..: Bab 1 :..

Ainsley berjalan cepat membelah jalanan St. Clifford. Kedua lengannya memeluk rangkaian bunga yang selalu ia letakan di ruangan tengah. Ujung gaunnya yang berwarna peach, yang menyapu lantai jalanan tidak memperlambatnya meski di belakangnya, pelayannya yang setia --Leslie-- tampak kepayahan. Napas sang pelayan bahkan tampak terengah hingga dadanya mengembang dan mengempis dengan dramatis. Tubuh tuanya sepertinya tidak sanggup lagi untuk mengimbangi nona mudanya yang kini semakin dewasa dan tumbuh dengan kecantikan yang sempurna.

"Astaga! My Lady!" pekik Leslie saat Ainsley hampir saja menyebrang ketika ada kereta kuda yang melintas. Tubuh tinggi Ainsley terselamatkan karena tarikan dari seseorang di belakangnya. Sementara jantung Ainsley sendiri terasa berdetak dengan kecepatan tidak masuk akal. Dia hampir celaka! Ya Tuhan...

"Kau harus memperhatikan langkahmu, My Lady." Suara pria yang terlihat geli namun penuh peringatan terdengar di belakangnya. Tangan kokohnya yang sebelumnya meraih Ainsley untuk menyelamatkannya terlepas begitu gadis itu berbalik dan menemukan netra sebiru lautan dengan surai sewarna mahoni. Tubuh tingginya membuat Ainsley harus mendongak untuk melihatnya. Padahal Ainsley sendiri termasuk gadis yang tinggi, dan tetap saja dia harus mendongak melihat pria penyelamatnya di pagi ini.

"Terima kasih atas saranmu, My Lord. Aku tersanjung betapa kau begitu mempedulikanku," balasnya dengan kesal.

"Wow, wow! Itu tidak terdengar tulus! Tidak bisa kah kau lebih terlihat manis dan bersahabat?" balas sang pria lagi. Leslie yang masih merasa tulang-tulangnya hampir lepas karena terkejut dan rasa lelah yang mendera, lalu mendekat dengan bantuan dari Thickney si pelayan setia dari Zachary Philips,  Earl of Bath.

"Mungkin saya harus menyarankan kepada her ladyship mengenai menambahkan jadwal Anda berbincang dengan guru etika Anda," gumam Leslie dengan mata menyipit menatap sang lady.

Ainsley menahan erangannya. Dia lebih takut untuk membantah Leslie yang notabene adalah pelayan serta pengasuhnya daripada ibunya yang merupakan Marchionate of Huntly. Baginya,  kemarahan Leslie lebih menyeramkan daripada ketika dirinya harus bersitegang dengan sang ibu. Karena itu, yang bisa dia lakukan adalah menahan diri untuk tidak mencekik sahabatnya yang sedang menahan tawa melihat kekesalannya.

"Mari aku antar kalian pulang. Bukankah akan lebih 'aman' jika kita berjalan bersama?" Ujar Zachary masih dengan menahan tawa.

"Terima kasih Milord. Saya benar-benar banyak berhutang budi kepada Anda. Seandainya Milady memiliki separuh sifat Anda, Milord, hidup saya pasti akan sangat bahagia."

Zachary terkekeh senang. Selalu menikmati saat-saat yang ia lalui ketika tidak sengaja berpapasan dengan tetangganya Ainsley Thompson, dan sang pelayan tuanya yang pemberani.

Zachary lalu menawarkan lengannya untuk kemudian Ainsley raih. Mulai berjalan beriringan sementara Leslie tepat berada di belakang mereka dengan pelayan sang earl.

"Pagi yang cerah untuk malam yang menjanjikan, bukan?" Mulai Zachary dengan perkataan yang langsung dimengerti oleh Aisnley. Mereka tidak pernah sekali pun mengomentari cuaca. Itu tidak ada di dalam daftar pembicaraan membosankan bagi kedua sahabat itu. Alih-alih hal lain lah yang sedang Zachary singgung.

Hari ini adalah minggu ketiga di bulan Juli. Di mana Young Lee pasti akan menyemarakkan bar-bar yang juga beroperasi sebagi tempat judi di sekitar Mayfair dengan legenda kekalahannya yang terkenal.

"Aku tidak akan mengatakan hal yang sama. Cuaca sedang sering berubah akhir-akhir ini." Balas Ainsley terhadap pancingan dari Zachary. Zachary mulai tidak setuju dengan Young Lee mengenai sikap bodohnya di meja judi. Karena itulah, dia pasti akan kembali menceramahinya tentang hal-hal buruk yang bisa saja terjadi. Ainsley tentu saja tidak pernah mendengarnya. Hal-hal buruk tidak akan pernah bisa mendekatinya. Berbeda halnya yang terjadi kepada Young Lee. Tetapi, masalah Young Lee bukan urusannya. Setidaknya, bukan urusannya ketika Ainsley bersikap terhormat dan menggunakan gaun cantik yang dipadukan dengan bonet yang tidak kalah cantik.

Tidak adanya respon lebih lanjut dari Zachary tentang ucapannya, mungkin membuat pria itu yakin bahwa nanti malam, Young Lee tidak akan beraksi. Ainsley tidak membutuhkan satu orang lagi yang mencemaskannya sepanjang waktu apalagi mengasihaninya. Dia sudah cukup dewasa untuk bisa bertindak sesuka hatinya. Dia adalah wanita dewasa yang cerdas dan terhormat. Semua orang di daratan Inggris tahu hal itu.

Langkah mereka mulai melambat ketika mereka sudah sampai di depan townhouse milik keluarga Thompson. "Dengar Lass-"

Ainsley melotot marah. Membuat ucapan Zachary terpotong karena menggunakan sebutan paling dibenci nomor dua oleh Ainsley.

"Maafkan aku. Dengar Ally, aku tidak akan berada di kota malam ini," jelasnya dengan suara lirih. Ujung matanya melirik ke arah Leslie yang sedang bercakap dengan Thickney mengenai cara yang tepat membasmi hama tanaman. Entah bagaimana Leslie bisa mengetahui tentang segala hal.

"Aku tidak memintamu menjagaku, My Lord."

Zachary mengerang kecil. "Aku menyayangimu karena kau adalah temanku yang berharga. Dan di sini aku hanya menginginkan bahwa kau tidak akan terjerumus dalam masalah yang mungkin tidak bisa kau selesaikan."

"Kau meremehkanku!" Kesalnya.

"Tentu saja tidak! Hanya saja, bisakah kau tidak melakukan hal berbahaya malam ini? Aku mendengar kabar bahwa Benyamin akan datang malam ini dan-"

"Aku tidak takut kepada Benyamin?"

"Tentu saja tidak! Kau tahu bukan itu yang kukhawatirkan. Tetapi kau memiliki sejarah dengannya dan dia bisa saja membuat masalah. Kau tahu bagaimana tempramennya yang bisa berubah mengerikan. Semua orang bahkan tahu hal itu."

Ainsley memutar otaknya. Pikiran rasionalnya tahu bahwa Benyamin memanglah orang yang berbahaya seperti yang Zachary katakan. Dan mereka memang memiliki sejarah yang kurang menyenangkan. Malam ini tanpa adanya Zachary memang cukup berbahaya untuk aksinya sebagai Young Lee.

"Aku mengerti," gumamnya.

Zach menghela napas lega. "Baguslah. Aku bisa pergi dengan tenang."

"Memangnya kau mau ke mana?"

Zach mengedikkan bahunya tak acuh. "Mengurus ini dan itu. Aku tidak bisa membiarkan pegawaiku tidak terkontrol. Dan sayangnya, aku harus segera pergi," dia mengambil jam sakunya. Membukanya dengan wajah tidak suka, "Sekarang."

Ainsley meringis. Melihat wajah frustrasi sahabatnya mempertegas bahwa urusannya mungkin sangat penting. Dan sebagai bangsawan sejati, Zachary memang sangat baik karena mengantarnya kembali pulang dengan aman alih-alih langsung pergi ke tempat yang akan ditujunya.

"Jaga dirimu, Young Lee," ujar Zachary geli.

"Kau juga Captain. Jangan melawan ombak yang terlalu tinggi."

Zachary terkekeh. Dia lalu membungkuk dan memberikan ciuman di punggung tangannya. Memanggil pelayannya dan segera membawanya pergi dari pidato panjang yang Leslie berikan, kali ini mengenai bagaimana merawat kain-kain baju agar tetap terlihat baru.

"His Lordship adalah pria yang baik," komentar Leslie sebelum dirinya membukakan pintu untuk sang nona muda, memintanya segera masuk karena rangkaian bunga yang mereka bawa tentunya sudah ditunggu oleh sang ibu.

Di dalam hati Ainsley menyetujui komentar Leslie. Zach adalah pria yang baik dan dia adalah sahabat terbaiknya. Bukankah akan lebih masuk akal jika pria yang harus dinikahinya adalah Zach alih-alih pria barbar dari Highland yang sama sekali tidak pernah dia temui?

***

Ainsley mengikuti sang ibu yang berjalan dengak kepala terangkat angkuh dan postur tubuh anggun yang sempurna. Jika ada yang bisa dikatakan mengenai sang ibu, maka itu adalah bahwa ibunya adalah wanita Inggris sejati. Ibunya tersenyum dengan sempurna di antara kalangan ton. Bersikap dingin dan selalu tenang tanpa pernah terusik ketika ada orang yang membicarakannya. Ainsley bahkan ingat bahwa salah satu sebab dirinya tidak memiliki teman adalah karena satu, sang ibu berpikir bahwa tidak ada satu orang pun yang cukup baik untuk menjadi teman putrinya. Dan yang kedua adalah karena sikap kaku, dingin, dan sedikit kejam dari ibunya membuat orang-orang enggan mendekatinya. Mereka mungkin masih menghormari sang ibu, tetapi itu karena ibunya masih menyandang gelar Marchionate of Huntly. Tidak lebih dan tidak kurang.

"Duduk," perintah sang ibu begitu mereka sampai di ruang tengah. Mereka dipisahkan oleh sebuah meja panjang dengan rangkaian bunga yang kini sudah terlihat cantik di sebuah jambangan kristal kesukaan sang ibu. Kemudian, seperti biasanya, Ainsley selalu menemukan tatapan sedih ketika sang ibu menemukan bunga Thistle di antara sela rangkaiannya. Dan Ainsley, selalu begitu membenci bunga Thistle maupun karangan bunga yang setiap tiga hari sekali harus dia perbaharui. Jika karangan bunga itu selalu membuat sang ibu sedih karena bunga Tistle adalah bunga khas Skotlandia yang terus mengingatkannya akan masa lalu yang pahit, mengapa sang ibu terus menerus bersikeras untuk menghadirkannya di rumahnya?

"Ya Mama," jawab Ainsley dengan bibir terkatup rapat. Dia tahu jika ibunya sedang kesal. Meski pun hanya ibunya dan Tuhan yang tahu penyebab kekesalan itu. Ainsley kira, itu memang sudah menjadi sifat sang ibu. Kesal sepanjang waktu.

"Aku menemukan ini," ujarnya dengan bibir yang masih mengatup. Sudut kepala Ainsley merasa bahwa dahulu kala, dirinya pernah menonton pertunjukkan dengan seseorang yang berbicara dengan boneka di tangannya. Lambat laun, Ainsley akhirnya tahu bahwa suara boneka itu berasal dari perut dan seniman itu disebut sebagai Ventriloquisme. Kini, Ainsley mulai berpikir bahwa sang ibu sama halnya dengan sang Ventroloquisme tersebut.

"Bagaimana bisa Mama menerima bahwa bulan lalu kau menghabiskan tiga kali lebih banyak uang dari yang seharusnya?"

Oh, jadi kali ini tentang uang. Bagus sekali! Pikir Ainsley sinis.

Setelah tiga bulan sebelumnya sang ibu mengkritik pilihan busananya dalam acara minum teh di salah satu kenalan ton dan tidak lagi membiarkan Ainsley memilah busananya sendiri, lalu dua bulan berikutnya ibunya mengkritik sebab dia tertawa terlalu kencang di salah satu perjamuan kenalan sang ibu, dan oh! Jangan lupakan bahwa satu bulan yang lalu sang ibu juga menyuruhnya untuk berhenti datang dalam pertemuan klub berkuda karena akhirnya, dengan segala kekakuannya, sang ibu menganggap bahwa berkuda hanyalah untuk kaum pria. Sekarang, Ainsley yakin bahwa dia tidak akan lagi diberi keleluasaan untuk mengantur keuanganya sendiri meski hal itu sudah terlambat.

Ya benar. Ainsley sudah enam bulan terakhir menyamar menjadi Young Lee. Membuat alasan untuk beberapa pengeluaran keuangan yang sebenarnya dia habiskan di meja judi dan kalah. Dia bahkan memiliki hutang sebagai Young Lee dan berniat untuk semakin memperbesar nominal hutangnya. Sisi liarnya bahkan menginginkan kebangkrutan keluarganya yang dikenal kaya raya. Karena semua materi itu, tidak memiliki arti apapun bagi Ainsley. Tidak sama sekali.

"Aku hanya membayar beberapa orang karena jasa mereka," balasnya yang tentu saja adalah sebuah dusta. Ainsley sudah sering kali berdusta di depan sang ibu. Berharap bahwa ibunya, sebagai seseorang yang telah mengandungnya akan mengendus kebohongannya. Nyatanya, Leslie bahkan lebih terampil dalam hal itu daripada sang ibu kandung. Jika kehidupan Aisnley adalah ironi, maka ya, dirinya tidak akan pernah malu untuk mengakui hal tersebut.

"Apa yang sedang kau rencanakan Ainsley," tuntut sang ibu dengan mata menyipit tajam.

Ainsley mengedikkan bahunya. "Memangnya Mama kira, apa yang sedang kurencanakan? Bukankah selama ini aku tidak berhak merencanakan apapun karena hidupku selalu diatur olehmu, My Lady?"

"Ainsley!" Peringat sang ibu dengan suara keras.

"Mengapa Mama terdengar kesal dengan kenyataan yang memang terjadi? Bukankah itu yang memang Mama dan Papa inginkan? Mengatur hidupku dari hal terkecil hingga dengan siapa nantinya aku akan menikah."

"Kita sedang tidak membicarakan Papamu, Ainsley."

Ainsley memiringkan kepalanya. Tersenyum sinis sembari menatap lurus tanpa ketakutan. "Mengapa Mama? Bukankah itu adalah hal yang sama? Kau maupun Papa memang memperlakukanku seperti itu. Bukankah aku hanya pion yang kalian mainkan?"

Sang ibu, Meredith Thompson terdiam. Tidak menyangka bahwa putrinya akan mengatakan hal itu dengan kebencian yang tersirat di dalamnya. Benarkan dirinya melakukan itu kepada putri kecilnya?

"Mengapa kau seperti itu, Mama?" tanya Ainsley dengan nada menuduh. "Mengapa kau selalu menghindari topik mengenai Papa sementara yang kau lakukan dengan memandangi bunga Thistle adalah hal yang mengingatkanmu kepada Papa?"

"Mengapa Mama. Mengapa kau menjadi penakut dan pengecut di waktu yang sama?"

"Cukup!" Meredith berdiri. Kedua tangannya memukul permukaan meja sehingga Ainsley cukup terkejut dibuatnya.

Tidak apa-apa. Kau harus menyelesaikannya Ainsley. Satu langkah lagi untuk semakin dekat...

Ainsley lalu ikut berdiri. "Jika memang menurutmu sudah cukup My Lady, maka-"

Ainsley belum selesai untuk mengatakan satu kalimat ketika ibunya berjalan dengan cepat seperti halnya jika dia terbang. "Kita tidak membicarakan sejarah, Ainsley. Cukup jelaskan mengenai pengeluaran tidak masuk akal ini!"

Ha! Kau salah, bodoh! Ibumu lebih cerdas darimu. Dia bahkan tidak terpancing dan tetap teguh berfokus kepada uangnya.

Ainsley menaikkan dagunya. Tidak gentar ketika dia mengatakan, "Menurutmu Mama, bagaimana hal itu bisa terjadi?"

Meredith mencari netra Ainsley. Memakunya sehingga dia menemukan kilatan liar yang sama, seperti yang dimiliki oleh suaminya. Wajah Ainsley bahkan sangat mirip dengan Greame dengan frekless yang membuatnya semakin menawan. Demi Tuhan, Meredith mencintai Ainsley. Tetapi rasa sakit masih tersisa ketika Meredith menemukan jejak suaminya di wajah putrinya. Dan keliaran itu...

Meredith memejamkan matanya. Bukannya dia tidak tahu mengenai permainan yang terkadang Ainsley mainkan sebagai Young Lee. Tetapi dirinya pikir putrinya tidak akan membuat ulah sampai sejauh ini. Menarik napas panjang, Meredith sepertinya harus mengeluarkan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Ini karena Zachary, bukan? Dialah penyebab mengapa kau mengeluarkan banyak sekali uang, bukan?"

Ainsley mengerjap. Tidak. Dia tidak bermaksud menyeret satu-satunya sahabatnya ke dalam masalahnya.

"Melihat keterdiamanmu, sepertinya dugaan Mama benar, bukan?"

"Mama tidak tahu apapun."

"Hanya itu sanggahan yang bisa kau keluarkan?"

Bibir Ainsley menipis. Dia masih bungkam.

"Jika kau tidak ingin membuka suara, Mama akan langsung menemui Lord Philips dan memintanya untuk menjauhkan Zachary darimu."

"Dan mengambil satu-satunya teman yang kumiliki? Bagus sekali! Itu kan memang keinginanmu yang sebenarnya! Menjauhkanku dari semua orang dan membuatku bagai penyendiri merana seperti dirimu!"

"Ainsley!!!"

Bunyi tamparan terdengar. Keduanya membelalak kaget. Ainsley tidak pernah mengira bahwa ibunya akan pernah menamparnya. Dan Meredith, tidak pernah membayangkan bahwa dia akan melakukan serangan fisik kepada putrinya. Ya Tuhan...

"Ally... " bisik Meredith sembari berusaha menyentuh wajah Ainsley.

Ainsley menghindar. Tangannya menangkup pipinya yang terasa berdenyut. Tetapi dibandingkan oleh segala hal, denyutan rasa sakit dihatinya lebih terasa.

"Ally..." bisik Meredith lagi penuh penyesalan.

"Kau tahu Ma apa yang paling menyakitiku di dunia?"

Meredith membisu. Bibirnya bungkam sementara telapak tangannya mulai memerah. Adrenalinnya masih begitu mengoyak tubuhnya sehingga detak jantungnya mulai menggila. Dia memukul putri kecilnya. Oh Tuhan...

"Bukan karena kau memukulku, Ma," ujarnya penuh kepahitan. "Tetapi karena kau berusaha menjauhkanku dari semua orang yang kusayangi. Kau menjauhkanku dari Catriona. Kau menjauhkanku dari Papa meskipun aku membenci Papa seperti kau membencinya. Dan sekarang..."

Ainsley menarik napas panjang. Suaranya bergetar ketika dia akhirnya mengatakan, "Jangan membuatku membencimu seperti apa yang kulakukan dengan membenci Papa." Ainsley lalu berbalik. Berderap dengan cepat dan meninggalkan sang ibu yang meluruh di tempatnya.

Tulang-tulang Meredith seperti meluruh. Dia bahkan tidak peduli jika karpet yang dia duduki akan merusak serat kain gaunnya. Tangannya bergetar dan memerah. Dan seperti halnya Ainsley, jantungnya pun terasa sangat berdenyut nyeri.

"Maafkan Mama, Ally. Maafkan Mama... "

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top