Just Go To Hell Dil (OST Dear Zindagi) - Sunidhi Chauhan

Dipersembahkan oleh Queen Q-ludrizki

--

- Yahan se kahan jaaun
(Ke mana aku harus pergi?)

- Kahan main chhup jaaun
(Ke mana aku harus bersembunyi?)

- Yeh aadha sa dil
(Dengan setengah hati ini)

- Main kaise lagaaun
(Bagaimana aku bisa bersandar padanya?)

- Hoon khud se judaa main
(Aku terpisah dari diriku)

- Hoon khud se alahada
(Aku jauh dari diriku)

- Yeh aadha sa dil
(Dengan setengah hati ini)

- Main kaise basaaun
(Bagaimana bisa aku menenangkan diriku?)

- O roothe dil, roothe dil, roothe dil
(Hati yang marah, hati yang marah, oh hati yang marah)

- O jhoothe dil, jhoothe dil, jhoothe dil
(Hati yang pembohong, hati yang pembohong, oh hati yang pembohong)

- O toote dil, toote dil, toote dil
(Hati yang tersakiti, hati yang tersakiti, oh hati yang tersakiti)

- Hai kya teri mushkil
(Apa masalahmu?)

- O just go to hell dil
(Pergilah ke neraka, oh hati!)

❤❤❤

Stella mengoleskan cat minyak di atas kanvas dengan penuh ketelitian. Dalam keheningan gadis itu termenung. Sorot matanya yang kosong mengarah ke hadapan. Semakin hari cahaya matanya semakin meredup karena terlalu sering tertimpa kecapaian. Beberapa menit kemudian, terdengar helaan napas keluar darinya. Sejenak ia menurunkan kuas, berhenti beraktivitas. Lelah terasa.

Dari dulu, orang selalu menganggapnya ahli dalam hal seni lukis. Selalu begitu. Yang orang lihat dari Stella hanya karya-karya buatannya, bukannya kesehariannya. Yang orang tahu dari Stella hanya bakat dan kegigihannya, bukan pula kisah-kisah serta keluh kesahnya.

Ah, kalau saja mereka tahu, bukan akhir seperti ini yang Stella mau.

"Hmm, hari ini lukisan Kakak tidak seperti biasanya." Ananya, adik Stella, yang baru datang tiba-tiba menyeletuk.

"Tidak biasa bagaimana maksudmu?" Stella mengernyit bingung.

Gadis yang lebih muda dua tahun dari kakaknya itu pun mendesis. Ia berpikir keras, padahal hanya perlu mencari kata-kata yang pas untuk diucapkan. "Eng.. Entahlah. Aku hanya merasa, seperti ada sesuatu yang kurang di sana." Yah, berani berkomentar itu perlu. Meski kadang komentar itu hanya berlandas insting semata.

Mendengar hal itu, sontak Stella langsung mengalihkan pandang ke arah kanvas. Tampak di sana ada pemandangan langit malam yang tak berbintang. Ah, memang benar apa yang anak itu katakan; lukisan Stella terlihat 'sangat mati'. Hampir seluruhnya berwarna hitam. Gelap dan juga membosankan.

"Kau benar, aku belum menambahkan bulan dan bintang di sini," dalihnya seraya menunjuk kanvas. "Kurasa itu yang kau maksud dengan 'kurang'. Eh tapi, terima kasih juga karena sudah mengingatkan."

"Serius, Kak. Bukan itu yang aku maksud."

"Oh, lalu?"

"Rasanya seperti... Kakak tidak sepenuh hati melukisnya. Ya, benar. Kakak melukisnya tidak pakai hati." Dasar, mental frontal.

Stella sempat tertawa sumbang sebelum menjawab. "Untuk apa pakai hati, Ananya? Hatiku kan, sudah pergi ke neraka." Puas mengatakannya, iapun kembali melukis. Ia melakukan hal tersebut semata-mata hanya untuk mengalihkan diri dari pikirannya mulai kacau. Tapi sayang, yang terjadi malah sebaliknya. Sialnya, ia tidak bisa fokus melakukan pekerjaan yang menuntut konsentrasi tingkat tinggi kalau keadaannya terus seperti ini.

"Uh, maaf," cicit Ananya peka.

"Hm-hm. Tidak apa, bukan salahmu juga," terang Stella berlagak tak acuh.

"Kakak baik-baik saja?" Patut bagi Ananya untuk khawatir, karena dia sudah tidak sengaja membahas masalah sesensitif ini di hadapan kakakni

"Tentu saja." Sungguh, kalimat itu sangat tidak cocok diucapkan oleh orang yang berekspresi sendu seperti Stella saat ini.

Tapi toh, ini memang bukan salah Ananya. Tetapi salah hatinya sendiri.

Salah hatinya, karena dia tidak berlabuh ke tempat yang benar. Salah hatinya, karena dia lebih memilih percaya pada kata-kata manis ketimbang fakta yang terpampang gamblang. Dan salah hatinya pula, karena dia sudah keliru menafsirkan apa itu cinta.

Akh, persetan dengan hati!

Pergilah ke neraka, wahai hati!

Stella membencimu, wahai hati. Dia tak menginginkan hadirmu lagi. Kini, biarlah Stella dibilang tak punya hati.

Lagipula, apa gunanya punya hati, kalau hanya untuk dibawa lari dan diremukkan lagi?

- T A M A T -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top