danchandr » Sayonara, I Love You

Sayonara, I Love You ~ Cliff Edge
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

'Untuk temanku tercinta, apa kabarmu?'

Jari jemari lentik perempuan itu mencengkram erat kertas yang sudah menguning termakan usia itu. Dia menemukannya terselip di buku kesayangannya, berdebu dan terbengkalai di dalam gudang yang gelap dan dingin. Amplop yang sudah mulai lapuk termakan usia itu berwarna keunguan. Perempuan itu terkejut ketika melihat nama pengirim surat tersebut, yang tidak lain tidak bukan adalah teman masa kecilnya yang telah lama ia lupakan.

'Ini aku ... Semoga kau sehat-sehat saja.'

Perempuan berambut kecokelatan itu membawa masuk surat itu ke dalam kamarnya yang sudah tertata rapi, dia akan pindah rumah beberapa hari lagi. Soal teman masa kecilnya itu, dia sudah lama tidak berkunjung. Surat ini juga merupakan satu-satunya yang ia kirimkan.

'Kudengar kau akan pindah dari Tokyo beberapa hari lagi, jadi aku menulis surat ini untukmu.'

Perempuan itu bertanya kebingungan, dia sudah meninggalkan Kyoto sejak dia naik kelas dua sekolah menengah atas, dan itu sudah belasan tahun lalu. Surat ini ... mungkin memang benar-benar darinya.

'Kita selalu bersama sejak kecil, bukan? Aku ingat ketika musim salju kita bermain bersama, membuat boneka salju yang besar dan keren. Aku juga masih ingat bagaimana kau hampir tenggelam di laut waktu liburan musim panas, aku dan Ao berusaha setengah mati menyelamatkanmu.'

Ao ....

Itu nama pria yang kini menjadi suami dari perempuan itu, yang juga merupakan teman masa kecilnya, sama dengan pengirim surat ini.

'Lucu, yah? Mengingat Ao menyatakan perasaannya padamu baru-baru ini ... Apa jawabanmu? Ah, sudah pasti kau menerimanya, kan! Tentu saja, Ao itu pria yang sangat baik! Dia serba bisa dan sempurna, sangat cocok denganmu yang kikuk dan ceroboh itu ....'

Sora ....

Nama mereka berdua terdengar serasi, Ao dan Sora ... Langit biru. Entah mengapa air mata perempuan itu menetes, ia mengingat segala kenangan yang telah terbentuk antara dirinya dan Sora.

'Sebenarnya ... aku sangat ingin menyusul kalian berdua ke Hokkaido. Tapi, apa boleh buat ... ayahku sedang sakit berat, tidak mungkin kalau aku meninggalkannya sendirian! Lagipula, kau bersama dengan Ao! Kau pasti baik-baik saja ... Oh, jangan kangen padaku yah! Hoho~'

Perempuan itu tahu apa yang dirasakan Sora selama ini, tidak mungkin dia bisa membiarkannya pergi dengan Ao. Tapi kenapa dia tidak menyatakannya?

'Kau tahu tidak? Semakin kita mengobrol, semakin kita bercanda bersama, semakin kita akrab, aku semakin menyadari perasaanku kepadamu. Aku ... cinta padamu, Yuki.'

Mata perempuan itu terbelalak, bagaimana bisa ia melupakan surat sepenting ini? Dia semakin khawatir pada Sora dan berniat berhenti membaca surat itu. Namun, sebuah kalimat membuat air mata membanjiri matanya.

'Aku akan menyusulmu dalam beberapa tahun, setelah kondisi ayahku membaik ... Kumohon, sampai saat itu tiba, jangan melupakanku ... Aku tidak pernah melupakanmu, jadi kumohon, ingatlah semua kenangan kita bersama sampai aku tiba di sana. Berjanjilah padaku kalau kau akan menungguku.'

Kenapa ia tak pernah datang? Apakah sesuatu terjadi kepadanya? Yuki benar-benar kesal pada dirinya sendiri karena tidak menyadari keberadaan surat ini jauh sebelumnya.

'Setiap kali aku memejamkan mataku, aku melihat senyuman manismu ... Senyuman kikukmu yang menenangkan ... Senyuman yang bisa mengantarkanku tidur setiap malam. Membuatku menyadari kalau aku menginginkanmu, bukan yang lain.'

Yuki bergegas memakai sweaternya, mengambil kunci mobilnya sambil mengikuti alamat yang ada di surat itu.

'Sampai bertemu lagi ... Tertanda, Sora.'

.
.
.

Yuki tiba di rumah lama Sora di Tokyo keesokkan harinya, yang nampak sangat sepi dari luar. Papan nama keluarga 'Atsuhiro' yang terpasang di depan rumah sudah berdebu dan lapuk. Sepertinya tidak ada tanda-tanda keberadaan Sora di tempat ini.

Penasaran, Yuki bertanya kepada tetangga yang tinggal di seberang rumah terbengkalai itu.

"Kau tidak dengar?" Tanya wanita tua itu tak percaya.

"Dengar apa?" Yuki bertanya penasaran.

"Setelah kematian ayahnya, Sora-kun menjadi sangat murung, namun ia terus menyemangati dirinya dengan mengatakan 'seseorang sedang menungguku! Aku harus bekerja keras!' pada dirinya sendiri." Wanita tua itu bercerita singkat. "Beberapa bulan kemudian dia berhasil mengumpulkan uang untuk membeli tiket pesawat ke Hokkaido, namun--"

"Namun apa?!" Sela Yuki tak sabaran.

Wanita tua itu dengan cepat terdiam. "Dia meninggal dalam kecelakaan kendaraan bermotor saat bergegas ke bandara."

Dunia Yuki hancur berantakkan. Dia mengkhianati cinta seorang pria yang mencintainya dengan amat tulus, memberinya harapan palsu, dan bahkan tidak bisa meminta maaf padanya.

"Kapan?" Isak Yuki.

"Enam tahun lalu ...."

Yuki menanyakan dimana Sora dimakamkan, dan langsung berlari ke sana. Ia menangis sejadi-jadinya di hadapan batu nisan dengan nama 'Atsuhiro Sora' itu, fotonya masih terpampang di sana dengan senyuman bodohnya.

"Maafkan aku ... maafkan aku, Sora. Maafkan kebodohanku, aku mengkhianatimu, aku melupakanmu, aku mengingkari janjiku ...." Yuki terisak memeluk batu nisan marmer itu.

"Sampai jumpa, aku mencintaimu...."
~
End •

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top