..: Bab 11 :..

Yemima memanggilnya untuk santap malam dan itu artinya, Ainsley akan kembali bertemu dengan Papa. Dia mengamati sekali lagi gaun berwarna biru yang digunakannya. Melihat betapa sempurnanya gaun itu memeluk tubuhnya.

Ukuran gaun miliknya dan Catriona berbeda. Dia memang dengan sengaja mencoba gaun Catriona yang terasa seperti mencekiknya karena ukurannya yang lebih kecil darinya. Adiknya memang masih menjadi adik kecilnya.

"Warna biru sangat cocok dengan mata Anda, Milady," ujar Yemima bangga.

Ainsley mengulas senyum. Menyadari bahwa warna biru matanya mirip seperti milik Papa. Rambut Papa berwarna pirang gelap. Tubuhnya masih terlihat bugar untuk orang seusianya. Ainsley tidak akan terkejut jika suatu saat muncul wanita yang mengaku menjalin affair dengan Papa. Bagaiman pun, Papanya adalah pria yang sehat dan Mama tidak berada di sisinya selama beberapa tahun terakhir.

Ainsley menghela napas panjang sekali lagi. Akhirnya berani untuk turun dan bertemu dengan Papa. Dia pikir ruang makan hanya akan ada Papa seorang alih-alih dugannya salah.

Di dekat Papa, duduk dengan santai pria itu, Hector Reid yang tampak santai menikmati minuman di piala emasnya.

"Kemarilah, Ally," ujar Papa yang melihat langkah Ainsley terhenti di bibir pintu. "Papa rasa tidak perlu mengenalkan Hector karena kalian telah bertemu sebelumnya."

Ainsley mengangguk dengan bibir yang masih terbungkam. Duduk di samping kiri Papa dan dengan begitu dia berhadapan langsung dengan Hector yang tampak acuh tak acuh kepadanya.

"Apakah kau cukup beristirahat, Ally?"

"Ya, My Lord," jawabnya singkat.

Tubuh Hector sempat membeku untuk sesaat. Merasakan betapa Ainsley yang bersikap sangat kaku dan menjaga jarak dengan Greame.

"Gaun itu cocok untukmu," puji Greame lagi tampak tidak terganggu dengan jawaban Ainsley yang singkat.

"Terima kasih atas pujiannya, My Lord." Jawabnya lagi. Tubuhnya terlihat tegak dan kaku layaknya bangsawan sejati. Dia bahkan makan dengan anggun dan tanpa gerakan yang tidak diperlukan. Sangat berbeda dengan Catriona yang sangat cerewet di ruang makan dan tidak akan berhenti sebelum dirinya mengeluarkan segala hal yang ada di dalam kepalanya.

"Bagaimana kabar Tony. Kau sempat menemuinya bukan?" tanya Greame kepada Hector ketika melihat bahwa tatapan pria itu kepada putrinya tidak beralih sedikit pun. Namun, bukan tatapan bodoh kasmaran yang Hector berikan melainkan tatapan penasaran yang ditujukan kepada Ainsley.

"Ya. Dia membantuku di galangan kapal. Jika saja kami tidak bertemu, saat ini aku masih berada di Inggris."

"Dia melakukan tugasnya dengan baik, bukan?"

Hector mendengkus. Jika melakukan dengan baik adalah membiarkan putri sulung Greame bermain peran menjadi seorang pria penjudi dan membiarkannya diculik, maka sungguh dangkal pemikiran Greame.

"Tony mengatakan bahwa kau senang berkuda, Ally."

"Maaf?"

Senyum Greame mengembang. "Kau memiliki seekor kuda arab berwarna putih bernama Phantom. Jika kau ingin, besok kau bisa mengendarainya."

Mulut Ainsley membuka. Terkejut adalah hal yang dia rasakan saat ini.

"Papa yakin, di salah satu lemarimu pasti ada beberapa potong gaun berkuda. Bagaimana?"

Ainsley mengerjap-ngerjap. "Apakah itu boleh?" tanyanya lirih. Seolah dia bertanya kepada dirinya sendiri dan bukannya kepada Greame.

"Tentu saja. Papa akan membawamu ke hutan belakang. Ada padang bunga yang pasti akan kau sukai. Dan lagi-"

"Aku boleh berkuda?" tanyanya lebih semangat. Merasa bahwa atensi kedua pria itu terarah kepadanya, Ainsley lalu berdeham. Membenarkan lagi posisi duduknya dan berkata, "Saya akan sangat tersanjung jika Anda bersedia menemani saya, My Lord."

"Tentu Buttercup," balas Greame senang sementara Hector tidak bisa menahan seringai gelinya.

Baiklah, jika alasan Greame menolak keinginannya memang masuk akal, Hector akan menundanya. Setidaknya, membuat hubungan ayah dan anak ini membaik, akan membuat hidupnya lebih mudah.

"Kurasa sebaiknya aku kembali ke kamarku," ujar Ainsley begitu dia menyelesaikan makanannya. Hector bahkan tidak menyadari waktu yang berjalan karena dia sibuk dengan pikirannya. Sementara Greame masih berperan sebagai ayah yang mengalah kepada putrinya.

Tetapi, tunggu... Ainsley bahkan tidak mengajaknya berbicara atau menyapanya. Padahal dia begitu terbuka ketika gadis itu belum tahu bahwa Hector adalah tunangannya. Apakah tabiatnya memang seperti itu?

"Berhenti memandangi pintu itu, Hector," sela Greame kembali meminum anggur di gelasnya. "Apakah kejantananmu sudah menghilang? Kau bahkan tidak mengajaknya berbicara."

Hector mendengkus. "Kau tidak tahu apapun, Thompson."

Greame mengangkat sebelah alisnya. "Kau masih kesal karena aku menolak ide gilamu yang ingin menikahinya tiga hari lagi."

Hector tidak menjawab. "Tidak ada bedanya. Dia akan menjadi istriku cepat atau lambat."

"Aku tidak akan memaksanya. Tetapi aku juga tidak akan membatalkannya. Jika dia memang tidak mau menikahimu, maka aku hanya bisa menunggu sampai dia mau."

"Kalau begitu, biarkan aku melakukan pendekatan kepadanya."

"Pendekatan yang sepantasnya, Hector!" peringat Greame.

Hector mengendik. Tidak mengiyakan atau pun menolak. "Aku akan menginap dan besok akan bergabung di acara berkudamu. Sebaiknya kau tidak keberatan."

Mulut Greame menipis. Sesungguhnya dia ingin melakukan moment berkuda bersama putrinya hanya berdua. Dia ingin Ainsley merasa nyaman berada di sini. Jika beruntung, hubungan mereka akan membaik begitu pula hubungannya dengan Meredith. Oh Greame tidak sabar untuk berbaikan lagi dengan istrinya yang cantik dan keras kepala.

***

Papa memberikannya seekor kuda ketika Mama melarangnya. Benar-benar hal yang sangat berkebalikan. Di ruang makan tadi, posisi duduk mereka yang seharusnya berjauhan menurut tata cara bangsawan juga terabaikan begitu saja. Bahkan cara Papa makan, meski pun terlihat anggun, namun tidak seperti cara makan bangsawan pada umumnya. Mama pasti akan marah dan menceramahinya jika melihatnya.

"Apakah Anda akan bersiap tidur, Milady?" Yemima bersuara. "His Lordship mengatakan bahwa saya yang akan melayani Anda karena Lady Catriona tidak ada di sini."

Ah benar. Yemima adalah pelayan pribadi Catriona. Di sana pun, Leslie lah yang mungkin menjadi pelayan pribadi sang adik. Lucu sekali bagaimana kehidupan mereka bisa tertukar seperti ini.

"Kau beristirahatlah Yemima. Aku akan membaca sebelum tidur," pesannya sehingga membuat Yemima undur diri. Memahami bahwa sang lady sedang tidak ingin diganggu.

Ainsley memang mengambil bukunya.  Mendekat ke pendar cahaya dan membaca beberapa baris kalimat. Namun ingatan mengenai kuda hitam yang dibicarakan Papa bermunculan di kepalanya. Dia sangat suka berkuda karena itu adalah satu-satunya kenangan indahnya yang tidak ternoda.

Ainsley ingin melihat Phantom. Hanya melihat saja, janji Ainsley. Dia tidak bodoh untuk berkendara di malam buta tanpa mengenal medan. Kecelakaan bisa terjadi dan nyawanya bisa saja melayang dengan cara yang konyol.

Setidaknya, besok ketika Papa dan dirinya berkuda, Ainsley bisa menghapal rute untuk pelariannya.

Ainsley lalu menggunakan sepatunya. Mengambil mantel milik Zach yang sepertinya akan menjadi mantel favoritnya dan dengan langkah halus menuruni tangga.

Kamar Papa ada di sisi lain kastil ini jika saja Papa memang tidak mengubah pengaturan kastil ini. Asalkan tidak ada pelayan yang melihatnya, maka jalan-jalan malamnya akan terasa penjelajahan kecil.

Ainsley berderap dan sembunyi ketika mendengar suara bercakap-cakap pelayan pria yang tampak lelah.  Memastikan bahwa mereka telah menghilang sebelum kembali menyusuri lorong. Berbelok ke kanan dan kiri dan menemukan pintu perancis yang akan menghubungkannya dengan istal.

Ainsley membuka kenop pintu itu perlahan. Berdoa agar tidak ada suara yang dihasilkan olehnya. Dan ketika pintu terbuka beserta angin dingin yang membelai lembut wajahnya menerpanya, Ainsley tersenyum lebar.

Dia menutup pintu hati-hati. Melihat penjaga istal dari jendela yang tampaknya lelap di dalam ruang kecil di samping istal.

Ini memang hari keberuntungannya!

Dia lalu masuk ke dalam istal. Menemukan banyak kuda yang tentunya berasal dari ras yang bagus. Papa penggemar kuda dan tahu bagaimana merawatnya dengan baik.

Ainsley menghitung di dalam hati jumlah kuda di istalnya. Dan matanya terpaku ketika melihat kuda arab dengan bulu hitam mengkilap dan matanya yang besar tampak sedang memperhatikannya.

"Kau pasti Phantom!" katanya bersemangat. Ainsley berhati-hati mendekatinya. Mengulurkan tangannya dengan perlahan. Tidak ingin mengejutkan kuda cantik itu. Setelah Phantom mengenalinya, Ainsley memajukan tangannya hingga dia bisa mengusap lembut wajahnya.

Phantom menurut. Menyurukkan kepalanya semakin dekat kepada Ainsley dan membuat senyumnya semakin merekah.

"Ayo kita berteman, Phantom," gumamnya seraya kembali mendekatinya. Mengelus lehernya dan membuay Phantom memekik senang.

"Aku akan mengartikannya bahwa kau menyetujuinya. Yah, aku tidak memiliki banyak teman. Aku senang karena kau telah bersedia."

Phantom kembali memekik kecil.

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja karena sudah ada kau."

Ainsley tertawa kecil ketika hidung Phantom menyundul lembut pipi Ainsley. Seolah memaksa Ainsley agar membawanya keluar dan mengendarainya.

"Aku tidak bisa menaikimu saat ini. Tetapi besok kita akan bersenang-senang."

Phantom mendengus. Membuat Ainsley terkikik kecil. Dia lalu melihat pengait kecil yang membuat pintu kandang Phantom tertutup. Ainsley tanpa ragu membukanya. Tubuh langsing Ainsley merangsek masuk. Mengagumi bulu lembut Phantom yang sempurna dan bagian dalam dirinya penasaran bagaimana ketika Ainsley naik di atas punggungnya.

"Kuharap kau cukup cerdas untuk tidak berkendara tanpa pelana." Suara tajam yang berat menyeruak. Ainsley tahu suara milik siapa itu. Suara yang membuat tubuhnya membeku dan napasnya terasa berat.

***

Hector tidak pernah tertidur dengan cepat di malam hari. Setidaknya, dia baru bisa memejamkan matanya setelah melewati tengah malam, bahkan ketika dirinya melakukan kegiatan fisik yang menguras tenaganya. Dia akan tertidur beberapa jam dan terbangun sebelum fajar menyingsing.

Hector lalu memutuskan bahwa sebaiknya dia berkeliling dan memastikan bahwa keadaan aman. Bukannya dia tidak mempercayai para pengawal yang Greame tempatkan, namun pengalaman pahit di masa lalu selalu membuatnya waspad dan mawas diri. Tidak ingin hal itu terulang kembali dan membuat orang yang berharga untuknya terluka.

Seberkas surai merah kecoklatan lalu melintas. Aroma lembut yang belakangan ini tercium di indranya menyebar.

Hector menggeram tertahan. Setelah hari yang panjang ini, ulah apalagi yang akan gadis itu lakukan!

Hector lalu mengikutinya dalam diam. Memperhatikan dengan seksama ketika Ainsley memasuki istal dan mengamati satu per satu kuda-kuda milik Greame. Tatapannya lalu jatuh kepada Phantom, kuda arab yang Hector berikan kepada Greame yang memang diperuntukan untuk Ainsley. Sebelumnya Hector berniat untuk membawanya ke London alih-alih dengan saran Greame, pria tua yang dia anggap seperti pamannya sendiri mengatakan bahwa lebih baik kuda itu berada di istalnya. Dan sarannya, memang terbukti lebih baik.

Dia lalu mendengar tawa Ainsley dan terpaku karenanya. Hector tahu bahwa diri Ainsley yang sesungguhnya adalah pribadi yang dia tampilkan selama mereka memainkan peran penculik di dalam hutan. Perubahan tiba-tiba dan menjadi kaku serta dingin tidak cocok untuknya. Tidak cocok untuk penampilannya yang memiliki rambur merah kecokelatan dan mata biru yang tajam.

Atensinya lalu menajam ketika gadis itu membuka pintu kandang Phantom. Mengelus punggungnya dengan tatapan mendamba untuk menaikinya.

Kemarahan lalu terbit begitu saja di dalam dada Hector. Gadis itu benar-benar!

"Kuharap kau cukup cerdas untuk tidak berkendara tanpa pelana!"

Dia melihat tubuh Ainsley tersentak dan terkejut. Gadis itu berbalik dengan mata membelalak karena terkejut.

"Kemarilah, Lass!" perintah Hector dengan ketegasan, keangkuhan, dan kekuatannya sebagai seorang Earl. Tidak ada yang bisa membantahnya ketika dia menggunakan nada memerintah itu.

Ainsley kembali tersentak. Entah mengapa tubuhnya menuruti perkataan Hector dan perlahan menjauh dari Phantom.

Bibir Hector lalu mengulas senyum kecil. Dan kesadaran akan hal itu membuat kemarahan Ainsley menyeruak.

"Kau. Tidak. Berhak. Mengaturku!" Geramnya sengit. Ainsley melihat wajah Hector yang kembali mengeras dan kesal.

"Lass!" Peringatnya ketika Ainsley hendak berlalu. Seolah Hector adalah benda kasat mata di sana.

Ainsley tidak mendengarkan. Dia masih marah kepada pria itu karena telah mempermainkannya.

"Kau membalas ciumanku, Ainsley. Atau harus kupanggil, Buttercup?"

Gigi Ainsley semakin mengatup rapat. "Benar. Dan itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupku."

***








Segini dulu.
Wkwk
See yaaa...

Kalau kamu jadi Hector yang nggak pernah ditolak, reaksi kamu bakalan gimana? 😵

13 07 19

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top