Back to Desember - Taylor Swift

Dipersembahkan oleh Queen Ranunculus2

--

Senyummu lebar menyapa kedatanganku. Tangan kananmu berada di balik punggung sementara tangan kirimu yang terbungkus sarung tangan tebal terulur menyambut tanganku. Aku menerka-nerka kau membawa bunga mawar seperti tahun lalu. Benar. Kau mengulurkannya padaku sambil berkata, "Happy annyversary, Rossie."

Aku menggeleng sambil mengulum senyum, kali ini buket bunga mawar merah itu lebih besar. Aku ingat tahun kemarin juga lebih besar dari tahun sebelumnya.

"Terima kasih," ucapku sambil menatapmu. Kau tersenyum membuat cekungan di pipi kirimu terlihat. Manis.

"Kau tidak membawa sesuatu untukku?" tanyamu sambil mengajakku berjalan beriringan, menapaki tumpukan salju di taman kota. Kau mengatakan akan mengajakku makan malam.

Aku menggeleng. Hidungku sibuk menghidu aroma khas mawar. Ah, kau sangat mengerti diriku. Meskipun aku tahu kau berusaha keras menyisihkan gajimu setiap bulan untuk ini.

"Ah, jahat sekali!" Kau merengek, dibuat dramatis. Aku terkekeh sambil merogoh sesuatu di saku coat-ku, lalu memberikan kepadamu. Langkahmu terhenti begitupun denganku.

"Jam tangan? Wow, ini keren!" Kau berseru semringah. Kagum, sambil memandangi jam tangan dengan merk yang lumayan terkenal. "Tapi ...." Kau menggantung kalimatmu, mata birumu menatapku. Ada pertanyaan besar tersirat di sana sebelum kau benar-benar mengungkapkannya.

"Darimana kau mendapat uang untuk ini?"

Aku bergeming. Mata kita bertemu cukup lama. Aku tidak tega menyakitimu, tapi aku sudah bertekad untuk mengatakannya. Ini waktu yang tepat mengingat kita jarang bertemu. Kau sibuk bekerja di dua tempat berbeda setahun belakangan, untuk memenuhi hidupmu dan juga adikmu.

Kau memiringkan kepalamu ke kiri, kedua alismu yang tertutup helaian rambut coklat mengernyit, menunggu-nunggu jawabanku.

"Rossie."

Tanpa sadar aku menggigit bibir karena cemas. Seperti yang biasa kulakukan. Kedua kakiku gemetar, bukan karena dingin yang menusuk di sela-sela jeans yang kupakai, tapi karena takut. Renyut jantungku cepat. Mulas melanda.

Apakah keputusanku salah?

Apa aku akan menyesal nanti?

Kau memegang kedua bahuku. Meremasnya. Terkesan menutut.

"Dave, aku ... aku menemukan pria lain."

Seketika kau membeku, bahkan napasmu seperti tertahan. Akupun melakukan hal yang sama. Menahan napas, menanti apa yang akan kau katakan padaku.

Matamu sayu penuh kekecewaan, lalu kedua tanganmu luruh dari bahuku ke sisi tubuhmu. Kau memalingkan wajah dariku dan memejam. Aku menunduk, mencoba bersembunyi ke dalam syal besar yang kupakai. Namun, hanya bisa sebatas hidung. Mewanti-wanti jika saja kau menamparku atau sejenisnya, tapi tidak kau lakukan. Seperti yang pernah kau katakan jika kau tidak akan pernah menyakitiku.

"Mengapa?" tanyamu lirih.

Aku masih diam di posisiku hingga beberapa detik berlalu. Debasan napas terdengar berat.

"Apa aku tak cukup baik bagimu lima tahun ini?"

Suaramu parau, sarat akan luka. Aku mengangkat dagu, menatapmu. Pada kedua netramu yang merelap oleh air mata.

Aku menggeleng.

"Kau sangat baik, Dave. Kau pria baik, tapi ... aku tidak bisa melanjutkan ini. Maafkan aku." Tangisku tumpah, aku tidak tega menyakitimu.

"Apa dia memberimu segalanya?" Kau menahan emosimu, begitu baiknya dirimu hingga tidak ingin membentakku.

Aku hanya bisa mengangguk.

Kekecewaan itu semakin tampak.

"Sejak kapan?" Suaramu bergetar. Kau masih menatapku dan aku merasa terintimidasi. Aku memalingkan wajahku ke samping, tepatnya ke arah jalanan yang dilintasi beberapa kendaraan. Tidak berani menatapmu lagi.

"6 bulan terakhir," kataku pelan.

Kau tergelak hambar lalu menyisakan kebisuan yang cukup lama. Aku masih bergeming di posisiku, berkelut dengan rasa bersalah yang bercokol di hatiku. Aku sadar lima tahun ini kau berusaha melakukan yang terbaik untukku.

Lalu, kau meraih tangan kananku yang dibalut sarung tangan. Aku menjatuhkan tatapanku kesana. Kau meletakkan jam tangan pemberianku tanpa bicara. Kau menangkup telapak tanganku dengan tanganmu. Aku memberanikan diri menatap matamu, mencoba mempelajari kedua netra sendumu.

"Kuharap kau bahagia bersama pilihanmu." Kau tersenyum, tampak tulus dan memilukan di saat bersamaan. "Jika kau menyadarinya kelak ... aku masih menunggumu, aku mencintaimu," lanjutmu.

Oh, adakah orang setulus dirimu, Dave?

Bukan lega yang kudapat, aku pergi dengan dirundung kemasygulan maha dahyat. Entah mengapa aku merasa yakin jika keputusanku salah. Lalu, di perempatan jalan kita berpisah. Aku berbalik di tengah penyebrangan jalan, untuk terakhir kalinya aku ingin melihatmu.

Di saat itu pula, kau benar-benar kehilanganku, lebih tepatnya aku yang kehilangan dirimu ... untuk selamanya.

I'm so glad you made time to see me
How's life, tell me how's your family?
I haven't seen them in a while
You've been good, busier then ever
We small talk, work and the weather
Your guard is up and I know why

Namun, aku sangat senang kau masih mau menemuiku. Di bawah hujan salju yang tidak lebat, di hari yang sama ketika seharusnya kita merayakan hari jadi kita yang berakhir dengan aku meninggalkanmu. Kau tetap datang menemuiku, tak lupa membawa bunga mawar merah seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi kali ini kau tidak menyembunyikannya di belakang tubuhmu. Aku ingat mawar perpisahan yang kutinggalkan layu begitu saja di atas dinginnya salju malam itu.

Kau tampak lebih baik dari ketika aku meninggalkanmu. Jika saja kau tahu aku sering mengunjungimu dari luar restoran tempatmu bekerja, di sisi jalan apartmen yang kau sewa. Setiap harinya. Hanya untuk memastikan bahwa kau hidup dengan layak meski aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Kau tersenyum ke arahku, lalu menceritakan apapun padaku. Tentang adik perempuanmu yang diterima masuk perguruan tinggi favoritnya, tentang pekerjaanmu yang masih saja seperti itu, tentang cuaca ekstrem beberapa hari yang lalu. Aku hanya mendengarmu. Suaramu masih sama, selembut beludru.

Kuberanikan diri untuk menyentuh pipimu. Namun, kuurungkan ketika kau menatap ke arahku dengan curiga.

So this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying I'm sorry for that night
And I go back to December all the time
It turns out freedom ain't nothing but missing you
Wishing I'd realized what I had when you were mine
I'd go back to December turn around and change my own mind
I go back to December all the time

"Maafkan aku, Dave. Aku benar-benar menyesal. Jika saja aku bisa kembali ke malam itu. Aku akan memperbaiki semua." Tangisku luruh. "Aku benar-benar merindukanmu, Dave. Satu tahun ini, aku sangat merindukanmu." Aku meratap. Kau mematung di tempatmu berdiri lalu tergelak ringan dan membuang muka dariku. Dengan gerakan cepat kau menghapus air mata yang mengalir dari sudut matamu.

"Aku merindukanmu, Rossie," gumammu, tapi aku dapat mendengarmu dengan jelas. Bahumu bergetar oleh isakan. "Aku sangat mencintaimu. Mengapa kau meninggalkanku?"

Tanganmu yang membawa sebuket mawar merah besar terulur ke arahku. Menembus tubuhku dan berakhir di atas batu nisan yang bertulis namaku.

"Aku selalu mencintaimu," ucapmu.

Aku percaya padamu Dave, kau sudah membuktikannya sampai saat ini, tapi aku sudah mati. Jika saja aku bisa memutar waktu, jika saja aku lebih bersyukur atas apa yang kupunya saat itu, jika saja aku tidak meninggalkanmu. Mungkin kita masih bersama, kita tidak perlu berpisah dipersimpangan jalan. Aku tidak perlu berhenti untuk melihatmu, aku tidak perlu tertabrak mobil yang tergelincir es saat itu.

Jika saja ....

I'd go back in time and change it but I can't ....

End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top