..: Bab 5 :..
"Ke mana kau akan membawaku?" tanya Ainsley sembari berusaha mengimbangi langkah kaki dari penculiknya. Perutnya sudah terisi karena roti dan buah-buah liar yang pria itu berikan kepadanya. Sebagai seorang penculik, pria itu tidak terlalu buruk.
Kepangan Ainsley memantul ketika dirinya berjalan. Dia cukup bersyukur ketika menemukan sebuah pita di antara buku yang ia bawa dalam tas serutnya. Menggunakannya untuk mengikat simpul rambutnya agar tidak menyebar. Berlarian di dalam hutan dengan rambut terurai tidak membuatnya leluasa. Ainsley benci ketika rambutnya berantakan.
Pria itu tidak menjawab. Langkah kakinya yang panjang bahkan tidak diperlambat. Padahal Ainsley harus bersusah payah menyamakan langkah dengannya atau dirinya akan tertinggal. Meski terpaksa, Ainsley harus mengakui bahwa dia sangat tertolong oleh pria penculiknya itu.
"Siapa namamu, tuan? Setidaknya aku bisa menyebut namamu ketika nanti aku bertemu ayahku. Ayahku harus berterima kasih kepadamu dengan sepantasnya." Ujar Ainsley lagi dengan napas yang mulai terengah. Mereka sudah berjalan kaki tiga jam terakhir dengan Ainsley yang selalu berusaha memulai obrolan tanpa ada anggapan. Seharusnya Ainsley menyerah. Namun sisi dirinya merasa penasaran dengan pria pendiam di depannya. Lagi pula, dia belum mengatakan akan membawanya pulang. Pria itu memang mengantongi uang miliknya. Tetapi dia tidak mengatakan akan membantunya untuk pulang.
Ainsley meringis. Entah mengapa kata-kata pulang menjadi tidak begitu menarik ketika tempat yang dia tuju adalah Red Hills.
Lagi, Ainsley tersandung akar pohon. Membuatnya jatuh terjerembab di atas daun-daun pohon yang berguguran. Dirinya yakin bahwa ia akan membenci penampilannya kali ini. Tidak ada tanda-tanda bahwa dirinya adalah seorang lady yang terhormat melekat dirinya. Setidaknya, saat ini dia menanggalkan sisi wanitanya dan sedang berperan sebagai Young Lee. Seandainya dia tidak kehilangan topi yang semakin menyamarkan penampilannya...
"Sial," umpatnya kesal. Kedua telapak tangannya memerah karena menahan berat badannya. Beberapa sisi bahkan tergores sehingga terasa perih. Ainsley meringis. Rasa lelah dan perasaan takut serta terabaikan membuat keadaan hatinya semakin buruk. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca dan dia hampir menangis ketika Hector membuka mulutnya.
"Kita harus bermalam di sini," ujar pria itu lagi yang kembali berdiri menjulang di depannya.
Ainsley akan membantahnya. Dia tidak setuju dengan ucapan pria itu dan ingin merajuk ketika dirinya mendongak dan menemukn bahwa langit biru sudah memiliki guratan jingga.
Menginap di hutan dengan pria asing. Ibunya dan Leslie pasti akan berteriak histeris karenanya. Nama baiknya bahkan akan tercoreng dan tidak akan ada lagi pria yang meliriknya.
Ah salah. Karena sejak debutnya pun, Ainsley tidak pernah mendapatkan minat pria lain karena statusnya yang sudah bertunangan. Bahkan dirinya tidak tahu bagaimana rupa suami masa depannya itu.
"Hector."
"Huh?" tanya Ainsley tidak paham. Apalagi ketika pria itu berlutut di depannya dan membasuh kedua telapak tangannya dengan air di dalam kantong kulit yang pria itu bawa. Ada yang berdesir di dalam diri Ainsley yang segera dia tampik jauh. Namun dirinya juga tidak kuasa untuk menolak perilaku baik pria itu terhadapnya.
"Kau bisa memanggilku Hector," ujar pria itu lagi yang kini memaku tatapan Ainsley. Netra pria itu sewarna hutan ketika matahari bersinar. Ainsley bahkan bisa melihat lingkaran emas yang mengelilingi warna hijau itu dan membuatnya terpesona.
"Hector," ulang Ainsley.
Hector berdiri cepat ketika namanya keluar dari bibir Ainsley. Berkacak pinggang sembari mengamati ruang kosong yang mereka tempati. Tidak ada tanda-tanda binatang liar di sekitar sini. Setidaknya, itu lebih aman daripada mereka yang harus menerobos hutan di kala malam.
"Aku akan mencari kayu bakar," gumamnya dan mulai bergerak. Mencari ranting-ranting kering. Menumpuk daun-daun untuk dijadikan alas tidur dan terakhir, dia cukup bersyukur karena menemukan kentang yang bisa mereka gunakan untuk mengisi perut. Sejauh ini, Ainsley tampak menerima apapun makanan yang dia berikan dan tidak mengeluhkan hal yang tidak berguna. Jika dia bisa bertahan dua hari ke depan sampai mereka tiba di perbatasan, itu pasti akan sangat membantu.
"Apa ada yang bisa kubantu, uhm... Hector?"
"Duduk dan diamlah," balas Hector tanpa mengalihkan perhatiannya kepada ranting-ranting kering di depannya. Ainsley bukan tipikal perempuan yang bisa bertahan hidup di dalam hutan. Dirinya bahkan beberapa kali hampir terjerembab dan dua kali telah mencium tanah. Hector tidak tahu hal buruk apalagi yang bisa menimpanya.
"Sahabatku Zacky pernah mengajarkanku untuk membuat api. Itu terlihat mudah namun aku masih saja gagal."
"...."
"Dia berkata bahwa aku akan mati di hari pertama aku tersesat di dalam hutan."
Satu alis Hector menukik naik ketika mendengarnya. "Zacky mengatakan bahwa sebaiknya aku tidak pergi tadi malam. Dia mencemaskanku karena Benyamin akan datang. Dan dia benar bahwa masalah datang kepadaku."
Ainsley menghela napas panjang. "Kupikir, dia juga benar bahwa aku akan mati jika kau tidak menolongku, Tuan. Terima kasih."
Tubuh Hector membeku. Dia pikir Ainsley adalah seorang bangsawan yang tidak akan pernah mengucapkan terima kasih kepada orang lain. Itu salah satu hal yang mengejutkan untuknya.
"Bagaimana kau bisa mengenal Benyamin? Kau dan dia jelas berbeda." Lanjut Ainsley lagi meski Hector tampak tidak berminat untuk mengobrol dengannya.
Merasa senang bahwa api sudah mulai menyala, Hector berbalik dan duduk di atas akar pohon yang menonjol. Menatap Ainsley yang terkena semburat jingga dari sinar matahari yang tersisa. Nyala api yang kini berada di antara mereka, sewarna dengan surai Ainsley. Membuat kulitnya bersinar keemasan.
"Bagaimana kau bisa terlibat dengannya?"
"Dengan Benyamin?" Hector terdiam. Dia memang penasaran dengan pria bernama Benyamin yang telah dia habisi sebelumnya. Namun cerita Ainsley mengenai pria bernama Zachary juga membuatnya tertarik. Sepertinya pria itu memiliki hubungan dekat dengan Ainsley.
"Dia bermain curang di meja judi dan aku membongkar kecurangannya. Sejak itu dia memburuku. Aku tidak tahu bahwa dia akan menculikku dan memberikanku kepadamu. Jadi tuan, ke mana kau akan membawaku? Kau telah menerima uang muka dariku, jadi tujuanmu telah berganti bukan? Asal kau tahu bahwa ayahku cukup kaya untuk menebusku." Bujuk Ainsley dengan setengah hati.
"Bukan begitu cara membujuk seorang pria."
Ainsley menipiskan bibirnya. Menatap Hector penuh dengan tanda tanya. "Kau tidak memintaku untuk merayumu, bukan?"
***
Ainsley bukan tipikal wanita perayu. Meski jika dirinya ingin, Hector meyakini bahwa rayuan Ainsley akan sangat mematikan. Bulu mata lentiknya menyapu pipinya ketika dia berkedip. Bibir penuhnya terlihat menyenangkan untuk dikecup. Bintik-bintik di sekitar hidungnya bahkan membuat wajahnya terlihat liar dan juga, netra birunya kerap kali membiusnya.
Hanya tekad yang kuat, yang membuat Hector tidak menyerang Ainsley di dalam hutan ini. Hector menyadari pesona Ainsley bahkan ketika dirinya meraih wanita itu ke dalam pelukannya tadi malam. Merasa bersyukur bahwa calon countess masa depannya tidak terlalu buruk untuk mendampinginya di depan publik, atau bahkan bisa memuaskannya di atas tempat tidur.
"Kurasa kita harus menyepakati satu hal, Tuan," ujar Ainsley dengan nada menggurui. "Kau membantuku bertemu ayahku, dan kau akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya."
Hector menaikkan sebelah alisnya. "Dan imbalan itu, tidak termasuk aku di dalamnya!" ungkap Ainsley berapi-api. Dia bahkan kini berdiri. Bersidekap di depan Hector dengan cahaya api unggun uang menari-nari di depan mereka.
Cukup lama Hector merasa terpesona dengan pemandangan di depannya. Sampai Ainsley menjerit karena mendengar bunyi gonggongan anjing di kejauhan sana.
"Apa? Apa itu?" ungkap Ainsley takut-takut. Dia berlari mendekati Hector. Cukup jauh untuk dipisahkan dua kepalan tangan sementara tangannya yang gemetar memegang ujung kemeja Hector dengan erat.
"Anjing hutan," jawab Hector tenang.
"A-apakah mereka aman?"
Hector mengendikkan bahunya. "Di sini bukan jalur yang biasa mereka lewati. Namun jika kau berteriak, mungkin mereka akan berniat untuk mencari tahu."
Ainsley menutup mulutnya rapat dengan kedua tanyannya. "Aku tidak akan berteriak atau bersuara keras. Aku janji!" Sumpahnya sembari membentuk huruf 'V' dengan telunjuk dan jari tengahnya.
Hector menahan mulutnya untuk tertarik kebelakang alih-alih dia melihat bahwa kentang yang sebelumnya dia temukan telah matang sempurna.
"Isi perutmu sebelum mungkin kau membutuhkan tenaga untuk berlari dari kejaran anjing liar," gurau Hector yang tampaknya ditanggapi serius sehingga membuat wajah Ainsley memucat.
***
"Aku membenci anjing seperti Monsiur Jean yang membenci kekacauan di dapurnya. Bahkan seperti Mama yang membenci tatanan bunga di jambangan miliknya yang tidak sempurna. Aku membencinya, dengan sangat."
Hector baru akan menutup matanya ketika Ainsley mulai bergumam dengan lirih. Perut mereka telah terisi penuh dan sebaiknya mereka beristirahat sejenak sebelum di pagi nanti melanjutkan perjalanan. Sepertinya Hector sempat tertidur untuk sekejap karena begitu dia membuka kelopak matanya, wajah Ainsley dia temukan tepat di depannya. Padahal sebelumnya mereka berada di sisi yang bersebrangan.
"Kau terbangun?" bisik Ainsley.
"Mengapa kau tidak tidur, Lass?" gumam Hector kesal.
"Sttssss. Aku mendengar jejak langkah dari kejauhan. Aku hanya cemas jika itu adalah anjing liar. Kupikir lebih cepat membangunakanmu jika aku berada di dekatmu daripada jika aku berada lebih jauh lagi. Kau juga terlihat kelelahan dan aku sebenarnya tidak ingin membangunkanmu."
"Kau sangat cerewet."
Bibir Ainsley mencebik muram. Tidak. Dia tidak cerewet. Dia bahkan lebih terlihat sinis dan seringkali Zach harus membuat ulah agar Ainsley bersedia membuka mulutnya untuk mengeluarkan banyak sekali patah kata. Namun, ketika keadaan tidak berjalan sebagaimana mestinya, Ainsley bisa berubah menyebalkan dan menjadi cerewet. Dia hanya... merasa gelisah dan dia... membutuhkan pelukan untuk mengurai kegelisahannya.
Dirinya memiliki Leslie yang selalu memeluknya ketika Ainsley berada di rumah Inggrisnya. Saat ini, dia hanya memiliki diri sendiri untuk bisa membuatnya tetap tenang. Ainsley tidak sebodoh itu untuk menyerahkan diri dan memeluk pria bernama Hector itu, bukan?
Meski Ainsley harus menyadari bahwa Hector bahkan lebih mempesona daripada Zachary. Hector memiliki sesuatu yang tidak ada pada diri Zachary. Pria besar itu memiliki tubuh mirip seperti ayahnya dan pembawaan yang hampir sama. Yang membuat Ainsley berpikir untuk kembali ke Skotlandia alih-alih meminta Hector membawanya ke Inggris dan bertemu ibunya.
Dalam sudut hati terdalamnya, Ainsley tahu bahwa dia sangat merindukan ayahnya.
"Mengapa kau membenci anjing?" tanya Hector dengan mata terpejam.
"Karena suara anjing yang menggonggong adalah suara yang terakhir kudengar ketika aku meninggalkan Red Hills," bisik Ainsley tidak kalah lirih. Dia lalu terisak sangat kecil dan membuat Hector menghela napas panjang.
Matanya masih terpejam ketika satu tangannya meraih tubuh Ainsley hingga mendekatinya. Berpelukan dengan penghalang selimut tipis di antara mereka.
Hector tidak tega melihat gadis itu tampak frustrasi. Namun untuk membuka jati dirinya saat ini, belum bisa Hector lakukan. Hector hanya berharap bahwa Ainsley tidak terlihat selemah ini dan membutuhkan pelukan ketika bukan dirinya yang berada di sisinya.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak!!! 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top