Penopang Jiwa by Freyanaa
Ayah by Seventeen
~~**~~
Engkaulah nafasku
Yang menjaga di dalam hidupku
Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik
Ckreekk...
Pintu rumah terbuka dengan lebarnya. Menampilkan sosok Pria yang selalu menjadi pahlawanku dalam keadaan apapun. Lengannya terlentang dengan lebarnya padaku. Dibalik senyuman lebarnya itu, tersembunyi wajah letihnya yang selalu ia berusaha tutupi dari diriku.
Lalu dengan semangatnya, Ayah membawaku pada rengkuhan lebarnya yang selalu bisa membuatku tertawa.
"Rinna anak Ayah yang paling can...?" ucapnya padaku sambil menaikkan sebelah alis tebalnya itu. Aku mengangguk lalu tertawa sambil memperlihatkan gigiku yang belum semuanya tumbuh. "Cantiiik!!! Hahaha." Lalu Ayah ikut tertawa.
Dan saking kami keasyikan tertawa, kami berdua akhirnya terlelap ke alam mimpi.
~~**~~
Kau tak pernah lelah
Sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan semua yang terindah
"Rinna, bangun nak. Sarapan dulu."
Aku mematut diriku pada cermin rias yang berada di depan ku itu.
Terlihat seorang gadis remaja berusia tujuh belas tahun sedang memandangku dari seberang sana.
Iya, itu Aku.
Seakan tersadar, aku segera beranjak dari depan cermin itu dan keluar menemui pahlawanku.
"Rinna, nanti Ayah tidak bisa menjemputmu. Tidak mengapa, kan?" ucapnya sambil menaruh telur mata sapi di atas piringku.
Aku tersenyum lalu mulai menyendokkan nasi kedalam mulutku. "Nggak kenapa kok, Yah. Rinn bisa sama teman."
Seketika Ayah menghentikan pekerjaannya dan memandangku lekat. "Ayah hanya punya kamu seorang di dunia ini,"
Aku menatap lekat Pria yang sudah bersamaku selama tujuh belas tahun itu. "Maksud Ayah?" dan seperti ingat sesuatu, Ayah memalingkan wajahnya dariku dan melanjutkan kembali pekerjaannya mencuci perabotan.
Dan aku, tidak pernah tahu maksud Ayah yang mulai mendiami ku selama tiga hari.
~~**~~
Kau tak pernah sungkan
Menjaga dan merawatku
Hingga aku besar nanti
"Selamat ya, Rinn! Kamu bisa dapet Universitas favorite kamu."
Aku tersenyum hangat pada semua sahabatku yang menyelamatiku atas keberhasilanku.
Ayah tampak tersenyum teduh padaku di ujung ruangan itu. Aku menaruh gelas minumku dan beranjak menujunya. Pahlawan superku.
"Ayah, kenapa diam sendiri disini? Kenapa tidak ikut bergabung?" dan ia memalingkan wajahnya sambil menghusap cairan bening yang jatuh dari kedua mata yang sudah tidak setajam elang itu.
"Ayah, kalau Ayah keberatan dengan pesta ini, kita sudahi saja. Aku tidak terlalu memikirkannya. Perjalananku masih sangat jauh. Dan itu masih berada di depan sana."
Ayah kembali menampilkan senyuman hangatnya. Berusaha menenangkanku. "Ayah tidak keberatan mengeluarkan biayaya sebanyak apapun untukmu. Sungguh, Ayah menjalaninya dengan tulus."
Dan aku kembali terisak, dan memeluk tubuh yang selama ini selalu berusaha menguatkanku.
Dan kali ini, pahlawanku kembali melakukan kebaikkan padaku seorang.
~~**~~
Hyuuu...
Angin berhembus dengan tenangnya meriakkan daun pepohonan yang mulai mengering.
Aku menatap nanar pada sebuah tempat peristirahatan terakhir Ayahku.
Ia sudah kembali ke sisi Tuhan. Ia sudah menemui kebahagiaannya di sana.
Dan ternyata, selama belasan tahun ia berusaha menutupi penyakit kanker paru-parunya dariku. Betapa bodohnya aku, tidak menyadari sedikit pun kesehatannya.
Dengan perlahan, aku mengelus batu nisan yang mengukirkan nama pahlawan superku. "Ayah... mungkin kita belum ditakdirkan untuk bersatu di alam sana. Tapi aku yakin, suatu saat nanti, kita akan bertemu di sana. Aku yakin."
Lalu, aku berdiri dan mengusap dengan perlahan air mata yang membanjiri mataku.
Sebuah jemari yang mungil menautkan jemarinya padaku. "Ibu, jangan bersedih. Rasya akan selalu bersama Ibu. Kakek pasti tenang di sana."
Aku mengangguk lalu menengadahkan wajahku ke atas. Menatap langit kelabu.
Aku yakin, dibalik awan kelabu itu, tersimpan banyak sekali awan putih dan langit biru gemerlap. Penuh cahaya mentari.
Aku hanya memanggilmu Ayah
Di saatku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu Ayah
Jika Aku t'lah jauh darimu...
[Ayah - Seventeen]
--End-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top