang. Penyajian terenak. Terima kasih.

Suasana Pesta (76)

Pas ngerasain seperti sayur asem yang kebanyakan asem. Tapi, setelah habis ternyata itu sayur lodeh. Pantes ada yang aneh sewaktu makan. Kok di sayur asem ada terong, ada kol, plus santan. Ternyata, eh, ternyata. Lalu, terlalu banyak bahan terlarang yang tidak diolah dengan cukup baik dan dimasukkan begitu saja. Meski begitu, sayur tetap membawa manfaat untuk tubuh. Cuma, tetap harus perhatikan juga hal-hal lainnya. Terima kasih.

Kenangan (87)

Rasanya agak pahit, tapi bikin doyan. Untuk bisa benar-benar merasakan isi harus mengunyah pelan-pelan. Mungkin karena agak tebal kulitnya. Dan agak disayangkan, ada bagian yang terkesan kosong. Waktu badai. Menurutku, bisa lebih dirincikan lagi biar rasanya lebih mantap. Terima kasih.

Yeay, selesai! Mau balik nguli lagi. Makasih semua 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top