Abang Tukang Bakso by RyoujiSama
Abang Tukang Bakso
• • •
Mentari yang masih condong di arah timur menyilaukan mata dari bocah yang kini tengah duduk termangu di teras rumahnya. Akmal, bocah itu kini tengah memegangi perutnya. Cacing yang ada di meronta-ronta, tak ayal perutnya berbunyi seperti ‘kruyuk-kruyuk’ dan menimbulakan sensasi lapar tersendiri. Apa dikata, ini bulan puasa. Bukankah kalau orang sedang puasa tidak boleh makan dan minum? Ah iya, bocah itu sedang puasa.
Akmal masih saja memegangh perutnya. Sesekali tangannya mengais-ais tanah di depannya. Kurang kerjaan? Suka-suka dia, namanya juga bocah sedang kelaparan. Bahkan sekarang cacing di perutnya semakin buas tatkala sebuah bau yang sangat khas menohok masuk ke rongga hidungnya. Bau itu, bau bakso. Ya ada tukang bakso lewat di depan rumahnya. Tak sopan sekali dia, berjualan di depan akmal yang sedang puasa?
Akmal tak bisa berkutik dengan ini. Sedikit peransaannya mengatakan Ia harus kuat walau masih bocah sekalipun. Tapi perutnya tak bisa kompromi, apalagi keluarganya sedang tidak ada di rumah, paling hanya ada neneknya,itupun dia sedang tidur.
“Akmal” pekik seorang bocah. Ia menghampiri akmal dengan piring di tangannya. Tunggu, piring?
“Apaan?”
“Beli bakso yuk”
“Aku puasa dit” jawab Akmal.
“Terus kenapa kalo puasa?”
“kalo puasa ya berarti kita gak boleh makan sama minum”
“Oh gitu”
“Kamu gak puasa?”
“Lagian kita kan masih kecil. Kalo gak makan nanti gak tumbuh-tumbuh gimana hayoo?!”
“Iya juga ya”
“Yuk makan”
“Eh.. Engg—“
Kruyuk kruyuk
“Tuh kan. Gapapa mal, nanti kamu lanjutin puasa lagi sampe sore”
“Oh iya. Bentar, aku ambil piring dulu”
‘abang tukang bakso mari-mari sini aku mau beli’
Abang tukang bakso cepatlah kemari sudah tak tahan lagi’
Akmal segera memasuki rumahnya dengan langkah jinjit, mengendap-endap. Akmal tahu nantinya bisa berabe kalau neneknya tahu dia mau mengambil piring untuk makan. Neneknya itu kan suka gigit.
Tang.
“Apaan tuh?” ucap nenek terbangun setelah tadi terdengar benturan piring cukup keras.
“Kucing”
“Oh kucing” neneknya tidur lagi.
.
.
Akmal dan didit sudah berada di abang bakso itu.
“Bang, bakso dua” ucap akmal seraya menyodorkan piringnya, lalu diikuti didit.
“gak pake saos sama sambel ya bang, kol juga gak pake” ujar didit.
“200 perak aja bang” akmal menambahkan.
‘satu mangkok saja dua ratus perak, yang banyak baksonya
Tidak pake saos tisak pake sambel juga tidak pake kol’
.
.
Akmal memasuki pelataran rumahnya. Mukanya semerah jambu monyet karena kini perutnya sudah terisi—sebenarnya faktor sambel juga sih tadi.
“Akmal, kamu abis dari mana?” cegat nenek akmal yang kini sudah berada di pintu.
“Tadi abis di ab... didit nek”
“Oh jangan capek-capek, ‘kan lagi puasa”
“Akmal piring lo ketinggalan” teriak didit seketika, membuat akmal belingsatan.
“Kamu habis makan? Sini nenek gigit”
~end~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top