Part 18 - Something About Heart
Jangan lupa menekan bintang 💫
Jangan lupa follow penulis : Matchamallow
Minta 4000 bintang boleh?
➰➰➰
PART 18| SOMETHING ABOUT HEART
Raphael sudah berganti pakaian yang kering tanpa cela, meski rambutnya masih basah sisa-sisa insiden di sungai tadi. Apa yang terjadi sudah cukup menjatuhkan harga diri Raphael sebagai seorang marquess. Seumur hidupnya ia belum pernah merasa sekonyol ini. Semua ini karena ulah seorang wanita. Dan wanita itu kini mendekatinya meski Raphael tidak melihat. Dari aroma teh dan citrus, Raphael tahu itu Kaytlin de Vere. Raphael sampai hapal dengan aroma itu karena Kaytlin de Vere terlalu sering mendekatinya. Entah kapan wanita itu akan berganti kebiasaan.
"My Lord..."
"Diam."
"Aku hanya ingin meminta maaf, meski tadi bukan sepenuhnya kesalahanku."
"Tidak usah mengatakan apa pun. Setiap kau mengutarakan sesuatu, selalu saja ada hal...tidak menggembirakan yang terjadi padaku. Aku berbaik hati dengan memperhalusnya, tapi ini sindiran," jelas Raphael masih tanpa melihatnya. Ia merasa mirip seperti anak kecil yang merajuk karena kalah bermain.
"Aku malah bertujuan membuat Anda tenang. Aku tahu Anda masih mengkhawatirkan aku akan mengatakan tentang insiden di Bond Street itu, bukan?"
"Tidak."
"Tindakan Anda menunjukkannya, My Lord."
Entah sejak kapan Kaytlin menjadi begitu pintar. Atau memang Kaytlin sangat pintar di bidang menganalisa skandal. Raphael akhirnya mendongak memandang wanita dengan terpaksa. "Aku hanya berusaha mencegahmu menyebarkan gosip."
Mata biru Kaytlin melebar antusias. "Jadi benar Anda dan Duchess..."
"Gosip adalah hal yang belum tentu kebenarannya," gerutu Raphael. Baru saja berbicara serius, ia sudah merasa dongkol.
"Tapi, para ton mengatakan ada kebenaran dalam setiap gosip..."
Kaytlin urung menyelesaikan kata-katanya karena wajah Raphael berubah penuh ancaman.
"Well, kekhawatiran Anda saat ini begitu tidak beralasan. Aku tidak berniat menyebarkan gosip tentang Anda dan Duchess of Schomberg. Jika aku orang yang suka menyebarkan gosip, aku sudah pasti melakukannya beberapa hari lalu saat Anda..."
Kaytlin ingin mengucapkan sesuatu, tapi tertahan. Ia terlihat kebingungan.
"Saat aku apa, Miss de Vere?" tanya Raphael tak sabar.
"Saat Anda menciumku."
Sebenarnya Raphael tidak ingin diingatkan tentang kejadian itu.
"Aku tidak menciummu."
Kaytlin terperangah. "My Lord, mungkin Anda lupa...atau sedang mabuk."
"Aku tidak lupa apalagi mabuk. Itu bukan ciuman yang sesungguhnya sehingga tidak bisa dikatakan ciuman."
"Memangnya bagaimana ciuman yang sesungguhnya?"
"Apa kau sudah gila bertanya hal itu padaku?!"
"Ya, Tuhan, aku tidak mengerti dengan tata krama ala bangsawan ini lagi. Aku hanya bertanya, karena Anda yang memulai," ucap Kaytlin setengah menggerutu.
"Bisakah kau bersikap seperti lady normal lainnya yang tidak banyak bertanya dan...bertanya?"
"Baiklah, terserah Anda menyebutnya apa," Alis Kaytlin mengerut jengah. "Intinya adalah entah bagi Anda itu ciuman atau tidak, jika aku adalah tukang gosip, aku akan menyebarkan cerita itu dan seperti apa yang Anda katakan dulu di hutan bahwa pria dan wanita yang berduaan tanpa pendamping saja sudah cukup untuk membuat si wanita tercemar padahal mereka tidak berbuat apa-apa, maka apa yang Anda sebut bukan ciuman malam itu juga akan sangat cukup membuatku tercemar jika aku menyebarkannya pada khalayak. Tapi Anda lihat bukan? Aku memilih tidak menyebarkannya."
"Pilihan yang bijaksana, karena itu hanya akan merugikan dirimu."
"My Lord, Anda juga terlibat dalam cerita itu."
"Maksudmu karena aku mencemarimu aku terpaksa harus melamarmu, begitu? Aku bisa memilih sebaliknya, sementara kau mencemari namamu sendiri dengan gemilang." Raphael tersenyum mengejek.
"Aku tidak pernah berpikir ingin menikah dengan Anda. Anda adalah waliku," tukas Kaytlin dengan wajah kesal bercampur malu.
"Seandainya aku bukan walimu, aku juga tidak berpikir untuk menikahimu," balas Raphael geram.
"Ya, aku tahu," Kaytlin menatap rumput dan menarik napas. "Menghadiri season sudah cukup membuatku paham realita yang ada. Aku juga tidak berniat menikah dengan bangsawan."
"Jadi kau akan menikah dengan semacam petani atau kusir kuda?" sindir Raphael.
"Mungkin, jika itu bisa membuatku bahagia. Ayah dan ibuku bahagia meski mereka bukan hidup sebagai bangsawan." Kaytlin tersenyum bangga.
Raphael mengeluarkan suara yang terdengar seperti dengusan.
"Anda hanya iri pada mereka."
"Menjijikkan."
"Apakah Anda waktu itu benar-benar menyukai ibuku?" tanya Kaytlin sambil tersenyum geli.
"Tentu saja tidak. Ia bodoh, menyebalkan, pemaksa, bawel. Sangat mirip dengan..."
Ucapan Raphael mengambang di udara.
"Dengan...siapa, My Lord?" Kaytlin menatap penuh harap. "Apakah ibuku memiliki saudara atau sepupu?"
Raphael hampir tidak sadar mengatakannya. Lisette de Vere memang mewarisi wajah dan penampilan Josephine, tapi karakternya...
"Seharusnya aku tidak menceritakan apa pun padamu."
Raphael berdiri dan meninggalkan Kaytlin terduduk sendirian. Ia sudah terlalu lama di sana meladeni gadis itu dan menjadi tontonan teman-temannya serta para pelayan. Ia tidak mungkin tidak melihat tatapan curiga Derek dan George, lalu membiarkan mereka berspekulasi yang tidak-tidak.
➰➰➰
Kaytlin merasa dirinya adalah wanita yang cukup sabar.
Tapi ia benar-benar menyesal telah mengungkit ciuman tadi kepada Lord Blackmere dan ditanggapi dengan tidak serius oleh pria itu. Rasanya begitu memalukan hingga Kaytlin kadang menutup wajahnya berkali-kali setiap teringat kejadian tadi, bahkan masih terngiang-ngiang hingga ke pesta dansa yang ia dan Lisette hadiri malam ini.
Bukan ciuman yang sesungguhnya. Memangnya bagaimana ciuman yang sesungguhnya? Ia tidak habis pikir.
Lisette masih berdansa bersama Viscount of Amherst dan mereka sudah berdansa dua kali. Dalam peraturan para ton Inggris, seorang gadis hanya boleh berdansa dua kali berturut-turut dengan pria yang sama. Jadi setelah dansa ini berakhir, mereka tidak boleh berdansa lagi meski ingin.
Musik berakhir dengan cepat dan Lisette kembali dengan wajah dongkol kepada Kaytlin.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan?" tanya Kaytlin ingin tahu.
"Tidak, Amherst sangat menyenangkan," Lisette tersenyum manis lalu kembali muram. "Hanya saja aku begitu malas dengan partner dansaku setelah ini."
"Siapa?"
Lisette menunjukkan kartu dansa di tangannya. Saat Kaytlin membaca, seseorang muncul menghampiri mereka dan membungkuk.
"Miss de Vere, boleh aku berdansa denganmu?"
Penampilannya sederhana jika dibandingkan penampilan beberapa gentleman di ruangan itu. Kaytlin agak tercengang karena belum pernah melihat bangsawan yang tidak begitu mempedulikan penampilannya. Ia memakai kemeja putih dan cravat yang tidak terpasang terlalu rapi, rompinya berwarna coklat yang tidak menarik, senada dengan jasnya. Wajahnya tampan, tapi tidak terlalu tampan. Entah bagaimana menggambarkannya, tapi segala yang ada pada diri pria itu tampak tidak maksimal.
"Tidak."
Jawaban Lisette membuat Kaytlin menoleh kepadanya dengan tercengang. Menurut aturan tata krama dari Dowager Marchioness, seorang lady tidak boleh menolak pria yang mengajaknya berdansa meski sang lady tidak menyukai pria itu sekalipun. "Lis, itu sangat tidak sopan."
"Pokoknya tidak!" desis Lisette sebelum melenggang meninggalkan mereka.
Untung saja Lisette tidak mengucapkannya keras-keras sehingga hanya Kaytlin dan pria tadi yang mendengarnya. Kaytlin masih terperangah untuk sesaat sebelum berbalik menghadap pria tadi. Ia mencoba memaksakan senyum meski sudah malu setengah mati. Semoga saja pria itu tidak marah.
"Maafkan Lisette, ia sejak tadi mengeluh lelah dan sakit kepala. Itu salahku yang memaksanya tetap berada di sini dan kekesalan itu ditujukan kepadaku, bukan Anda." Kaytlin mengarang alasan.
"Tidak apa-apa, Miss de Vere." Pria itu tersenyum. Senyum yang juga dipaksakan, tapi Kaytlin bersyukur tidak tampak sedikit pun kemarahan di matanya.
Dan ia memanggil Kaytlin, Miss de Vere.
"Anda mengenalku?"
"Tentu saja, aku tidak mungkin tidak mengenal kakak dari lady yang sedang kudekati."
"Terima kasih," ucap Kaytlin cukup senang. "Padahal aku tidak mengenal Anda."
"Earl of Malton." Ia membungkuk. Kaytlin teringat nama itu pernah disebut oleh Lisette sebelumnya. Ia ikut membungkuk singkat sambil menatap sekeliling, karena mereka sebenarnya tidak diperkenankan berkenalan langsung seperti itu.
"Maaf jika Anda akan menganggapku tidak sopan. Aku tidak begitu menuruti aturan masyarakat kita," lanjut Earl of Malton.
"Tidak apa, Lord Malton. Aku juga tidak begitu paham tentang semuanya dan kupikir terkadang sangat konyol jika kita harus memilih mana sendok yang pas untuk memakan sup dan ke mana arah jari kelingking saat mengangkat cangkir teh."
"Mungkin kita sepemikiran." Ia tersenyum hangat. "Aku ingin bertanya apakah biasanya para gentleman boleh mengunjungi estat Blackmere untuk melakukan pendekatan dengan Miss Lisette?"
"Tentu saja, My Lord, beberapa mengunjungi Lisette sejak beberapa waktu lalu. Tapi Anda mungkin juga harus menyampaikannya pada wali kami." Pandangan mata Kaytlin tertuju pada Dowager Marchioness yang sedang duduk di kursi para ibu debutan dan tampak beberapa lady berbicara dengannya. Lord Malton mengikuti arah pandang Kaytlin.
"Tentu saja, aku akan meminta izin beliau sekarang." Ia membungkuk lagi dan hendak berbalik.
"Ah, My Lord, bisakah Anda tidak melaporkan pada Her Lady tentang ketidaknyamanan tadi?" pinta Kaytlin merujuk pada penolakan Lisette.
Lord Malton tersenyum. "Aku hanya akan meminta izin berkunjung. Tidak kurang dan tidak lebih."
"Terima kasih, My Lord." Kaytlin membungkuk lagi dengan lega.
➰➰➰
Kaytlin menemukan Lisette berada di balkon, mengipasi dirinya. Beberapa lady dan gentleman juga duduk-duduk di sana sedang mencari sedikit kesejukan.
"Lis, aku tahu kau tidak menyukainya..."
"Kau ingin membicarakan Lord Malton bukan, Kay?" Lisette menutup kipas dan menyipitkan mata.
"Tidak...eh, ya..." Kaytlin menyahut gugup.
"Jangan berusaha menjodohkanku dengannya."
"Tentu saja tidak, Lis," Kaytlin berdecak lalu ikut melihat pemandangan taman yang temaram. "Aku tidak mungkin akan menjadi seperti para ibu-ibu debutan yang memaksa anaknya."
"Lalu?"
"Sepertinya ia orang yang baik. Aku kasihan padanya."
"Kau selalu mudah kasihan pada seseorang, Kay. Itu kelemahanmu."
"Setidaknya jangan bersikap kasar padanya, Lis."
"Aku hanya tidak ingin memberinya harapan. Lebih baik ia tahu dengan sejelas-jelasnya bahwa aku tidak menyukainya."
"Kau bisa menolaknya baik-baik jika ia melamarmu."
"Hentikan mengucapkan itu! Itu adalah mimpi buruk!" keluh Lisette.
Kaytlin tertawa. "Kau terlalu berlebihan, Lis."
"Kau tidak mengerti rasanya dikejar-kejar oleh seseorang yang tidak kausuka."
Kaytlin menarik napas lelah. "Semengerikan itukah?"
"Benar-benar mengerikan."
"Apakah jika aku yang meminta, kau akan bersedia bersikap sopan padanya?"
Lisette menatap Kaytlin dengan bibir cemberut. Kaytlin tersenyum. "Hanya bersikap sopan saja, Lis."
"Baiklah, akan kulakukan. Untukmu," gerutu Lisette.
"Kebetulan sekali ia akan melakukan kunjungan besok."
Lisette terperanjat. "Apa?! Dari mana kautahu?!"
"Tadi ia mengatakannya, setelah kau pergi meninggalkanku dalam situasi yang menyebalkan," Kaytlin ikut menggerutu, sedikit.
"Well," Lisette menaikkan dagu. "Kebetulan sekali juga Lord Amherst beserta para pengagumku yang lain juga akan berkunjung. Aku akan menjaga sikap tapi Lord Malton hanya akan melakukan hal yang sia-sia. Aku kasihan padanya untuk itu."
"Setidaknya biarkan dia berusaha." Kaytlin mengangkat bahu.
Lisette menghela napas. "Kay, kau harus tahu, perasaan hati sulit diubah bahkan aku sendiri juga tidak bisa mengubahnya, apalagi orang lain. Sekeras apa pun Lord Malton berusaha."
Kaytlin terdiam memikirkan kata-kata Lisette. Sebuah makna yang dalam. Jauh di dalam lubuk hatinya Kaytlin tahu itu. Mungkin sangat mudah untuk kita memerintahkan kaki berjalan atau tangan bergerak, tapi tidak dengan hati. Jika hati Lisette tidak menyukai Lord Malton, maka Lisette pun tidak bisa memerintah hatinya untuk menyukai. Itu menyedihkan. Kaytlin tidak ingin suatu saat jatuh cinta setengah mati kepada seorang pria yang tidak mencintainya. Sebaiknya malah ia tidak ingin jatuh cinta.
Tapi entah bagaimana pemikiran pria jika menghadapi hal semacam itu. Semoga saja Lord Malton memiliki jiwa besar.
"Udara hari ini cukup panas, bukan?"
Terdengar suara seorang wanita di sebelah mereka. Kaytlin dan Lisette menoleh. Mereka hampir terkejut bersamaan saat mengetahui siapa wanita itu. Mengenakan gaun satin sutra berwarna biru muda dengan tidak banyak aksesori selain rangkaian kalung berlian yang seakan menempel di kulit lehernya.
"Your Grace. "Kaytlin dan Lisette membungkuk bersamaan.
"Miss de Vere." Ia menganggukkan kepala. Seulas senyum terlihat dari balik kipasnya.
"Anda mengenal kami?" tanya Lisette tak percaya.
"Tentu, kau Lisette de Vere dan kakakmu Kaytlin de Vere." Duchess of Schomberg menatap mereka bergantian.
Kaytlin bergeming. Ia teringat pertemuan terakhir mereka di Bond Street. Dan ia merasakan firasat semua ini berhubungan.
"Miss Lisette, bisakah aku meminta tolong sesuatu padamu?"
"Ya, Your Grace?" tanggap Lisette.
"Sampaikan pada Lady Blackmere, bahwa aku meminjam Kaytlin sebentar untuk menemaniku berjalan di taman."
Lisette kebingungan. Ia menatap Kaytlin menunggu persetujuan. "Kay?"
Mengerti pada kecemasan Lisette, Kaytlin menoleh, "Tidak apa-apa. Ada banyak orang di sini. Sampaikanlah pada Her Lady."
Dan Lisette pun berlalu meninggalkan Kaytlin.
"Ayo, Miss de Vere."
Duchess of Schomberg berbalik lebih dulu. Kaytlin mengikuti. Suara gaunnya bergemeresik setiap kali sang duchess melangkah. Suasana di sekitar cukup ramai sehingga Kaytlin tidak begitu takut diajak oleh wanita yang baru ia kenal. Lagipula, hanya beberapa langkah, wanita itu berhenti dan menatap taman.
"Kalian berdua juga ternyata mengetahui siapa aku. Padahal kita belum berkenalan."
"Maaf, tapi itu tidak mungkin dihindari, Your Grace. Semua orang di sini mengenal Anda," jelas Kaytlin. Pernyataan itu sedikit menyiratkan pujian.
"Berarti kau juga mengenalku saat kita tak sengaja bertemu beberapa hari lalu?"
Tentang kejadian di Bond Street.
"Ya." Kaytlin menyahut singkat.
Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat dalam suasana yang sangat aneh, hingga Duchess of Schomberg lanjut bertanya lagi.
"Apakah Raphael mengatakan sesuatu padamu?"
Kaytlin tercekat tanpa suara.
Hanya dengan mengetahui bahwa Duchess of Schomberg menyebut nama asli Lord Blackmere, Kaytlin sepertinya sudah bisa menghapus seluruh keraguannya tentang hal yang terjadi. Ia memang tidak begitu terpelajar dan berpengalaman dalam dunia pergaulan para bangsawan London, tapi hal itu bisa disimpulkan dengan sangat mudah. Tidak ada orang yang berani memanggil nama satu sama lain kecuali mereka sudah sangat akrab.
"Tidak, ia tidak mengatakan apa pun," sahut Kaytlin.
"Dan kau juga tidak mengatakan apa pun pada siapa pun?"
Kaytlin menggeleng. "Tentu saja tidak."
Duchess of Schomberg tersenyum. "Kau lady yang pintar. Kau pasti sangat menyayangi adikmu sehingga tahu bahwa jika nama walimu rusak, maka masa depan Lisette juga dipertaruhkan."
"Wali kami adalah Dowager Marchioness," jelas Kaytlin seperti yang sudah diatur.
"Tidak. Aku tahu. Raphael sudah menceritakan segalanya. Kalian adalah putri dari Lady Josephine Forthingdale, wanita pujaan Raphael." Duchess of Schomberg menghela napas. "Sebelum bertemu denganku."
Kaytlin tidak tahu mengapa Duchess of Schomberg menceritakan hal yang terdengar begitu privasi padanya padahal mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Ia bergeming di tempat, tidak tahu harus menanggapi apa. Dengan sifat Kaytlin yang antusias dan ingin tahu seharusnya ia bertanya macam-macam, bukan hanya diam. Mungkin karena Kaytlin takut melakukan kesalahan. Mungkin juga karena aura wanita di depannya ini terlalu kuat. Ia terlalu cantik dan seorang duchess. Kaytlin iri padanya dengan alasan yang sulit terdefinisikan.
"Aku tahu kau pasti memandang rendah pada apa yang kulakukan."
Kaytlin menggeleng cemas. "Your Grace, aku bahkan tidak mengerti apa yang Anda bicarakan," elak Kaytlin agar suasana tidak mengenakkan itu cepat berlalu. "Dan aku tidak pernah berniat mencampuri urusan orang lain."
"Miss de Vere, kau sudah telanjur melihatnya," Duchess of Schomberg mendekat padanya dengan mata berbinar. "Aku tahu bahwa kau tahu. Tapi kau juga harus tahu keseluruhan."
"Your Grace..." Ya, Tuhan, rasanya Kaytlin tidak akan sanggup mendengarnya.
"Aku dan Raphael bertemu sebelum aku menikah dan menjadi duchess seperti saat ini. Kami memiliki perasaan yang sama. Aku anak seorang duke dan tidak ada yang bisa kulakukan saat ayahku tidak merestui hubunganku dengan Raphael dan memaksaku menikah dengan lamaran yang menurutnya terbaik. Saat itu Raphael berada dalam kondisi di titik terendah dan sedang membangun segalanya. Aku tidak mungkin kawin lari. Itu sama saja dengan menghancurkan hidup Raphael beserta segala mimpi-mimpinya. Ada ratusan petani di tanahnya juga yang bergantung pada Raphael. Kau mengerti maksudku, bukan?"
Cerita itu seketika mengubah pandangan Kaytlin.
Ternyata Duchess of Schomberg memang terpaksa menikah. Itu bukan keinginannya.
Mungkin benar kata Lisette bahwa ia mudah iba pada seseorang. Tapi ibunya dulu pernah bercerita banyak hal. Tidak mudah hidup dalam lingkaran pergaulan bangsawan. Kawin lari adalah suatu skandal yang sangat tabu. Pelakunya akan dikucilkan, dicemooh, bagaikan melakukan sebuah dosa tak termaafkan. Berselingkuh dan memiliki kekasih gelap malah lebih terdengar mulia dan sangat biasa dibanding kawin lari meski sama-sama sebuah skandal. Ayah dan ibu Kaytin juga kawin lari. Dan tidak sekali pun Kaytlin pernah melihat kakek dan neneknya. Kata ibunya, kakek dan nenek mereka tidak akan menerima padahal Kaytlin juga ingin memiliki seorang nenek seperti nenek Mary Ann yang membuatkannya kue jahe di hari Natal. Bagaimana bisa para bangsawan seakan tidak memiliki hati?
Jika Kaytlin ada di posisi Duchess of Schomberg di mana lingkaran masyarakat begitu kejam, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Mungkin.
Tapi...pasti akan sangat mengerikan terpaksa menikah dengan seseorang yang tidak kaucintai. Bahkan pria itu sangat tua. Kaytlin harus mensyukuri hidupnya yang terlahir setingkat lebih bebas. Sebagai wanita yang selama ini hidup di dunia peri, dengan pemikiran bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sederhana seperti menyatukan kedua insan yang saling mencintai, hal ini cukup membuat Kaytlin terpukul. Dunia nyata tidak senaif itu.
Tapi yang ia sayangkan, mengapa harus Lord Blackmere...
Kaytlin menghapus pemikiran itu dan mengangguk-angguk menunjukkan rasa simpati. "Aku bisa mengerti jika ada di posisi Anda."
"Aku sudah menduga kau tidak sama seperti mereka di dalam sana." Duchess of Schomberg merujuk kepada para bangsawan.
"Apakah Anda masih mencintainya?" tanya Kaytlin.
Duchess of Schomberg mengangguk lemah. Wajah cantiknya terlihat lelah dan menyedihkan. "Aku sudah menunaikan kewajibanku pada keluargaku, memenuhi keinginan mereka. Aku menunggu dan Raphael juga menunggu."
Kaytlin mengangguk kembali dan menunduk menatap lantai. "Your Grace, aku masih tidak mengerti mengapa Anda menceritakan ini padaku. Sebenarnya itu tidak perlu."
"Well, nanti kau akan tahu," sahut Duchess of Schomberg penuh misteri. "Ayo kita kembali ke dalam. Lady Blackmere bisa saja khawatir jika aku terlalu lama meminjammu."
➰➰➰
Sepanjang perjalanan pulang Dowager Marchioness bertanya apa yang Duchess of Schomberg tanyakan padanya. Kaytlin mengatakan bahwa mereka hanya berbasa-basi biasa. Dowager Marchioness menatapnya dengan raut tak terbaca. Entah apa yang dipikirkannya. Lalu percakapan berubah lagi tentang kunjungan para pengagum Lisette besok dan siapa saja yang ditugaskan untuk mendampingi mereka.
Dowager Marchioness seperti biasa selalu menguap berkali-kali dan langsung memasuki kamarnya di lantai satu sesampai di estat.
Lisette yang selalu menjaga citranya di hadapan Dowager Marchioness langsung lunglai dan mulai berkeluh kesah tanpa henti pada Kaytlin tentang betapa lelahnya ia.
Berkeluh kesah selalu menjadi energi bagi Lisette dan dengan cepat ia melesat menaiki tangga menuju kamar mereka sementara Kaytlin menyusul dengan tenang. Biasanya ia juga melesat menaiki tangga seperti yang Lisette lakukan, tapi hari ini Kaytlin agak tidak bersemangat melakukan itu.
"Selamat malam, My Lord." Itu adalah suara Lisette yang menyapa Lord Blackmere di selasar.
Pria itu ada di sana, sedang berjalan melewati Lisette dan balas menganggukkan kepala. Lalu ia melihat Kaytlin dan membuang muka dengan arogan seakan Kaytlin tidak ada di sana, seperti yang biasa ia lakukan.
Kaytlin mempertahankan raut wajah, menolak untuk menunjukkan betapa cerita Duchess of Schomberg tadi sangat mempengaruhinya. Kemarin ia tahu kemungkinan besar memang asumsinya benar, tapi saat mengetahui bahwa semua itu memang benar, Kaytlin tidak menyangka akan begitu menyesakkan.
Duchess of Schomberg dan Lord Blackmere tidak bersalah. Mereka hanya korban dari keegoisan para bangsawan dan masyarakat. Kaytlin merasa iba dengan itu, sekaligus juga merasakan suatu perasaan lain yang tidak ia suka. Ia mungkin naif, tapi ia tidak terlalu naif untuk menyadari bahwa hatinya berkata lain. Jawaban dari segala kegelisahannya. Tapi perasaan itu belum terlalu kuat. Kaytlin harus berhenti dan menarik garis batas, sebelum semua terlambat.
Ia tidak ingin menjadi seperti Earl of Malton yang begitu mengerikan di mata Lisette. Dan selama ini mungkin ia terlihat seperti itu di mata Lord Blackmere.
Kau tidak mengerti rasanya dikejar-kejar oleh seseorang yang tidak kausuka.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kontras dengan apa yang selama ini selalu dilakukannya, Kaytlin menganggukkan kepala sebagai bentuk kesopanan, dan berlalu melewati pria itu.
➰➰➰
Terimakasih sudah menekan bintang.
Komen kesan2 kalian di line ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top