Part 33 - Something About Seduction

Update!! Maunya aku up kemarin biar bertepatan Valentine tapi ternyata telat sehari.

Iklan dulu

Open Preorder : "Love Me, Your Grace" dan "Eve, My Love" 

Penulis : Foxy Ribbit

Genre : Romance, Inggris modern (bukan historical)

Untuk yang sudah memesan bukunya, mohon maaf atas keterlambatannya karena memang buku baru kelar layouting dan masih proses cetak sehingga belum dikirim ke pembeli. Total halaman 500/ buku. Terima kasih bagi yang sudah memesan. Bagi yang belum dan ingin memesan bukunya silakan WA di nomer yang tercantum di banner, atau bisa cek akun penulisnya untuk testimoni cerita.

=================================

Jangan lupa menekan bintang lebih dulu

Jangan lupa komen

SELAMAT MEMBACA!!

***

Yang muncul di part ini :

Kaytlin de Vere

Raphael Fitzwilliam - Marquess of Blackmere

_______

Damon Falkner - Duke of Torrington

Harry Lockwood - Viscount Wallingford (sepupu Torrington)

Sophie Lyndon - Duchess of Schomberg

Derek Vaughan - Viscount Vaux of Harrowden

George Sommerby

_____________________

Part 33 - SOMETHING ABOUT SEDUCTION


Gelombang terkejut dan antisipasi menyapu seluruh ruang pesta begitu nama itu diumumkan. Semua kepala yang ada di sana menoleh serentak menuju pintu masuk utama termasuk juga Kaytlin dan Duke of Torrington. Kekacauan kecil terjadi di lantai dansa karena beberapa bertabrakan dan menginjak kaki pedansa lain. Para tamu yang berada di balkon lantai dua mendekat ke ujung selasar untuk menonton. 

Mungkin Kaytlin akan berpikir dirinya berhalusinasi jika tidak melihat Lord Vaughan dan George Sommerby juga ikut datang bersama pria itu dan masih berkutat di pintu masuk seiring nama mereka ganti diumumkan. Lord Blackmere memang ada di sana, di pesta terbesar season ini disaksikan oleh ratusan bangsawan terkemuka Inggris. Penampilan pria itu tampak menakjubkan. Setiap helai rambutnya tertata sempurna, wajahnya tercukur bersih, dan tubuhnya terbalut jas hitam malam resmi tanpa cela. 

Seketika para tamu menyerbu pria itu untuk beramah tamah ataupun sekadar ingin tahu. Untung saja Lord Blackmere memiliki tinggi di atas rata-rata sehingga Kaytlin masih bisa melihatnya sesekali. Pria itu tampak terpaksa menanggapi apa yang ditanyakan orang-orang di sekelilingnya, namun matanya sekali-kali menyapu kerumunan mencari seseorang. Tatapannya langsung terhenti pada Kaytlin yang berjarak tidak lebih dari lima belas meter. 

"Kau datang sendiri rupanya," cetus Torrington sembari menuntun Kaytlin menjauhi keramaian. Kaytlin menurut untuk mengikuti namun ia menoleh ke belakang melihat situasi. Lord Blackmere hendak menerobos kerumunan menuju ke arahnya tetapi Dowager Duchess of Torrington menghampiri pria itu  bersama Viscount Wallingford. Dari sisi kanan, Lord Vaughan dan George Sommerby sempat melihat Kaytlin dan segera membuntuti tanpa hambatan. Tepat saat itu terjadi, Kaytlin juga menangkap sosok Duchess of Schomberg di selasar lantai dua mengawasi semua yang terjadi. 

Jadi di sinilah mereka semua, berkumpul dengan rahasia masing-masing.

"Jika aku tahu tentang ini sedari awal, aku tidak akan menandatangani perjanjian itu," lanjut sang duke saat berhenti di dekat pilar.

"Tapi Anda sudah menandatanganinya. Dan Lord Blackmere juga sudah ada di sini," tegas Kaytlin, lalu ia menarik napas lelah. "Dengar Your Grace, aku sudah berjanji tidak akan mengatakan pada siapa pun. Meskipun aku tahu Anda tidak akan percaya, Anda tidak punya pilihan lain selain...harus percaya. Aku mengatakan itu agar Anda merasa sedikit tenang. Setidaknya aku masih beritikad baik mengingat Anda baru saja memiliki rencana  untuk mencelakaiku."

"Siapa pun." Torrington menekankan. "Dan itu termasuk Blackmere."

Kaytlin mengernyit tak terima. "Lalu kepada siapa aku harus mendapat jaminan perlindungan seandainya terjadi sesuatu di masa mendatang__"

"Aku tidak peduli!" Torrington menyela angkuh. "Aku sudah memenuhi janjiku dan aku meminta tidak boleh ada orang lain lagi yang tahu.  Jika aku mendapati ia tahu, aku bersumpah di masa mendatang aku akan membuat masalah dalam kerjasama ini."

Kaytlin berusaha menahan emosinya agar terlihat seperti bercakap-cakap biasa dengan sang duke. Sebagian besar para wanita di sekitarnya menatap iri padahal mereka tidak tahu realitanya. 

"Baiklah," putus Kaytlin dengan berat hati. "Jika suatu saat ada orang lain yang mengetahui, kupastikan bukan aku yang menceritakannya. Duchess of Schomberg memiliki peluang yang sama untuk membocorkan, hanya saja Anda bersikap tidak adil dengan hanya mencurigaiku."

"Kau tidak mengenalnya."

"Mungkin aku malah terlalu mengenalnya."

Duke of Torrington menyipitkan mata. "Apa maksudmu?"

"Your Grace, Miss de Vere. Apakah semua baik-baik saja?" Terdengar suara halus Lord Vaughan yang sudah sampai di sebelah mereka bersama George Sommerby. 

"Vaughan," Torrington menanggapi datar. Memang, Lord Vaughan jauh memiliki gelar yang lebih rendah, tetapi pria itu memiliki aura menyenangkan yang membuat semua orang terhipnotis untuk menyukainya. Kaytlin juga merasa bersyukur bahwa Lord Vaughan dan Mr. Sommerby yang menyelamatkannya dari situasi ini. Mereka memiliki ketenangan yang lebih baik untuk menghadapi sang duke.

"Tentu saja semua yang ada di rumahku dipastikan baik-baik saja dan terkendali," lanjut Torrington penuh percaya diri.

"Tidak diragukan lagi," puji Lord Vaughan. "Tampaknya Anda terlibat perbincangan yang menyenangkan bersama Miss de Vere."

"Aku cukup banyak berbicara dengannya. Miss de Vere adalah tamu dari rekan bisnisku. Aku memberikannya sedikit saran tentu saja." Torrington menghentikan pelayan pembawa sampanye yang lewat, mengambil dua gelas, dan menyodorkannya satu pada Kaytlin. Lord Vaughan dan Mr. Sommerby juga berinisiatif mengambilnya.

"Untuk kerjasama ini." Torrington menaikkan gelasnya menghadap Kaytlin. Sesungguhnya pria itu memang sangat menawan jika saja Kaytlin tidak tahu kebobrokannya. 

"Terima kasih, Your Grace," balas Kaytlin sebelum menyesap sampanye-nya mengikuti sang duke. Lord Vaughan dan Mr. Sommerby hanya menimang sampanye mereka di tangan sambil mengamati. Aura canggung masih terasa kental di antara mereka meski Lord Vaughan dan Mr. Sommerby tersenyum santai.

"Aku tidak menyangka akan melihat Blackmere di pestaku sendiri." Torrington mengedarkan pandangan dan terdengar sedikit sinis saat menuturkan hal tersebut. 

"Dia memang banyak berubah," terang Vaughan.

"Terutama di tahun ini." George menimpali percakapan itu untuk pertama kali seraya menoleh pada Kaytlin. Lord Vaughan juga melakukan hal yang sama setelahnya. 

"Kuharap itu perubahan ke arah yang lebih baik," tandas Torrington muram. "Sayang sekali aku harus meninggalkan kalian untuk menyapanya."

"Kami tidak akan menghalangi Anda." Lord Vaughan segera mempersilakan.

Selesai meletakkan gelas kosong ke nampan si pelayan kembali, Torrington memberikan bungkukan setengah hati untuk berpamitan. Kaytlin merendahkan tubuh sedangkan Lord Vaughan dan Mr. Sommerby membalas dengan anggukan.

Kelegaan menjalari tubuh Kaytlin seiring langkah Torrington yang menjauh. Dari tempatnya berdiri, ia menyaksikan pria itu membelah kerumunan dengan mudah menuju Dowager Duchess dan Lord Blackmere. Entah sejak kapan, Lord Wallingford ternyata juga sudah ada di sana. Mungkin ia mendapat kabar dari pelayan. Pria itu membisikkan sesuatu yang membuat Lord Blackmere mengangkat wajah dan menoleh pada Kaytlin. Hanya sekejap karena Torrington bergabung dengan mereka dan berjabat tangan dengan formal seakan tidak ada masalah. 

"Bagaimana keadaanmu, Miss de Vere?" 

Pertanyaan Lord Vaughan membuat pengamatan Kaytlin terputus. 

"My Lord...Mr. Sommerby." Kaytlin menoleh gugup. "Entah bagaimana memulainya, mungkin kalian kebingungan melihatku ada di sini__"

"Sama sekali tidak. Kami sudah tahu semuanya," sela Lord Vaughan.

"Benarkah?" Kaytlin terpaku sejenak. "Apakah Lord Wallingford menceritakan dalam pesannya?"

"Pesan?" Lord Vaughan dan Mr. Sommerby mengernyit. 

"Lord Wallingford baru saja mengirimkan pesan..." 

"Tidak. Kami tahu dari Blackmere saat berangkat sore tadi."

Kaytlin tertegun. Perjalanan dari Blackmere Park ke Torrington House memerlukan waktu dua jam, yang berarti empat jam jika Lord Wallingford harus mengirimkan utusan terlebih dulu ke sana. Mereka tidak mungkin bisa sampai secepat ini.

"Sebenarnya kami berdua akan ke Brooks, Miss de Vere. Tapi kami menyempatkan waktu sejenak kemari untuk menemani Blackmere. Kapan lagi kita bisa melihatnya menghadiri pesta dansa, bahkan yang sebesar ini." George tergelak diikuti Lord Vaughan.

Itu juga adalah harapan Kaytlin, tetapi ia masih kebingungan. "Jadi His Lord kemari untuk..."

"Mencarimu tentu saja." Lord Vaughan menjawab sigap.

"Mencariku?" Kaytlin merasa tak percaya.

"Ia sudah menduga kau akan kemari," imbuh George. "Katanya kau pasti akan bersikeras mencari Torrington."

"Dan suasana hatinya sedikit buruk saat ini," tambah Lord Vaughan.

"Lebih tepatnya kesal," tandas George lagi. "Lebih spesifik lagi melebihi kekesalannya di hari-hari biasa."

"Tapi aku sependapat dengan Blackmere, Miss de Vere. Sebaiknya kau lupakan niatmu untuk pergi ke Carlisle dengan kereta sewaan. Itu sangat berbahaya. Aku mengerti niat baikmu sehingga aku bersabar, tapi kau tahu sendiri Blackmere." Vaughan tersenyum.

Kegembiraan Kaytlin--yang baru ia rasakan sekejap-- kembali menguap. "Kumohon katakan kalian hanya bergurau."

Kedua pria itu menggeleng.

Kaytlin tidak tahu harus melakukan apa, jadi ia mengambil minuman dari tangan George dan meneguknya hingga habis. "Maaf, aku memerlukannya." Ia mengembalikan gelas kosong ke tangan George dengan wajah gelisah.

"Kau masih memerlukannya?" Lord Vaughan menyodorkan sampanye-nya.

Kaytlin menerima penuh rasa haru. "Terima kasih."

Baru meminum sebagian, ia tersedak melihat Lord Blackmere melepaskan diri dari sekeliling dan berjalan ke arahnya dengan tatapan tajam. Entahlah Kaytlin harus senang ataukah tidak dengan keadaan ini. Ia hanya bisa terdiam kebingungan hingga Lord Blackmere sampai di depannya. 

"Miss de Vere..." Lord Blackmere menekankan dengan nada mengancam namun tenang yang tidak sesuai dengan sorot matanya. "Aku akan berurusan denganmu nanti. Tetaplah bersama Vaughan dan George selama aku tidak ada. Jangan-pernah-pergi- ke-mana-pun-lagi yang membuatku harus kerepotan mencarimu berjam-jam. Apakah kau mengerti?" 

Kaytlin mengangguk tanpa bantahan apa pun. 

Memangnya ia hendak ke mana lagi?

***

Ketika hampir sebagian besar tamu sudah pulang, Kaytlin masih menunggu di salah satu sofa yang berderet di pinggir aula pesta. Hanya ia seorang yang duduk di sana karena beberapa menit lalu Lord Vaughan dan Mr. Sommerby sudah pergi ke Brook's sesuai tujuan awal. Mereka sempat menenangkannya dengan mengatakan bahwa Blackmere tidak mungkin marah padanya, bahkan mereka membuat lelucon bahwa seharusnya mereka bertiga bersatu membentuk Trio Pengganggu Hidup Blackmere. 

Memang seharusnya Lord Blackmere tidak perlu marah, bukan? Kaytlin hanya kabur diam-diam dari kereta yang seharusnya membawanya ke Carlisle dan pergi ke pesta dansa sendirian tanpa pendamping. Yah, hanya itu. Bukan kesalahan fatal yang merugikan orang lain seperti mencuri atau membunuh.

Seharusnya penghiburan diri itu sudah cukup membuatnya tenang, tetapi ia masih tetap gelisah. Di sekelilingnya, para pelayan Torrington House tampak sibuk mengambil gelas-gelas kotor serta piring-piring kue. Beberapa lady dan gentleman yang hendak pulang masih antre di sekitar pintu keluar menunggu kepala pelayan mengambilkan topi serta mantel mereka. 

Dowager Duchess of Torrington sempat menyapanya dengan ramah tadi saat pesta dansa masih berlangsung. Mungkin Duke of Torrington belum bercerita apa pun baik kejadian kemarin maupun hari ini. Entah untuk seterusnya atau tidak, mengingat Duchess of Schomberg juga dekat dengan wanita itu. Sophie mungkin tidak akan membiarkannya memasuki lingkaran pergaulan Torrington House sekarang dan itu tidak masalah. Sebagaimana baiknya pun Dowager Duchess of Torrington, Kaytlin tidak ingin bertemu dengan seseorang seperti Duke of Torrington lagi.

Tidak lama, orang-orang yang Kaytlin tunggu muncul memasuki aula dengan langkah santai hingga terhenti di dekat tangga selasar. Lord Blackmere dan Duke of Torrington sama-sama bungkam tanpa berusaha aktif dalam percakapan. Berbeda dengan Lord Wallingford yang tampak ceria bertukar obrolan bersama Mr. Maximillian.  

Karena sebagian besar para tamu sudah pulang, tidak sulit bagi keberadaan Kaytlin untuk ditemukan. Dari jauh, Lord Blackmere menoleh padanya diikuti tiga pria yang lain dengan berbagai macam ekspresi. Duke of Torrington menatap penuh spekulasi, Viscount Wallingford tersenyum padanya, begitu pun Mr. Maximillian meski senyumannya lebih tersirat dibanding sang viscount. 

Lord Blackmere menggumamkan sesuatu pada mereka lalu berbalik untuk melangkah ke tempat Kaytlin berada. Kaytlin berdiri dengan jantung berdetak lebih cepat. Rasanya seperti akan dijemput ke tiang gantungan. Ia berusaha tetap tenang karena Lord Blackmere pun bersikap tenang hingga sampai di hadapannya. Hanya saja ia berharap pria itu berhenti menatapnya seperti menatap anjing pudel nakal. Ia merasa malu, terutama kepada Viscount Wallingford dan Mr. Maximillian. Untung saja Kaytlin tidak perlu berpamitan dengan mereka lagi karena Lord Blackmere langsung mengajaknya pergi keluar dari Torrington House.

Kereta kuda berlambang marquess berhenti di depan mereka. Pelayan yang duduk di sebelah kusir turun dari tempatnya untuk membuka tangga kereta sebelum membuka pintu. Lord Blackmere menoleh dan mengulurkan tangannya pada Kaytlin. Kaytlin menatap tangan itu. 

"Aku kemari dengan meminjam kereta Mrs. Humpwell." Kaytlin menjelaskan.

"Aku sudah menyuruh kusirnya pulang dan menyampaikan pesan."

"Tapi aku meninggalkan barang-barangku di rumah Melissa."

"Aku juga menyuruh pelayan mengambil barang-barangmu di sana," ungkap Lord Blackmere sebelum menambahkan. "Jangan khawatir, semua barangmu akan menyusul sesampainya kau di Carlisle bersamaku."

Kaytlin sedikit terkejut. "Anda akan mengantarku ke Carlisle?"

"Memangnya apa lagi yang harus kulakukan untuk memastikan kau benar-benar berangkat?"

"I-itu tidak perlu, aku tidak ingin merepotkan Anda."

"Kau sudah melakukannya."

"Tapi kali ini aku berjanji akan__"

"Naiklah!" potong Lord Blackmere kesal. Kaytlin baru sadar posisi tangan Lord Blackmere masih terulur sejak tadi dan ia malah asyik bertanya. 

Cepat-cepat Kaytlin meraih tangan pria itu untuk menaiki kereta dan duduk di kursi. Lagi-lagi mereka berdua saja. Seharusnya situasi ini terasa canggung tetapi kecanggungan itu terkalahkan oleh pikiran janggalnya. Apa kata pria itu tadi? Barang-barangnya akan segera menyusul ke Carlisle? Padahal seharusnya barang-barang itu bisa berangkat besok pagi bersama mereka. Jadi hanya ada satu kemungkinan yakni mereka akan berangkat sekarang juga. Kaytlin sulit membayangkan Lord Blackmere memutuskan hal senekat itu sehingga ia bertanya.

"Apa kita akan langsung ke Carlisle?"

"Ya."

Lord Blackmere benar-benar akan melakukan hal senekat itu.

"Tapi...My Lord, ini sudah malam."

"Aku tahu," sahut Lord Blackmere singkat seraya sibuk melepas beberapa atribut seperti mantelnya yang ia kenakan asal-asalan di bahu, sarung tangan putihnya, lalu cravatnya...siapa pun yang menata cravat dengan ikatan rumit itu pasti akan menangis melihat apa yang dilakukan sang lord sekarang. Kaytlin yang mengagumi keindahan pun merasa gatal ingin menghentikan apa yang dilakukan pria itu tapi ia hanya bisa diam tak berkedip di tempatnya duduk.

Setidaknya Kaytlin sempat melihat pria itu menghadiri season meski tidak seperti bayangan romantisnya. Bahkan karena jarak mereka sangat dekat sekarang, Kaytlin bisa mengamati detil-detil yang tadi tidak sempat ia perhatikan. Sayangnya, pria itu selalu cepat tahu jika Kaytlin sedang memperhatikannya. Seperti saat ini, ia mengangkat pandangan ke arah Kaytlin.

"Kau tidak akan bercerita apa pun?" tanya Lord Blackmere selesai melepas cravat dan membuka kancing teratas kemejanya.

"Apa yang harus kuceritakan?" Dengan hati-hati Kaytlin membalas.

"Mungkin bisa dimulai dari kesintingan apa yang membuatmu membahayakan diri seperti yang kaulakukan malam ini."

"Aku tidak membahayakan diriku."

Tatapan Lord Blackmere berubah kelam. "Perlukah kuperjelas? Kau pergi ke Torrington House seorang diri. Dan berencana untuk pergi ke Carlisle dengan kereta sewaan."

"A-aku baik-baik saja...sampai saat ini."

"Bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya?"

"Itu adalah risiko yang akan kutanggung, tapi tidak akan ada pengaruh bagi Anda secara pribadi."

"Tidak ada pengaruh? Apa yang harus kukatakan pada adikmu, Malton, dan nenekku jika terjadi sesuatu padamu seperti mati tergorok di jalanan?"

"Anda tidak harus menggambarkannya seburuk itu!" Kaytlin terperangah. 

"Kenyataannya itu memang bisa terjadi."

"Aku melakukannya untuk berusaha memperbaiki keadaan. Setelah urusanku di Torrington House selesai, aku juga tidak serta merta berangkat dengan kereta kuda sewaan ke Carlisle. Tentu saja aku akan mengusahakan persiapan sebaik-baiknya agar tidak...mati tergorok di jalanan."

"Seharusnya kau menceritakan padaku dulu."

"Apakah Anda akan bersedia mengantarku ke pesta dansa?" 

"Aku akan langsung mengantarmu ke Carlisle seperti yang saat ini kulakukan. Setidaknya kau tidak akan mendapat kesempatan melakukan rencana gilamu."

Giliran Kaytlin menatap kesal. "Sebenarnya aku tidak mengharapkan ucapan terima kasih, tapi rencana gila yang kujalankan terbukti membuat Duke of Torrington menandatangani perjanjian Anda. Jadi seharusnya Anda mengucapkan terima kasih dibanding memarahiku."

"Jadi kau ingin ucapan terima kasih atau tidak?"

"Tidak!" gerutu Kaytlin. "Aku yang menciptakan masalah itu."

"Syukurlah kalau kau memang sadar sehingga aku tidak perlu mengingatkannya lagi," balas Lord Blackmere sarat sindiran.

Kaytin hanya bisa memberengut. Entah bagaimana pria itu selalu bisa membuatnya merasa bersalah sekaligus juga menumbuhkan keinginan membangkang yang teramat sangat. Memang benar, jika terjadi sesuatu padanya maka yang pertama ditanya oleh keluarganya pastilah Lord Blackmere, tetapi mereka tidak mungkin menyalahkan pria itu karena Kaytlin bertindak sendiri tanpa sepengetahuannya.

Hanya saja saat Kaytlin mulai teringat lagi kejadian di rumah kaca, kekesalan dalam dirinya mendadak hilang digantikan oleh kekhawatiran mendalam. Di depannya ini adalah pria yang dikhianati diam-diam oleh wanita yang membuatnya berkorban bertahun-tahun. Kaytlin tidak bisa membiarkannya.

"My Lord!" cetus Kaytlin spontan yang membuat Lord Blackmere menoleh lagi padanya. "Aku ingin..."

Ucapan Kaytlin tertahan di udara. Ia terdiam tak berkedip, begitu pula Lord Blackmere yang menunggu dengan serius.

Sebenarnya Kaytlin ingin mengatakan tentang kejadian di rumah kaca itu, tetapi ia kebingungan merangkai kata agar tidak melanggar janjinya pada Duke of Torrington. Bagaimanapun juga janji itu tidak beralasan. Kaytlin tergoda untuk melanggarnya. 

"Apa yang kauinginkan?!" tanya Lord Blackmere tak sabar karena Kaytlin belum juga melanjutkan. 

"A-aku ingin...ke Vauxhall Garden." Kaytlin sukses membuat pembicaraan ini menjadi tidak jelas. Rasanya ia ingin menangis. 

Tapi Lord Blackmere sepertinya sudah terbiasa dengan keanehannya. "Tidak ada apa pun yang bisa kautemukan di sana sekarang."

"Hanya bercerita karena kita akan melakukan berjam-jam perjalanan ke Carlisle! Rasanya akan membosankan jika kita diam saja sepanjang perjalanan. Aku juga tidak berkeinginan ke Vauxhall Garden sekarang, tapi kurasa itu topik yang menarik." Kaytlin tertawa canggung.

Lord Blackmere tentu saja, tidak ikut tertawa.

Dengan cemas Kaytlin mengalihkan pandangan ke pangkuan sembari memutar otak. Satu-satunya alasan logis bahwa Lord Blackmere ingin cepat-cepat mengantarnya ke Carlisle adalah agar bisa memenuhi keinginan Duchess of Schomberg untuk bertemu seperti dalam surat yang dititipkan kepada Kaytlin terakhir kali. Mengapa ia harus mengetahui keburukan wanita itu di saat-saat terakhir sehingga Kaytlin tidak tenang ke Carlisle? Kaytlin tidak tahu apa yang akan direncanakan sang duchess sebagai alibi. Lord Blackmere tidak boleh bertemu dengannya, Kaytlin harus memastikan itu sementara waktu terus berjalan seiring dengan kereta yang bergerak semakin cepat. Dalam hitungan jam, mereka akan segera berpisah dan Kaytlin mungkin tidak akan memiliki kesempatan lagi. 

Masalahnya, apa yang harus ia lakukan?

Di tengah kebingungan itu ia teringat tuduhan sang duchess. Jika benar Kaytlin adalah orang ketiga dalam hubungan mereka, itu berarti Lord Blackmere memiliki perasaan padanya. Di satu sisi Kaytlin merasa ragu, namun di sisi lain ia merasa segala hal yang terjadi mulai bercampur-baur menjadi benang merah yang saling berkaitan satu sama lain. Ucapan Dowager Marchioness sebelum berangkat ke Harrogate juga kembali terngiang.

"Aku sempat berharap Raphael akan berpaling dari wanita itu karena terpikat padamu."

Terpikat padanya...? 

Kaytlin mengangkat wajah mengamati pria di hadapannya lekat-lekat. Pemahaman baru itu hanya membuatnya berdebar-debar, sekaligus pusing. Tentu saja Kaytlin tidak mungkin bertanya langsung untuk memastikan. Lalu bagaimana cara mengetahuinya? Apakah ia harus merayu pria itu seperti saran Selene dan Melissa? Dowager Marchioness juga secara tersirat menyuruhnya merayu cucunya sendiri--jika Kaytlin tidak salah mengartikan.

Tidak! Tidak! Tidak! Kaytlin menggeleng karena syok dengan pikirannya. Seandainya ingin pun, ia tidak tahu bagaimana cara merayu pria yang baik dan benar. Pelajaran tata krama juga tidak mengajarkan cara merayu pria kepada seorang lady. 

Tapi hal itu sepertinya bukan sesuatu yang harus dipelajari melainkan terjadi secara alami seperti kejadian di perpustakaan terakhir kali. Satu ciuman sudah cukup untuk memulai, membuatnya lupa akan segalanya. Sensasi itu terlalu kuat hingga Kaytlin tidak bisa menahan. Bahkan dengan hanya mengingatnya saja sudah cukup membuat wajahnya memanas hingga ia merasa malu dengan pikirannya sendiri. Perlahan Kaytlin mengintip dari sudut mata berharap Lord Blackmere tidak melihat, tetapi ternyata pria itu sedang menatapnya dengan kening mengernyit. Dengan tak nyaman, Kaytlin menarik napas panjang dan mencoba memperbaiki posisi duduknya yang sebenarnya baik-baik saja.

Air yang jatuh di atap kereta menimbulkan suara dengan intensitas yang meningkat membuat perhatian Lord Blackmere teralihkan. Kaytlin merasa lega dengan itu. Rintik hujan turun dan semakin lama semakin deras sebelum akhirnya hujan lebat mengguyur kota London. Kaytlin menatap ke jendela, melihat air menuruni kaca yang membuat pemandangan kota terlihat bagai lukisan abstrak. Meskipun samar, ia masih bisa mengenali tempat-tempat terkenal yang mereka lewati, salah satunya Brown's Hotel yang merupakan hotel tertua di London. 

Mungkin Kaytlin harus melupakan rencana merayu tersebut. Spekulasi itu terlalu dini dan belum dapat dipastikan. Jika benar pun, ia tidak yakin seberapa kuat perasaan itu hingga bisa membuat Lord Blackmere melanggar janjinya untuk menikahi Duchess of Schomberg. Janji itu terlalu kuat mengakar bertahun-tahun seperti sebuah pohon ek yang tidak akan tumbang diterpa badai. Yang terpenting ia harus menghambat mereka ke Carlisle dulu. 

"My Lord, bagaimana jika kita menginap di hotel?" usul Kaytlin antusias.

Lord Blackmere memberikan tatapan seolah-olah Kaytlin baru saja mengajaknya merencanakan pembunuhan.

"Maksudku bukan hotel ini. Aku tahu hotel ini terlalu mahal. Kudengar di sepanjang perjalanan menuju ke utara ada banyak hotel di__"

"Persetan dengan harganya! Apa kau tidak tahu apa yang sedang kaubicarakan?!" sela Lord Blackmere meradang.

"Aku tahu tidak pantas bagi seorang wanita terlihat memasuki hotel, apalagi bersama pria," runut Kaytlin dengan ceria. "Dan meski tidak sekamar sekalipun." Tak lupa ia menambahkan.

"Lalu?"

"Aku berpikir tentang Anda yang harus mengantarku ke utara dalam cuaca buruk."

"Kau tidak perlu repot memikirkan hal itu."

"Aku juga memikirkan kuda-kuda penarik kereta ini dan kusir...serta pelayan Anda yang kehujanan."

"Mereka sudah memakai pelindung hujan."

"Tapi sepertinya akan turun badai."

"Cuaca di Inggris tidak bisa diprediksi. Semua bisa berubah."

Tepat setelah pernyataan itu, terdengar bunyi gemuruh di kejauhan. Kaytlin melirik langit-langit kereta lalu kembali menatap ke depan dengan tenang. Mereka terdiam beberapa saat.

"Kita akan ke Carlisle," sambung Lord Blackmere dengan kaku seakan keputusannya itu tidak akan bisa diganggu gugat meski terjadi hujan badai atau kiamat sekalipun.

***

Belum ada setengah jam, Lord Blackmere sendiri akhirnya terpaksa menghentikan kereta di suatu tempat bernama House of Angels. Kaytlin mengetahuinya dari papan nama tempat itu yang tergantung di depan pintu masuk. Dari namanya terdengar menjanjikan. Bangunan bertingkat dua itu terlihat nyaman. Jendelanya tertutup tirai, namun dari cahaya yang terlihat di dalam pasti sangat terang dan hangat. Asap putih membubung dari tiap cerobong menandakan semua perapian menyala.

Hujan semakin lebat disertai angin kencang dan petir sehingga Kaytlin berlari menuju teras saat turun dari kereta. Air membasahi tudung mantel yang melindungi kepalanya sementara sepatu dan ujung gaunnya terkena lumpur. Kusir kereta dan para pelayan menuntun kuda serta kereta ke istal yang tersedia di sebelah bangunan. Karena angin kencang membuat suara tidak terdengar, Kaytlin tidak bertanya apa pun hingga melewati pintu masuk. 

Begitu pintu dibuka, telinganya disambut oleh alunan musik ceria yang berasal dari bagpipe dan biola. Suasana di dalam sangat ramai dan meriah. Semua orang bersorak dan tertawa riang. Gelas-gelas berisi minuman dioper oleh pelayan kepada orang-orang di meja bar. Di meja makan pun tak kalah riuh, para pria duduk ditemani para wanita...di pangkuan mereka. Sebagian besar wanita itu memakai gaun berleher rendah yang menampilkan belahan payudara secara terang-terangan. Salah satunya yang terlihat paling cantik sedang menari di atas panggung dengan gerakan sensual sementara para lelaki yang berkerumun melambai-lambaikan uang padanya.

Untuk beberapa saat Kaytlin mematung di tempat. 


"Miss, apa kau tersesat?" 

Kaytlin menoleh pada seorang pria yang terseok-seok mendekatinya dengan botol minuman di tangan. Rambut pria itu berwarna coklat sebahu namun mengalami kebotakan yang luas di bagian atas.

"Apa kau datang sendirian? Perlu bantuan?" Pria itu menyeringai. Salah satu gigi atasnya yang tanggal membuatnya terlihat lucu sehingga Kaytlin ikut tersenyum. 

"Terima kasih atas perhatian Anda, tapi jangan khawatir karena aku bersama__"

Belum selesai mengucapkannya, Lord Blackmere menggamit tangannya dan mengajaknya ke sebuah meja yang cukup jauh.

"Tidak sopan meninggalkan orang tiba-tiba di tengah percakapan," protes Kaytlin sambil membuka tudung mantel dan mendaratkan bokongnya di kursi.

"Simpan saja keramahanmu di sini. Lebih baik lagi jika kau tidak menanggapi," tanggap Lord Blackmere ketus.

Keriuhan dari arah tangga membuat mereka menoleh berbarengan. Tampak seorang laki-laki setengah mabuk menaiki tangga bersama wanita penari tadi. Ia mencium penari itu sebelum menyisipkan uang di belahan dadanya. Para pengunjung lain di bawah tangga menyoraki dan bersiul. Kaytlin tidak terlalu terkejut lagi mengingat sudah banyak kejadian luar biasa hari ini. Ia kembali menatap meja seakan tidak terjadi apa-apa, begitu pula dengan Lord Blackmere.

"Seharusnya kita menepi saat sudah setengah perjalanan... di tempat yang lebih pantas, tapi sepertinya cuaca tidak mendukung," lanjut Lord Blackmere dengan nada frustrasi. 

"Bagaimana jika kita berangkat saja di lain hari saat cuaca lebih baik?" bujuk Kaytlin, mungkin untuk keseratus kalinya.

"Tidak. Kita akan menunggu sejenak lalu berangkat kembali." Lord Blackmere bersikeras.

Seorang pria berkumis tipis berusia pertengahan empat puluh tahunan mendatangi meja mereka dengan gaya dramatis. Tuniknya yang panjang tidak ia kancingkan sehingga ujungnya berkibar-kibar saat berjalan. Ia memperkenalkan diri sebagai pemilik penginapan dan langsung mengenali bahwa Lord Blackmere adalah bangsawan mengingat penampilan mereka berbeda dibanding semua orang di sana. 

"Anda sangat beruntung karena kamar di sini masih tersisa satu, Milord," ucap pemilik penginapan itu penuh semangat.

"Kami tidak berencana menginap." 

"Kamar di sini sangat bersih, kasurnya empuk dan kujamin tidak berkutu. Kami juga bisa menyediakan bak mandi dengan air hangat di dalam ruangan beserta taburan bunga di tempat ti__"

"Kami tidak berencana menginap!" ulang Lord Blackmere jengkel. "Berikan kami lima porsi menu makan malam kalian. Dua untuk kami, dan tiga untuk pelayanku yang masih di luar. Setelah itu kami akan pergi."

"Sayang sekali kalau begitu." Pemilik penginapan tersenyum kecewa. "Sepertinya Anda sangat terburu-buru tetapi pergi ke utara adalah ide yang buruk, Milord, mengingat bahaya yang bisa terjadi. Badai terakhir beberapa hari lalu cukup kencang hingga pohon ek dan yew tumbang di Great Knott Wood. Tidak ada yang bisa menjamin itu tidak terjadi lagi sekarang."

"Ek dan yew?" Kaytlin tertegun. Suatu kebetulan bahwa perumpamaan yang tadi ia pikirkan benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

"Aye, benar, Milady," sahut pemilik penginapan. Meski ia salah menyebut Kaytlin sebagai lady, Kaytlin tidak mengoreksinya karena Lord Blackmere juga tidak mengoreksi. "Bayangkan, pohon-pohon sekokoh itu bisa tumbang. Beberapa pengunjung di sini kebetulan juga menunda perjalanan ke utara demi keselamatan." Pemilik penginapan itu menoleh ke sebelah. 

Di dekat mereka tampak para pengunjung lain duduk berkumpul dan makan dengan tenang, tidak ikut berbaur dengan keramaian yang ada. Penampilan mereka masih lengkap dengan mantel tebal tanda akan menempuh cuaca dingin di utara. 

"Baiklah, makan malam Anda akan segera diantarkan. Saya yakin Anda sekalian akan menyukainya karena masakan koki di sini selalu mendapat pujian," kata pemilik penginapan penuh percaya diri sebelum pergi meninggalkan meja mereka. 

Kaytlin menunggu komentar Lord Blackmere setelah mengetahui informasi tentang badai tersebut, tetapi pria itu seperti biasa hanya diam saja meski terlihat berpikir.

"Setidaknya kita tidak akan terancam mati tergorok di jalanan karena para perampok tidak beroperasi saat ada badai semacam ini." Kaytlin mencoba bergurau lalu berhenti dengan sendirinya karena mendapat tatapan tajam.

"Aku hanya mencoba membuat suasana sedikit lebih ceria sehingga tidak terlalu memikirkan bahwa kita sedang terjebak badai dan berakhir di rumah bordil," ringis Kaytlin. 

"Kaupikir siapa yang membuat kita berada dalam situasi ini?! Seandainya kau berangkat tadi pagi, mungkin sekarang kau sudah memerah sapi di estat Malton dan aku berada di estatku yang suram."

Kaytlin mengerutkan dahi tak terima. "Bagian itu tidak sepenuhnya kesalahanku. Anda bisa saja pulang ke estat Anda...yang suram, tetapi Anda yang memilih berangkat sekarang."

"Seharusnya kau berterima kasih aku bersedia mengantarmu."

"Aku berterima kasih pada Anda, My Lord, tapi__"

"Cukup. Hanya itu yang ingin kudengar."

"__tidak ada yang memaksa Anda mengantarku," Kaytlin meneruskan. "Malah seharusnya aku yang mengeluh mengingat harus terpaksa pergi ke Carlisle dalam cuaca buruk semacam ini karena menuruti keputusan Anda."

Lord Blackmere menyipitkan mata. "Oh?" Itu adalah 'oh' yang diucapkan dengan arogan dan sama sekali tidak terdengar menyenangkan."Kau mencoba membuat dirimu seolah-olah yang menjadi korban sekarang?" 

"Tentu saja tidak! Anda lihat sendiri aku tidak mengeluh sejak tadi," bantah Kaytlin. "Setidaknya belum..." gumamnya sambil menatap takut-takut. "Well, aku berusaha tetap tenang dan mencari sisi positif dari apa yang terjadi karena kupikir akan lebih menyenangkan menghadapi situasi ini dengan hati yang gembira."

"Sayangnya kita tidak sepemikiran, Miss de Vere. Tapi aku juga tidak pernah berekspektasi lebih menyangkut apa yang akan terjadi setiap kali aku bersamamu. Malah aku sudah bersiap untuk yang terburuk, seperti biasa."

"Oh?!" Kaytlin terperangah. Apa yang dikatakan pria itu tadi mengesankan ia selalu sial jika bersama Kaytlin. "Terjebak di rumah bordil bukan hal buruk. Semua itu tergantung persepsi."

"Aku penasaran bagaimana persepsi masyarakat tentang seorang debutan di rumah bordil."

Baru saja Kaytlin hendak membuka mulut untuk membalas, seorang pelayan wanita datang membawa nampan berisi makan malam mereka. Lalu ia kembali lagi membawakan dua gelas scotch dan meletakkannya di meja dengan berdebam, menyebabkan isinya sedikit tumpah. "Dua porsi makan malam."

"Terima kasih," tukas Kaytlin. Pelayan itu tetap menunggu tanpa berniat beranjak dari sana dan baru pergi dengan senyum nakal setelah Lord Blackmere mengeluarkan beberapa penny dari sakunya. 

Hidangan di depan mereka terdiri dari sup ikan haddock, kentang tumbuk dengan haggis , strawberry cranachan, dan pai makaroni. Mereka menatapnya berbarengan bagai menatap objek penelitian.

"Sepertinya terlihat enak," komentar Kaytlin dengan antusias.

"Jangan berharap banyak," komentar Lord Blackmere dengan kening berkerut. 

"Karena aku belum pernah makan makanan Skotlandia sebelumnya, aku tidak punya perbandingan. Jadi kurasa aku akan menyukainya apa pun itu," Tanpa menunggu lagi, ia menyesap scotch untuk menghangatkan badan, lalu mencoba satu per satu makanan tersebut dimulai dari sup. 

Baru menyendok satu suap, Kaytlin mengangkat wajah dan tersenyum antusias pada Lord Blackmere. "Supnya cukup enak. Ini permulaan yang bagus." Lalu perhatian Kaytlin beralih pada kentang tumbuk. "Aku penasaran apa ini." Kaytlin menyendok sedikit kentang tumbuk dan sesuatu di atasnya. Ia mengerutkan kening saat mengunyah. "Sepertinya daging cincang, tapi ini berbeda. Teksturnya sedikit lebih kenyal."

"Kalau kau pernah mendengar, itu adalah haggis yang terbuat dari jeroan, usus, dan hati domba..."

Kaytlin berhenti mengunyah.

"...dan kadang bagian lain yang tidak bisa kusebutkan," lanjut Lord Blackmere tanpa berkedip seakan menikmati kegembiraan yang memudar perlahan dari wajah Kaytlin. "Tapi kurasa kau akan menyukainya apa pun itu, bukan?" 

"Yah..." Kaytlin meringis seraya lanjut mengunyah perlahan dan memaksakan menelan makanannya bagai bongkahan batu. Lalu ia meraih scotch lagi dan meminumnya banyak-banyak.

"Kau tidak perlu memakannya jika tidak ingin." Lord Blackmere mendengus heran dan tersenyum geli. Meski kejadian itu hanya sesaat, Kaytlin sempat melihatnya. Mungkin memang benar kata Lord Vaughan dan Mr. Sommerby bahwa Lord Blackmere tidak akan marah padanya. Sejak tadi pria itu memang tidak serius memarahinya. 

Tanpa sadar ia jadi terpaku. "A-aku harus menghormati koki yang membuatnya. Jadi sudah kuputuskan aku akan memakan hidangan utama ini terlebih dahulu bersama pai makaroni, barulah aku memakan sup yang merupakan hidangan pembuka, dan terakhir strawberry cranachan," jelas Kaytlin dengan bersemangat. "Biasanya orang lebih suka menghabiskan bagian favoritnya lebih dulu, tetapi aku lebih suka menyimpan yang terbaik di akhir. Bukankah itu seperti filosofi hidup? Bersakit-sakit dahulu, berakhir manis kemudian." Ia tersenyum lebar.

Untuk sesaat Lord Blackmere memandangnya dalam diam. "Seandainya kita bisa memilih untuk mengaturnya," katanya kemudian. "Tapi terkadang tidak semua berakhir manis."

Kaytlin tidak mengerti apa yang dikatakan Lord Blackmere menyangkut dirinya sendiri ataukah orang lain. "Memang kebahagiaan tidak harus berakhir manis karena arti kebahagiaan bagi setiap orang berbeda-beda. Seperti Papa dan Mama," tuturnya sambil mengangguk-angguk. "Tapi mereka bahagia. Aku tahu karena Mama yang mengatakannya saat terakhir kali. Ia tidak menyesal," ucap Kaytlin sungguh-sungguh. 

Lord Blackmere terdiam lagi.

Keheningan tiba-tiba menyeruak di antara mereka meski ruangan itu masih ramai oleh alunan musik yang mengentak diiringi suara para pemabuk di dekat bar yang bersemangat menyanyikan lagu Betsy si Pemerah Sapi.

"Well, seperti biasa aku terlalu banyak berbicara sehingga lupa bahwa Anda sedang makan." Kaytlin berdeham canggung dan melanjutkan memakan makan malamnya. "Selamat makan, My Lord." Tanpa menunggu balasan, ia menurunkan pandangan untuk fokus memotong haggis

"Selamat makan, Miss de Vere." 

Ternyata ia mendapat balasan. 

Rasa haggis itu sebenarnya tidak buruk jika saja tidak memikirkan komposisi di dalamnya. Dan tanpa perlu berusaha, alam pun membantu Kaytlin menghambat perjalanan mereka ke utara. Hujan dan badai di luar belum juga reda. 

***

Baru saja Kaytlin bersyukur, tiba-tiba badai itu mereda dengan sendirinya. Bahkan yang lebih buruk, langit menjadi cerah penuh bintang seperti langit di musim panas. Apa-apaan ini?

Sambil menengadah menatap langit yang mengkhianatinya, Kaytlin bersedekap di depan penginapan. Lord Blackmere sedang berbicara pada kusir dan pengawal yang tengah bersiap-siap. Entah apa yang mereka bicarakan, Kaytlin tidak terlalu peduli. Udara masih terasa dingin, tapi tidak bisa dipungkiri langit saat itu memang sangat indah. 

Terdengar langkah-langkah pendek menghampirinya sehingga Kaytlin menoleh dan mendapati Lord Blackmere ikut menatap langit. Namun keindahan itu tidak menarik perhatiannya terlalu lama.

"Seperti yang Anda katakan, cuaca di Inggris memang tidak bisa diprediksi." Kaytlin tersenyum tipis dan mengangkat kedua bahu.

Lord Blackmere tidak menanggapi dan malah mengamati penampilan Kaytlin dari ujung rambut hingga terhenti pada sepatu kain di kakinya yang basah penuh lumpur. 

"My Lord, semua sudah siap." Salah seorang pengawal menginformasikan seraya menurunkan tangga pijakan. Kembali Lord Blackmere membantunya menaiki kereta sebelum ikut duduk di posisinya biasa. Kereta bergerak dengan lambat keluar dari halaman rumah bordil.

Lord Blackmere membuka sebuah lemari kecil di bawah tempat duduk dan memberikan selimut tebal pada Kaytlin. "Lepaskan sepatumu."

"Terima kasih." Kaytlin menerima penuh syukur dan melepaskan sepatunya yang memang membuat kakinya kedinginan. Ia merentangkan selimut, lalu menaikkan kedua kaki ke baliknya di atas tempat duduk.

Berpuluh-puluh menit berikutnya mereka habiskan dalam diam. Kaytlin juga ikut menatap ke luar jendela sambil mengetatkan pelukan selimutnya dan menopangkan dagu di lutut. Pikirannya berkelana jauh. Ia sebenarnya tidak terlalu suka keheningan, tapi setelah segala hal mengerikan yang terjadi, keberadaannya di dalam kereta ini sekarang bagaikan sebuah berkah. Ia lelah, namun juga lega. Hanya saja bagi Kaytlin, tidak ada yang berubah : ia akan tetap dikirim ke Carlisle. Kenyataan itu membuatnya putus asa.

Untuk sementara.

Samar-samar ia menyadari bahwa pemandangan di luar jendela semakin mirip dengan pemandangan yang ia lihat setiap hari. Dengan cepat Kaytlin menegakkan kepala dan mengamati lebih cermat untuk memastikan. 

"Kita kembali ke Blackmere Park?" toleh Kaytlin.

"Setelah apa yang dikatakan pemilik penginapan, tidak ada salahnya menunda keberangkatan beberapa jam hingga pagi," sahut Lord Blackmere muram.

"Itu keputusan yang bijaksana, My Lord."

"Sama sekali tidak. Kita harus segera berangkat begitu hari terang."

Lord Blackmere kemungkinan berpikir tentang kepantasan bahwa mereka berada dalam satu rumah tanpa pendamping lagi. Atau juga pria itu berpikir harus mengundurkan pertemuannya dengan Duchess of Schomberg. Kaytlin tidak berani bertanya, tapi tentu saja itu spekulasi yang paling mendekati. Apa pun itu, Kaytlin merasa senang perjalanan itu ditunda. Ia memiliki kesempatan untuk menyusun rencana, entah apa.

Kereta kuda memasuki gerbang Blackmere Park dan berhenti di teras yang hanya diterangi oleh penerangan minim di dekat pintu utama. Lord Blackmere lebih dulu turun dari kereta untuk membantu Kaytlin sesuai kesopanan. Lalu mereka berdiri di teras menunggu pintu utama dibukakan.

"Apa yang kaulakukan hingga Torrington bersedia menandatangani perjanjian itu?" Tanpa disangka, Lord Blackmere memulai topik yang paling Kaytlin hindari sejak tadi.

"Aku hanya meminta maaf padanya, lalu ia bersedia," jawab Kaytlin singkat.

"Semudah itu?"

Kaytlin mengangguk perlahan. 

Lord Blackmere terlihat berpikir. Kaytlin bisa merasakan keheningan menegangkan berdengung di sekelilingnya apalagi kereta kuda sudah pergi ke belakang bangunan manor bersama kusir dan para pelayan. 

Bunyi klik dari lubang kunci menyelamatkan keadaan. Gilles yang berjaga malam membukakan pintu untuk mereka. Pelayan itu terkejut melihat Kaytlin, tapi hanya sesaat karena ia langsung menyapa dengan gugup begitu mereka melewati pintu untuk masuk ke dalam.

"Se-selamat datang, My Lord, Miss de Vere."

"Selamat malam, Mr. Gilles." Kaytlin tersenyum.

"Kau tahu? Aku dan Maximillian perlu berbulan-bulan untuk membuat Torrington berubah pikiran. Sepertinya aku tidak bisa begitu saja percaya kau bisa membuatnya berubah hanya dalam satu malam," lanjut Lord Blackmere seraya melepas mantelnya. Interogasi itu ternyata belum selesai.

"Anggap saja aku beruntung." Kaytlin menaruh tas tangannya di atas meja lalu juga lanjut melepas sarung tangan berikut mantelnya.

"Menyangkut Torrington tidak ada yang bernama keberuntungan."

"Kalau begitu keajaiban."

"Aku tidak percaya keajaiban."

Kaytlin berbalik untuk menghadap pria itu lekat-lekat. "Sebenarnya Anda mengharapkan jawaban yang seperti apa?" keluhnya sedikit jengkel.

Jeda sesaat.

Dengan raut enggan, Lord Blackmere akhirnya bertanya, "Apakah terjadi sesuatu yang buruk saat kau bernegosiasi dengannya?"

Tentu saja. Yang terburuk malah, batin Kaytlin.

"Aku baik-baik saja, tidak terluka, tidak membuat masalah, dan tidak kekurangan sesuatu apa pun jika memang itu yang ingin Anda ketahui...entah Anda peduli atau tidak," imbuhnya di akhir kalimat agar tidak terkesan terlalu percaya diri. "Setidaknya Anda tidak perlu khawatir aku akan mempermalukan Anda ataupun harus menjelaskan apa pada Her Lady, adikku, dan Lord Malton."

"Jika aku tidak peduli padamu, aku tidak mungkin mencarimu ke Torrington House," balas Lord Blackmere gusar.

Kadang-kadang Kaytlin heran bagaimana pria itu bisa spontan mengucapkan atau melakukan hal yang paling tidak terpikirkan. Kaytlin tidak siap dengan ini. Seketika ia tertegun seperti orang bodoh sementara jantungnya berdebar tidak keruan. Reaksi yang terlalu berlebihan hanya untuk sebuah kalimat yang mungkin saja tidak berarti. 

"Saya akan membangunkan Mr. Basset untuk membantu Anda." Gilles--yang keberadaannya sejak tadi tak dianggap--berdeham.

"Tidak perlu. Biarkan dia beristirahat," sahut Lord Blackmere tanpa melihat pada Gilles.

"Baik, My Lord. Sekarang bisakah saya membantu menyimpan mantel Anda sekalian?"

Lord Blackmere menyerahkan mantelnya, begitu pula Kaytlin. Dengan lega, Gilles kembali menuju pintu depan untuk menguncinya.

"Jika kau perlu bantuan pelayan, katakan saja."

Kaytlin menggeleng. "Aku bisa sendiri."

Entah kenapa Lord Blackmere sepertinya menyadari kalimat spontan yang diucapkannya tadi agak ambigu. "Maaf," ujarnya. "Kumohon jangan dipikirkan. Ini semua karena Sophie mengatakan..."

Ucapan Lord Blackmere menggantung di udara seakan tersadar ia salah berucap lagi.

Alis Kaytlin bertaut. "Apa yang Her Grace katakan?" 

"Lupakanlah. Selamat malam." Lord Blackmere berbalik dan menaiki tangga.

Kaytlin ikut menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Beberapa lampu gas penerangan sudah dimatikan membuat Kaytlin melangkah dengan hati-hati hingga selamat sampai di depan pintu kamar. Sementara tangannya menyentuh gagang pintu, Kaytlin berhenti untuk menyempatkan diri melihat punggung Lord Blackmere menjauh menuju kamarnya yang berada di ujung koridor.

Merasa sedikit berat hati, Kaytlin membuka pintu kamarnya dan menaruh sepatu kotornya di lantai. Ia berdiri di sana selama beberapa menit dengan pikiran berkecamuk. Suasana hati Kaytlin berubah 180 derajat begitu mendengar nama Duchess of Schomberg disebut. Jadi Lord Blackmere sudah bertemu dengan wanita itu. Pasti diam-diam saat Kaytlin sedang menunggu di aula depan. 

Kecurigaan Kaytin mulai muncul mengingat ia baru saja mendapati karakter Duchess of Schomberg di luar dugaannya selama ini. Apa yang dikatakan wanita itu sehingga Lord Blackmere tadi bertanya tentang Duke of Torrington? Kaytlin berbalik gusar dan keluar kamar kembali untuk berjalan menuju tempat di manor ini yang tidak pernah ia masuki sekali pun. Ia pasti sudah gila tapi ia harus memastikan sesuatu.

Dengan penuh tekad, ia mengetuk pintu besar yang berada di sana.

"Masuk." Terdengar sahutan dari dalam.

Kaytlin mendorong pintu yang memang belum terkunci itu sebelum memasuki ruangan. Langkahnya teredam oleh karpet Aubusson yang melapisi lantai, namun ia berhenti setelah berjalan beberapa langkah guna melihat situasi.

Kamar itu hanya sedikit lebih luas dari kamar yang ditempati Kaytlin. Interiornya didominasi oleh warna biru seperti biasa. Yang membedakan hanya terdapat lukisan malaikat di langit-langit yang pasti sangat indah jika dilihat di siang hari. Pencahayaan di ruangan itu sangat minim. Hanya dua lampu di dekat tempat tidur yang menyala dan satu lagi di dinding dekat meja tulis. Namun Kaytlin masih bisa melihat ada pintu penghubung di sebelah kanan yang pasti merupakan kamar untuk marchioness.

"Sudah kukatakan kau tidak perlu kemari," ujar Lord Blackmere yang masih membelakanginya karena sibuk menyalakan perapian. Pria itu pasti menyangkanya Mr. Basset dan belum melihat siapa yang datang.

Kaytlin menarik napas dan berujar pelan, "My Lord__"

"Apa-apaan!" Lord Blackmere menyentak tongkat besi ke perapian hingga membuat bara-bara kecil beterbangan. Ia berdiri dan berbalik menatap Kaytlin bagai melihat hantu. 

"Aku ingin berbicara dengan Anda." Kaytlin melanjutkan.

"Miss de Vere, aku sudah terbiasa dengan kelakuan anehmu, tetapi ini adalah kegilaan paling luar biasa yang kaulakukan selama di sini. Apa kau tidak bisa menunggu besok?!"

Nada murka di suara pria itu hampir membuat Kaytlin mundur. "Maaf, My Lord, aku memang tidak bisa menunggu besok. Aku ingin  tahu apa yang dikatakan Her Grace."

"Pembicaraan kita sudah selesai."

"Aku tahu apa yang Anda ucapkan tadi dan aku yakin itu menyangkut tentang diriku. Jadi pembicaraan ini sama sekali belum selesai," tuntut Kaytlin tak mau kalah. "Apa yang Her Grace katakan?" desaknya.

"Sebaiknya kau tidak perlu tahu."

"Mengapa aku tidak perlu tahu?"

"Itu tidak penting."

"Kurasa aku bisa menilai sendiri nanti." Kaytlin bersikukuh dan tetap berdiri di tempatnya meski mereka hanya saling bertatapan untuk beberapa saat.

Lord Blackmere membenamkan satu tangan ke sela-sela rambutnya dengan frustrasi. "Baiklah! Ini salahku yang mengungkit lebih dulu. Aku sudah mencoba mengutarakan pertanyaanku dengan lebih halus tapi ia mengatakan kau merayu Torrington."

Tetap saja Kaytlin tidak bisa menyembunyikan keterkejutan meski sudah berpikiran buruk sejak awal. Ia ternganga di tempat. "Aku? Merayu Duke of Torrington?!" 

"Itu tidak benar, bukan?"

"Anda bahkan bisa memikirkan ada kemungkinan aku melakukannya?"

"Entahlah."

Keraguan dalam tanggapan Lord Blackmere membuat Kaytin makin tercengang. "Apakah aku terlihat seperti seseorang yang mampu merayu orang lain?!" Ia memprotes.

"Kadang-kadang."

"Maaf? Kapan itu pernah terjadi?"

"Ada banyak yang menyukaimu, meski mereka semua agak aneh...seperti Blackbeard."

"Breadbane!" ralat Kaytlin geram. "Tapi tetap saja itu tidak bisa dijadikan indikasi bahwa aku gemar merayu orang lain..." Kaytlin menyentuh pelipis dan memejamkan mata. "Ya, Tuhan. Ini sangat..." Ia sampai tidak bisa berkata-kata karena syok mengetahui Duchess of Schomberg ternyata membuat alibi dengan mencoba memutarbalikkan fakta. Wanita itu benar-benar menguras habis rasa simpati dan kebaikan yang tersisa dari Kaytlin untuknya. 

"Semua yang kaukatakan sudah cukup jelas bagiku, Miss de Vere. Anggap saja aku mempercayaimu dan apa yang dikatakan Sophie hanya kesalahpahaman. Kumohon lupakan semua ini dan kembalilah ke kamarmu."

Kaytlin mengepalkan tangan dan fokus kembali pada keadaan. "Ini belum selesai."

"Aku tidak melihat ada lagi yang harus kita bicarakan."

"Ada sesuatu yang harus kukatakan tentang Her Grace. Dia..." Kaytlin berujar seraya menarik napas untuk mendapatkan kembali ketenangan jiwa dan raganya. Inilah saatnya, Kaytlin sebenarnya tidak ingin memperpanjang masalah, tetapi Duchess of Schomberg yang mencetuskan perang. Mau tak mau Kaytlin akan melawan sekuat tenaga. Ia akan berusaha meraih apa yang ia inginkan tanpa ragu sekarang.

"Dia apa, Miss de Vere?" tanya Lord Blackmere.

"Dia...menuduhku sebagai wanita lain Anda." 

Kebisuan yang menghinggapi ruangan itu terasa memekakkan. Kaytlin sangat ingin Lord Blackmere segera mengatakan sesuatu. Apa pun. Tetapi pria itu hanya diam memandangnya dengan raut tak terbaca sehingga Kaytlin tidak bisa menebak pikirannya. 

"Kenyataannya tidak, bukan?" Akhirnya Lord Blackmere bersuara. "Jadi tidak ada yang perlu kaukhawatirkan."

"Kupikir juga seperti itu. Namun setelah Her Grace mengatakannya, jangan salahkah aku jika sedikit curiga. Anda pernah menciumku. Berkali-kali." Kaytlin mengingatkan. 

"Aku berutang maaf padamu. Kuakui itu adalah kesalahan yang tidak akan terulang lagi."

"Tapi secara pribadi bagi Anda, apakah benar aku adalah wanita lain itu?"

Lord Blackmere menatap Kaytlin waspada. "Untuk apa kau menanyakannya?"

"Aku hanya ingin tahu."

"Keingintahuanmu tidak beralasan. Sekarang, bisakah aku memintamu keluar dari kamarku?"

"Hanya ya, atau tidak, My Lord."

"Tidak."

Jawaban itu diutarakan dengan cepat dan dingin. Namun Kaytlin belum menyerah. "Bisakah Anda buktikan?"

"Apa maksudmu?"

Kaytlin menelan ludah dengan susah payah. Sebenarnya Kaytlin merasa malu luar biasa, tetapi ia sudah bertekad mengerahkan setiap jengkal keberaniannya. "Aku ingin Anda menciumku lagi."

Lord Blackmere memberikan tatapan seolah curiga dirinya telah salah mendengar. "Maaf?"

Kaytlin menghela napas dan mengulang dengan intonasi yang lebih jelas. "Aku ingin Anda menciumku lagi."

"Apa kau benar-benar sudah gila sekarang?!" Lord Blackmere menghardik.

 "Aku tidak akan keluar sebelum Anda melakukan apa yang kuminta."

"Kau sedang meminta seorang pria menciummu di kamar tidurnya!"

 "Aku sadar tentang itu," tukas Kaytlin.  

Lord Blackmere memejamkan mata, lalu membukanya lagi untuk menatap Kaytlin dengan geram. "Kau jelas tidak sadar. Aku tidak tahu apa alasan yang membuatmu melakukan ini, tapi aku tidak peduli. Aku tidak akan menciummu. Keluar dari kamarku, Miss de Vere, sebelum aku berlaku tidak sopan dengan menyeretmu sendiri ke pintu."

"Sudah kukatakan aku tidak akan keluar sebelum Anda melakukannya."

"Kau memang memaksaku bertindak kasar." Lord Blackmere melangkah maju untuk mencengkeram lengan Kaytlin dengan tegas dan bersiap membawanya keluar, namun Kaytlin menarik sikunya lepas dari pegangan pria itu.

"Apakah Anda takut?" tantang Kaytlin.

Terdengar tawa ironis. "Kau menganggap daya tarikmu sangat tinggi?"

"Aku malah sedang merendahkan diriku saat ini." Kaytlin berusaha menatap pria itu lekat-lekat meski wajahnya semakin panas karena malu. "Pikirkan aku sebagai seorang wanita biasa tanpa daya tarik seperti yang Anda katakan tadi, hanya sesederhana itu. Jika Anda berhasil melepaskanku, maka aku akan pergi."

"Jika tidak?"

"Maka apa yang dikatakan Her Grace benar."

"Masalahnya bukan hanya itu. Kau tidak tahu risiko yang akan terjadi jika aku tidak berhasil melepaskanmu."

"Berarti Anda tidak yakin bisa melepaskanku?"

Serangan balik dari Kaytlin sepertinya berhasil memprovokasi pria itu. Kilat kemarahan perlahan merayap di matanya.

"Berengsek!!" Tanpa aba-aba, Lord Blackmere menariknya mendekat dan menempelkan bibirnya pada bibir Kaytlin. Kaytlin terkejut dengan serangan tiba-tiba itu, tetapi dengan cepat ia meraih pegangan, mencengkeram kemeja pria itu, dan membalas ciumannya. Bibir pria itu melumat bibirnya dengan desakan sensual. Kaytlin tidak melawan dan mengimbangi dengan desakan serupa. Ini bukan ciuman yang lembut dan halus. Ciuman itu kasar dan menuntut, namun tetap berefek sama bagi Kaytlin seperti ciuman-ciuman sebelumnya, bahkan lebih hebat. Kulitnya menggelenyar, jantungnya berdegup cepat, dan jemari kakinya mengerut di dalam stokingnya. Satu ciuman sudah cukup untuk memulai, membuatnya lupa akan segalanya. Entah apakah itu juga berlaku pada Lord Blackmere, Kaytlin akan segera mengetahuinya.

Mendadak pria itu mendorong Kaytlin menjauh dan mundur beberapa langkah. Tatapannya yang tampak marah bergerak liar menelusuri mata hingga bibir Kaytlin yang terbuka.

"Apakah itu cukup?" tanyanya. 

Merasa kecewa bercampur malu, Kaytlin hanya bisa membalas dengan anggukan tanpa suara. Ia masih berusaha menetralkan detak jantungnya setelah sensasi yang melambungkannya lalu mengempaskannya dengan tiba-tiba ke bumi. Lord Blackmere sudah menunjukkan betapa mudahnya ia melepas Kaytlin di saat Kaytlin begitu susah payah mengendalikan diri saat berdekatan dengan pria itu. Kaytlin telah kalah dalam permainan yang ia ciptakan sendiri.

"Baiklah, aku akan pergi." Kaytlin mencoba terdengar baik-baik saja meski begitu sulit. "Setidaknya ini sudah cukup untuk membuatku malu bertemu Anda lagi. Selama ini aku tidak memiliki alasan kuat untuk tidak selalu melihat Anda di meja makan. Dan berhenti mempelajari Sonata F Minor yang Anda inginkan..." Kaytlin hampir tidak bisa melanjutkan apa yang hendak ia ucapkan. "Dan berhenti berharap kepada seseorang yang sudah..."

Lord Blackmere mengernyit dan memberikan tatapan aneh.

Tanpa menuntaskan kalimatnya, Kaytlin bergegas menuju pintu yang syukurlah, masih terbuka, sehingga ia tidak perlu menanggung malu lebih lama. Entah apakah besok ia sanggup menatap pria itu di meja makan dan di kereta saat perjalanan ke Carlisle tanpa terbayang-bayang kejadian memalukan ini.

Namun sebelum ia sempat keluar melewatinya, pintu tertutup karena didorong tangan seseorang dari belakang. Mengetahui siapa yang melakukannya, Kaytlin menahan napas.

"Kaulihat? Kadang-kadang kau mampu merayu seseorang." Lord Blackmere berucap rendah di telinganya. 

"Aku hanya pernah merayu Anda," sahut Kaytlin, masih membelakanginya. "Itu pun aku tidak mampu melakukannya."

Lord Blackmere menunduk ke arahnya. Kaytlin bisa merasakan belaian lembut hidung pria itu di lehernya, sama sekali tidak terasa mengancam atau memaksa, hanya sekadar menyentuh. Tarikan napasnya tersendat seakan menghirup dalam wewangian di sana. "Kau selalu mampu melakukannya, bahkan tanpa harus berusaha."

Pikiran Kaytlin seketika kacau. Apa yang dilakukan Lord Blackmere tidak bisa membuatnya tenang. Tubuhnya menegang, tapi bagian dalamnya serasa berputar. Ia kebingungan mengidentifikasi perubahan pria itu, takut bahwa itu hanya halusinasinya semata. Tapi semua terasa nyata. 

Jadi benar, ia adalah wanita lain yang dikatakan Duchess of Schomberg. Pria itu...terpikat padanya, tidak bisa menahan diri saat berada di dekatnya, dan hanya memerlukan satu ciuman yang mengubah segalanya, sama seperti Kaytlin.

Lord Blackmere mendekatkan tubuhnya mengurung punggung Kaytlin. Tangannya menyentuh bahu telanjang Kaytlin dan meluncur turun ke sikunya hingga ke bawah telapak tangan Kaytlin. "Miss de Vere, ada dunia yang lebih baik yang menunggumu di balik pintu. Dunia yang tidak dapat kuberikan. Berkali-kali aku mencegahmu pergi, seperti saat ini," ucapnya di tengkuk Kaytlin, sementara Kaytlin menatap kosong ke arah pintu. 

Kaytlin tahu dunia apa yang dimaksud. Bukan musim dingin di Blackmere Park yang gelap dan suram serta jauh dari gemerlap London. Namun dunia debutan dengan prospek cerah, bersama Lissy dan Anthony di Mayfair pada musim semi...tanpa ada pria itu di dalamnya.

Bayangan itu membuat Kaytlin merasa sakit dan ia seketika tahu apa yang lebih ia inginkan.

"Belum terlambat jika kau ingin ke sana," lanjut Lord Blackmere. "Karena setelah ini aku tidak akan bisa berhenti. Kecuali kau menahanku seperti yang terakhir kali kaulakukan di perpustakaan."

Kaytlin berbalik dan mengulurkan tangan untuk mengalungkannya di leher pria itu. Mata mereka bertatapan satu sama lain. "Kali ini aku tidak akan menahan," bisik Kaytlin lirih sebelum mencium pria itu.

In The Middle of the Night ~ Elley Duhe

***

Bagi yang ingin membaca bagian eksplisitnya, silakan ke KARYAKARSA karena aku hanya post di sana. Hanya bagian eksplisitnya saja ya. Intinya mereka sudah melakukannya, meski juga ada bagian penting di sana yang berpengaruh pada part selanjutnya (dan juga ada manis2nya sedikit,hehe). Harganya 5000. Bagi yang ingin membantu author agar tetap bisa makan dan bayar listrik. Terima kasih.

Cari dengan kata kunci : Matchamallow atau Something About You part 33 eksplisit. Jangan lupa follow author di sana dan baca cerita lainnya juga : Silver Lining.

***

Terima kasih juga sudah memberi bintang dan komen.

Komen NEXT xxx-kali!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top