Paper Heart

PAPER HEART

aimsyifaaa

Song: Tori Kelly - Paper Heart

🌼🌼🌼

Dua jam berbicara memberi nasihat dan masukan teruntuk mereka yang menjadi pendengar setia radio.  Ratusan pesan menanti dibacakan dan diberikan nasihat oleh Sania, sebagai Announcer. Ya, Sania memang  cukup populer karena dirinya yang suka memberi masukan mengenai masalah cinta melalui radio. Tak hanya itu, para penggemarnya sebagian besar berasal dari kaum laki-laki. Mereka bilang, suaranya imut bikin adem.
Rambut hitamnya dibiarkan terurai hingga menyentuh punggung itu, sesekali ia menyelipkan helai rambutnya dibalik telinga.  Dia masih bersemangat dengan bibirnya yang terus berucap serta kekehan kecil yang diciptakannya. Memang pekerjaannya tak disaksikan langsung, namun siapa sangka jika pekerjaan ini juga sama menguras tenaga.

"Kali ini Aku akan membacakan pesan dari Pengagum Rahasia di... Bintara. Sebagai penutup sesi malam ini."

Gadis itu menghela napas sebentar, sebelum melanjutkan membaca pesannya. "Kak Nia, wajar enggak sih kalau kita  masih berharap sama cinta pandang pertama? Terus, kita juga sempet deket karena ternyata dia tetangga aku. Lalu dia menghilang. Dan bodohnya, Aku enggak tau sama sekali nomor yang bisa dihubungi."

Sebelum memberikan nasihat, Sania menata hatinya agar tidak terbawa suasana terlalu dalam. Curhatan itu mengingatkannya dengan seseorang yang amat dia cintai, Bima. Lebih tepatnya, Bima Bagaskara. Sosok lelaki yang ia temui beberapa tahun lalu di wahana bermain.

"Menurutku, wajar aja. Biasanya cinta pertama itu yang paling diingat ya."

Nada suaranya parau, ia tak mampu menahan air mata yang akan membanjiri pipinya saat ini. Jika di ingat memang menyakitkan. Lagi-lagi ia hampir menangis karena cinta. Lucu ya, cinta itu bukan mahkluk bernyawa tapi sering kita menangis karenanya.

"Terkadang suasananya memang menjanjikan kalau kita benar-benar menjadi yang pertama dan terakhir."

Dulu, ia bahagia dengan sejumlah kenangan yang mampu menguras tawanya. Dulu, yang ia tahu hanyalah cinta yang akan berubah menjadi nyata. Dulu, ia hanya tau bahwa cinta pertama akan selalu bersama dan menjadi yang terakhir.

"Tetapi, enggak selamanya kan kamu berharap sama yang enggak pasti? Just move and say goodbye to your lover."

Dan kalimat kebohongan, menjadi penutup nasihatnya. Ia bisa menasihati seseorang, tetapi ia nol dalam praktik. Melupakan seseorang tidak semudah itu. Persetan dengan quote bijak yang bertebaran di dunia maya. Karena pada nyatanya quote itu cuma penyemangat bukan penyembuh luka.

Sesekali ia menatap langit-langit ruangan, agar air matanya yang sudah membendung tidak terus mengalir. Dengan harapan ia tidak mengeluarkan air matanya, seebelum siaran berakhir.

"Terima kasih untuk sesi malam ini. Saya Sania pamit undur diri dan Lagu Paper Heart dari Tori Kelly akan mengakhiri acara kita. Happy Weekend."

🌼🌼🌼

Setelah mengakhiri siaran, Sania cepat-cepat keluar. Ia ingin menumpahkan semua air matanya, meratapi kebodohoan dirinya dan mengutuk hatinya sendiri yang tak pandai membuat pertahanan diri. Hanya mendengar masalah yang sama saja dirinya sudah kacau seperti ini. Bagaimana jika nanti ia bertemu dengan Bima? Apakah dirinya bisa memposisikan diri? Atau justru ia memberontak tak karuan?

Sania meninggalkan ruang siaran tanpa pamit. Berjalan menuduk sambil mengeluarkan isak tangisnya. Kali ini, sistem pendengarannya seakan di non-aktifkan. Ia tak peduli tentang tanggapan orang-orang tentang dirinya yang tiba-tiba saja berjalan seperti orang kesetanan. Ia tak peduli, jika esok gosip tentang dirinya akan beredar secepat hembusan angin.

Ia berjalan menelusuri jalan trotoar yang ramai akan pedagang kaki lima. Sania tak ingin pulang, ia butuh tempat tenang untuk meluapkan semuanya. Langkah kakinya memasuki sebuah cafe yang akhir-akhir ini sering dia kunjungi.

Dia berjalan ke arah counter untuk memesan minuman kesukaannya. "Iced Matcha Latte, satu "

Pelayan yang sedang mencatat itu langsung mengangkat kepalanya. "Atas nama?"

"Sania."

Pelayan itu mengangguk dan menuliskan nama Sania di gelas yang sudah ia ambil.

"Nanti bisa tolong dianterin ke meja sana?" Sania menunjuk meja favoritnya.

Pelayan itu menggangguk dan mulai meracik pesanannya.

Tak banyak yang dilakukan Sania. Matanya terus menatap keluar jendela, menatapi air hujan yang terjun bebas dari atas sana lalu jatuh ke bumi dengan entengnya. Dia masih asik menyedot minumannya sembari menunggu hujan reda dan sepertinya ia memang harus berlama-lama di sini.

Sania mendapat pesan masuk dari pengguna yang bukan temannya. Tunggu, pengguna itu menambahkannya melalui Nomor telefon? Lelucon apalagi ini, pengguna tersebut beratasnamakan Bima Bagaskara? Sekarang itu bulan Desember, bukan saatnya April Mop!

Bima Bagaskara

Add or Block

Bima : Sabtu depan saya tunangan. Saya harap kamu datang. Maafin saya yang menghilang dan membuat kamu bingung, maafin saya yang tidak gentle untuk menemui kamu, maafin saya tentang pemberitahuan yang mendadak ini. Saya butuh kehadiran kamu dan juga permintaan maaf.

Bima : Saya harap kamu masih mengingat saya. I'm Your Bim-Bim.

Bima : Saya tahu nomor kamu dari tempat kamu kerja.   [read 23:00]

Dua bola mata Sania bergerak-gerak, ia mengerjapkan mata. Memaksa lelehan air yang berkaca-kaca di matanya menghilang. Sembari tertawa miris, ia mengusap matanya dengan tissue. Sebuah lagu mengalun dari Sound Cafe, memenuhi indera pendengaran Sania.

Pictures I’m living through for now

Trying to remember all the good times

Our life was cutting through so loud

Memories are playing in my dull mind

Matanya mulai berkaca-kaca.  Ia sadar bahwa dirinya sudah berharap terlalu jauh. Yang ia tahu hanyalah berilusi bersama gambar yang telah usai.

I hate this part paper hearts

And I’ll hold a piece of yours

Don’t think I would just forget about it

Hoping that you won’t forget about it

Kini air matanya mulai mengalir. Kepalanya ditelengkupkan di atas meja, tersedu pelan. Mengingat wajah Bima, dimana Bima  berusaha menenangkannya dari ketinggian wahana yang dinaiki.  Hanya perhatian kecil, namun menyita banyak ruang di dalam hati. Sania selalu mengingatnya, sedetail lelaki itu memperhatikan dirinya.

I live through pictures

As if I was right there by your side

But you’ll be good without me

And if I could just give it some time

I’ll be alright

Sania masih menangis, mengingat betapa baiknya Bima. Memberikan sedikit waktu luangnya untuk menemani Sania. Ia ingat dimana Bima rela melepaskan kelas aksel, hanya untuk sekelas bersama dirinya. Sania merasa jahat, ia tak melarang Bima kala itu. Secara tidak langsung,  dia merenggut kesuksesan dan kebahagiaan Bima.

Sania mencintai Bima....

Tak lama ponsel Sania kembali bergetar. Menampilkan pesan dari pengirim sebelumnya.

Bima : Saya harap setelah ini kamu berhenti untuk membahas kegalauan kamu di radio.

Tangis Sania semakin kencang. Kali ini ia tidak boleh egois. Sudah cukup Bima yang selalu mengalah. Kini, ia harus melepaskan Bima.  Setelah meluapkan semua  kesedihannya. Sania mengeluarkan ponsel dan membalas chat Bima.

Yang terpenting, Bima bahagia.

Bima baik-baik saja tanpa dirinya.

Dan Bima tidak kesusahan lagi karena dirinya.

Me : Saya datang. Makasih untuk lima tahunnya. Untuk semua perhatian kamu kepada saya.

Saya yakin, kamu baik- baik saja tanpa saya. Di sini saya juga akan baik-baik saja. Goodbye love, you flew right bye love.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top