Part 15 - Something About the Reason

Maaf bangettt. Aku php kemarin karena ini panjang banget dan aku masuk angin kmrn 😅😅. Alasannya nggak banget tapi beneran aku sedang masuk angin. Aku udah berusaha nih nggak tidur supaya bisa up pagi ini. Semoga suka ya. Setelah up aku langsung bobo. Hidup ini adalah perjuangan 😷

Aku biasa proses editing berkali2 tapi ini cukup sekali karena aku ngantuk banget. Nanti kurevisi lagi.

〰️〰️〰️〰️

Jangan lupa tekan bintang ⭐️
Jangan lupa komen.

Jangan lupa follow akun penulis : Matchamallow

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

PART 15 | SOMETHING ABOUT THE REASON

Raphael Fitzwilliam berani menjamin bahwa ia tidak akan menerima gangguan dari makhluk bernama Kaytlin de Vere lagi. Sepertinya ia sudah cukup membuat wanita itu tidak akan mendekatinya. Terbukti saat ia melewati ruang tengah pagi tadi di mana neneknya beserta kedua Miss de Vere ada di sana. Kaytlin melihatnya sejenak, lalu menyadari itu Raphael, wanita itu langsung membuang muka dengan alis berkerut.

Lalu kejadian berikutnya terjadi beberapa menit setelahnya, saat ia berpapasan lagi dengan kedua bersaudara de Vere itu di koridor. Lisette de Vere membungkuk pelan dan mengangguk dengan formal. Begitu pula Kaytlin, padahal biasanya wanita itu tersenyum riang tanpa sebab saat melihatnya.

Itu yang ia pikirkan, sebelum Kaytlin de Vere membuka pintu ruang kerjanya dengan tiba-tiba. Tanpa mengetuk ataupun bertanya padanya apakah ia boleh masuk.

"My Lord, aku tidak bisa melakukan ini terus menerus sementara kita masih berada dalam satu rumah yang sama! Aku tidak bisa menahannya!" sembur Kaytlin dengan tatapan berapi-api. Raphael hanya bisa terperangah untuk sejenak. Orang yang mendengar kata-kata Kaytlin tadi bisa menyimpulkan yang tidak-tidak jika mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dehaman dari kepala pelayan menyadarkan mereka bahwa ia masih ada di sana. Raphael hampir saja mengumpat.

"Apakah ada hal lain yang bisa kulakukan untuk Anda, My Lord?" Tanya kepala pelayan dengan profesional tidak peduli kejadian aneh yang baru saja melintas.

"Kau boleh pergi sekarang."

Raphael mengawasi sampai kepala pelayannya pergi sebelum kembali lagi pada Kaytlin si wanita ambigu dan ingin tahu. Wanita itu hanya beruntung tidak ada Derek dan George. Jika ada mungkin Raphael sudah mengusir wanita itu sejak menginjakkan kaki pertama kali melewati pintu ruang kerjanya. Lagipula jika ia mengusir Kaytlin sekarang, bisa saja ia melakukan hal lain yang lebih memalukan lagi nantinya. Lebih baik Raphael menuntaskannya saja. "Apa yang sebenarnya ingin kaukatakan, Miss de Vere?"

"Seharusnya tidak terjadi permusuhan."

"Seharusnya itu saja yang kaukatakan tadi." Raphael menyeringai.

"Aku memutuskan untuk memaafkan Anda."

Raphael pikir tidak ada hal yang lebih absurd lagi yang bisa dilakukan oleh Kaytlin. Ternyata ada, dan inilah dia. "Aku tidak ingat pernah meminta maaf."

"Benar, Anda memang tidak meminta maaf, dan apa yang Anda katakan sebenarnya sangat keterlaluan. Ayahku adalah orang yang sangat baik dan ia mencintai Mama serta menyayangiku dan Lisette," jelas Kaytlin lalu melanjutkan dengan nada cerah dan bijak. "Tapi memusuhi Anda adalah tindakan kekanak-kanakan. Mama pernah mengatakan memaafkan orang lain adalah suatu hal yang dewasa. Jadi aku memaafkan Anda."

Kaytlin mengucapkannya dengan penuh percaya diri sementara Raphael hampir gila. Kadang di situ Raphael merasa sedih. Ia sampai tidak tahu harus membalas apa lagi. "Langsung saja ke intinya. Apa yang kauinginkan?"

"Tidak ada. Aku hanya ingin menegaskan bahwa Anda tidak bisa mempengaruhiku. Aku tidak akan berubah menjadi orang yang skeptis dan semua yang kutemui selama ini adalah orang yang baik," tutur Kaytlin sebelum menambahkan. "Termasuk Anda."

"Baguslah," Raphael mengangkat bahu acuh tam acuh. "Begitu juga kau tidak bisa mempengaruhiku, Miss de Vere. Terserah apa pemikiranmu, tapi aku tetap tidak suka melihatmu."

"Karena aku mirip dengan Papa?"

"Ada hal lain juga yang menjadi faktor pencetusnya."

"Apa itu?" Mata Kaytlin menatapnya tak berkedip, seolah-olah itu sesuatu yang memang penting ia ketahui. Rasa heran membuat Raphael terhipnotis hingga hampir mempertimbangkan untuk memberitahu.

Namun, ia mengurungkan niat setelahnya dan hanya berucap. "Menjauh saja dariku. Sebelum kau menyesal."

➰➰➰

Winston Basset, kepala pelayan di Blackmere Park melangkah dengan tegap dan angkuh menyusuri koridor meski usianya sudah memasuki kepala enam. Sudah berpuluh-puluh tahun ia menjadi kepala pelayan dan itu merupakan jabatan yang sangat prestisius. Menjadi pelayan di keluarga bangsawan sudah sangat membanggakan, apalagi kepala pelayan. Dan Winston bertekad ia tidak akan pernah menyia-nyiakan kepercayaan itu. Kalau perlu nyawanya akan ia serahkan untuk kebahagiaan lordnya semata.

Pekerjaannya pagi ini sudah selesai dan sekarang ia mengecek dapur untuk memastikan semua bekerja sesuai shift dan tidak bermalas-malasan. Begitu membuka pintu dapur, ia menemukan lima orang pelayan sedang minum teh dan menikmati camilan.

"Mr. Basset, ada apa? Kau tampak begitu syok? Apa kau baik-baik saja?" tanya Dorie cemas.

"Miss Kaytlin de Vere..."

Semua di ruangan itu seketika tersedak dan langsung menatap Winston antusias begitu nama itu disebut. Nama yang akhir-akhir ini viral diantara mereka berenam dan diam-diam menjadi bahan pembicaraan.

"Ada apa? Ada apa?" tanya mereka tak sabar.

"Ia mengatakan pada his lordship bahwa ia tidak bisa melakukan itu terus menerus sementara mereka berada di rumah yang sama."

"Ohh!!" Semua terkesiap.

"Dan ia mengatakan tidak bisa menahannya lagi."

Wajah para pelayan semakin syok. Gilles mematung dengan mulut terbuka penuh remahan kue. Scone-nya yang tinggal sebagian terlepas dari tangan dan jatuh di meja.

"Aku tahu ada sesuatu yang terjadi di sini!" Alis Dorie mengerut curiga. "Aku sudah menduga sejak mengetahui hanya Miss Lisette yang menjadi debutan."

Winston ikut mengerutkan alis mencerna perkataan Dorie.

"Kau benar, Dorie," sahut Paul.

"Aku sebenarnya kasihan pada Miss de Vere yang malang. Ia pasti sangat tertekan."

"Apapun itu, kita harus tetap setia pada his lordship dan semua yang kita diskusikan tadi tidak boleh keluar dari ruangan ini. Mengerti?" tegas Winston Basset.

Suara klik di pintu membuat mereka berhenti meributkan gosip tersebut. Gretchen, pelayan muda yang mereka kenal sebagai pelayan pribadi Miss de Vere memasuki ruangan dengan ceria.

"Selamat siang semua," ucapnya lalu melihat Winston. "Ah, Mr. Basset. Apakah ada berita seru? Mengapa semua berkumpul?"

"Tidak ada. Kita semua akan kembali bekerja sebentar lagi," sahut Winston datar. Semua menghambur sibuk begitu Winston mengucapkan itu meninggalkan Gretchen berdua saja dengan sang kepala pelayan. "Dan kau tetaplah kerjakan tugasmu sebaik mungkin."

"Baik, Mr. Basset," jawab Gretchen dengan sedikit kecewa. Ia selalu diperlakukan sebagai anak kecil.

➰➰➰

"Apa yang kaulakukan?" tanya Derek saat mereka hanya bertiga di ruangan.

"Melakukan apa?"

"Kenapa Miss Kaytlin bertingkah aneh? Apa yang kaulakukan padanya saat kami tidak ada kemarin?" Derek mengulang pertanyaannya. Ini bagaikan interogasi tahap dua yang dijalani Raphael setelah Kaytlin. Derek dan George baru saja datang tadi malam mengetahui Raphael sudah kembali. Apa boleh buat hanya estat Raphael yang terdekat dengan London sehingga mereka sering menginap di sana. Hanya pada saat season berakhir biasanya mereka pulang ke rumah.

"Tidak ada," sahut Raphael singkat. Agar tidak perlu merembet ke pertanyaan lain.

"Oh, ayolah. Kau pasti melakukan sesuatu padanya dan itu pasti hal yang sangat...luar biasa. Atau mungkin menakutkan."

Raphael memilih diam.

"Sepertinya Raphael tidak mau menceritakannya," sela George yang ikut tertarik begitu Derek membuka topik tadi.

"Kita tebak saja kalau begitu."

"Mungkin Raphael memarahinya?" tanya George.

"Mengingat karakter Miss de Vere yang pantang menyerah, sepertinya bukan itu. Raphael sudah terlalu sering memarahinya."

"Lalu?"

"Menurutku kemungkinan besar Raphael merayunya." Derek mengajukan hipotesa sesuai tingkat polusi di otaknya. "Biasanya wanita polos akan ketakutan pada laki-laki yang merayunya."

"Aku tidak merayunya! Aku hanya mengatakan bahwa aku dulu adalah kekasih ibunya, lalu aku juga mengatakan tidak suka padanya karena wajahnya selalu membuatku mengingat Richard de Vere. Dan terakhir aku mengatakan Richard de Vere adalah bajingan karena merebut ibunya dariku. Apakah itu cukup jelas?" Raphael tidak bisa menahannya lagi.

"Wow!" Derek terperangah begitu pula George.

"Itu sangat jelas tapi juga agak kejam, Rafe," kata George.

"Setidaknya cara itu cukup membantu, meski tidak terlalu efektif," gerutu Raphael mengingat kejadian tadi.

"Memangnya kau dulu benar kekasih Lady Josephine?" tanya George lagi.

"Lady Josephine tidak mungkin merasakan hasrat terpendam pada Raphael waktu itu." Dengan sangat lugas Derek menjelaskan mewakili Raphael. "Kalau ada, itu pasti aneh."

"Jadi kau hanya mengerjai Miss Kaytlin?"

"Kaytlin de Vere memang lawan yang sepadan untuk Blackmere. Kau tidak usah heran, George."

"Aku hanya tidak menyangka Raphael bisa melakukan sejauh itu. Memangnya kenapa kau sangat tidak suka Kaytlin mendekatimu? Ia memang agak mirip ayahnya, tapi ia seorang wanita. Aku tidak bisa membayangkannya sama dengan Honorable Richard de Vere."

"Justru karena Miss de Vere adalah wanita, Raphael tidak berani." Derek terkekeh diikuti George.

"Tapi sebenarnya aku ingin tahu apa yang lebih membuatnya marah. Karena kau menyebut ayahnya? Atau karena kau mengatakan tidak menyukainya?" goda George.

"Tentu saja alasan pertama. Ia mengatakan aku boleh tidak menyukainya tapi jangan pernah mengejek ayahnya lagi."

"Seperti biasa Miss de Vere memang wanita yang baik dan berbakti," keluh Derek kecewa.

➰➰➰

"Kay!! Apa kau mendengarku?!" bentak Lisette kesal karena Kaytlin melamun saat ia sedang membicarakan suatu hal yang...sebenarnya tidak penting, tapi mendapati diri melakukan monolog sendirian sungguh menyebalkan.

"Maaf, Lis!! Kau mengatakan apa tadi?"

"Aku sedang membicarakan tentang gaun yang akan kita pakai malam ini Kau lupa malam ini kita akan ke pesta Lady Grace Faithfull?"

"Aku...tidak terlalu memikirkannya. Aku bahkan lupa kita akan menghadiri suatu acara malam ini."

"Sepertinya kau tertular orang-orang tua pikun itu. Sungguh, kau tak harus begitu menjiwai menjadi anggota mereka."

Kaytlin tertawa. "Lis, jangan asal menuduh Sir Walcott dan teman-temannya."

"Apa kau baik-baik saja? Kau agak tidak bersemangat," tanya Lisette. "Kalau kau sakit kita tidak usah ke pesta itu nanti. Aku tidak mau ke sana jika kau tidak ikut."

"Tidak, tidak, Lis. Aku__hanya sedikit sakit perut tadi malam. Mungkin aku salah makan. Tapi hari ini aku sudah baikan. Kita akan menghadiri pesta itu."

"Benarkah?"

"Tentu saja." Kaytlin bangkit dan menarik tangan Lisette. Dua wanita itu berlari-lari menyeberangi ruangan. "Ayo kita memilih gaun sekarang. Apa debutante harus selalu memakai gaun putih?"

"Sepertinya aku boleh memakai warna-warna muda tapi memiliki kecenderungan putih, seperti gaun ini." Lisette menunjuk dua buah gaun. Gaun pertama adalah gaun dengan dasar putih tapi berhias bunga-bunga serta bordir berwarna emas. Gaun kedua berwarna pink muda tapi jika dari jauh terlihat dominan berwarna putih.

"Sayang sekali, padahal rambut pirang sepertimu cocok dengan warna apa saja." Kaytlin menghela napas dan menatap rambut Lisette terlalu lama. Lisette tahu Kaytlin sering memujinya tapi sepertinya kali ini Kaytlin bertingkah agak aneh. Kakaknya itu terlihat terlalu muram.

Dan kemuraman itu terus berlanjut hingga ke pesta dansa Lady Grace Faithfull malam itu. Kaytlin seperti biasa duduk santai di pinggir ruangan, di sebuah kursi tinggi yang memang khusus disediakan untuk para wallflower. Meski Kaytlin bukan wallflower, Kaytlin suka duduk di sana, mengawasi dari sudut pandang mata seorang wallflower dan berkhayal menjadi salah satu diantaranya. Padahal menjadi wallflower itu sangat memalukan. Wallflower adalah gadis-gadis debutan yang jarang diminati oleh para pria karena kecantikan mereka biasa saja dan tidak memiliki mas kawin yang besar sehingga mereka hanya menghiasi dinding aula. Berharap, berharap, dan berharap seorang pria atau mungkin seorang pangeran berkuda putih akan mendatangi mereka untuk berdansa.

Sir Walcott dan teman-temannya tidak hadir karena kebetulan mereka tidak kenal tuan rumah acara itu sehingga mereka tidak diundang. Hal itu membuat kesepian Kaytlin makin terasa. Ia menghela napas sambil menumpukan dagu.

Musik Minuet mengalun di seantero ruangan. Para debutan pria dan wanita bergerak di lantai dansa dengan indah. Minuet memang dansa yang dilakukan dengan beberapa orang di tengah lantai dansa membentuk pola tertentu, sama seperti quadrille dan polka. Hanya waltz dansa yang dilakukan bersama satu pasangan. Kaytlin pernah berdansa minuet dan quadrille beberapa kali bersama Peter saat orang-orang kaya di desa mengadakan pesta. Meski Kay sering salah melangkah sehingga menabrak orang lain, masa-masa itu sangat menyenangkan. Tidak ada tatakrama yang berlebihan dan setiap orang boleh berbicara dengan siapa saja, bahkan berteriak-teriak senang. Entah bagaimana kabar mereka semua sekarang. Apakah Mary Ann masih gemar memamerkan gaunnya? Apakah Peter sedang merencanakan pernikahan  dengan Molly? Atau mungkin malah sudah menikah?

Quadrille

Minuet

Waltz

Seperti biasa kartu dansa Lisette selalu penuh. Bahkan ada yang mengajaknya berdansa dua kali yang berarti menunjukkan keseriusan. Beberapa diantara pria itu berwajah familiar. Kaytlin sampai hapal karena mereka pernah mengajak Lisette berdansa dua kali di pesta sebelumnya. Dengan kecantikannya, Kaytlin sudah menduga Lisette pasti akan selalu memiliki pengagum di mana saja. Mata biru dan rambut pirang, kecantikan yang sangat Inggris.

Kaytlin tertegun lagi.

Seandainya aku juga mirip seperti...

Tidak, tidak, tidak. Kaytlin harus bersyukur seperti apapun rupanya. Sejak dulu Kay sangat mensyukuri apapun yang ada pada dirinya. Ia tidak akan berubah sekarang hanya karena kata-kata seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak menyukai Kay. Orang itu bahkan tidak penting dalam hidupnya.

Tapi penting atau tidak, orang itu sudah membuat Kay seperti ini. Ia seperti kehilangan jati dirinya yang berpikiran positif dan percaya diri. Tidak pernah sekalipun Kay begitu menyesali keadaan dirinya seperti saat ini. Ya, Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi padanya? Kay tidak mengerti.

Memikirkan itu membuatnya lelah. Kaytlin baru berniat akan menarik napas lagi, tetapi gadis di sebelah kirinya lebih dulu melakukan itu. Kaytlin meliriknya sekilas. Ia seorang gadis kurus dengan rambut cokelat tua yang tidak menarik perhatian.

Merasa diperhatikan, gadis itu menoleh pada Kaytlin. "Mengapa kau ada di sini?" tanyanya tiba-tiba.

Kaytlin terkejut gadis itu bertanya, tapi seketika itu juga ia merasa senang ada yang mengajaknya berbicara dan ia pun menjawab penuh semangat. "Aku mendapat undangan, lalu aku kemari dengan kereta kuda."

Giliran gadis itu yang tercengang. "Maksudku kenapa kau duduk di kursi wallflower?"

"Apakah tidak boleh?" tanya Kaytlin sungguh-sungguh, takut melanggar aturan penting.

"Tentu saja boleh. Aku hanya sedikit heran...Di mana kartu dansamu?" Gadis itu mengamati tangan Kaytlin.

"Mereka tidak akan mengajakku berdansa. Aku bukan debutan dan aku juga tidak memiliki mas kawin. Aku hanya mengantarkan adikku yang menjadi debutan di sini." Kaytlin menunjuk Lisette dengan lirikan mata. "Itu adikku, yang bergaun pink, sedang berdansa di sudut kanan ruangan."

"Kau kakak dari Miss Lisette de Vere?"

"Kau mengenalnya?"

"Siapa yang tak mengenalnya sekarang. Ia belle of the season bersama Lady Francesca dan Miss Olivia."

"Ya, Tuhan, aku senang adikku bisa populer."

"Aku tidak akan tahu bahwa kau kakaknya, jika saja kau tidak bercerita."

Gadis itu sukses mengembalikan rasa suram Kaytlin yang sebenarnya sudah menguap sejak mereka berbincang. "Yah, aku memang tidak mirip dengannya."

"Perkenalkan, aku Melissa Humpwell. Panggil saja aku Missy."

"Kaytlin," balas Kaytlin menyebutkan nama panggilannya.

"Lalu mengapa kau tidak memiliki mas kawin jika adikmu memiliki mas kawin? Kudengar mas kawin Miss Lisette sepuluh ribu pound. Itu sebenarnya cukup untuk lebih dari satu debutan."

Sepuluh ribu pound bisa untuk membeli sebidang tanah di Inggris. Kaytlin juga baru mengetahuinya. Standar mas kawin debutan yang biasa-biasa saja berkisar antara tiga ribu hingga lima ribu pound atau aset senilai itu. Missy benar bahwa sebenarnya mas kawin Lisette cukup untuk dua atau bahkan tiga orang debutante.

"Karena waliku memang hanya mensponsori adikku. Dan ia menginginkan adikku bisa berhasil secepatnya. Tapi ia orang yang...baik." Kaytlin mengucapkannya dengan susah payah.

"Aku percaya itu. Bahkan ia juga mempedulikanmu yang bukan debutan. Dilihat dari gaun yang kaukenakan. Gaunmu sangat indah."

Karena Missy membahas itu, Kay melirik gaun Missy. Dan ia baru menyadari gaun Missy agak kusam seperti gaun lama yang dipermak kembali. Merasa tidak enak dengan semua itu, Kay berujar dengan riang. "Tidak semua hal diukur dari harta dan kemewahan. Ada hal lain yang lebih penting seperti kebaikan hati."

"Pria tidak melihat hatimu. Mereka melihat penampilanmu. Dan juga mas kawinmu. Kita sekarang sedang berada di dunia itu, Kaytlin."

Kaytlin tidak pernah bertemu wanita yang sepesimis Missy. Tapi karena ia sendiri baru memasuki pergaulan bangsawan London, Kay tidak ingin sok tahu. Ia hanya diam saja mendengarkan.

"Kau sudah melihat Lady Grace Faithfull? Ia biasa-biasa saja, bukan? Tapi ia putri seorang earl yang kaya raya dan berkuasa. Ia melakukan debut pertamanya di Almack's."

"Ia direstui oleh Yang Mulia Ratu!" Kaytlin terpana.

"Benar."

Tidak banyak yang bisa masuk ke Almack's kecuali mereka anggota klub atau mendapatkan voucher undangan. Di Almack's debutan menghadap dan meminta restu Ratu Victoria secara langsung sebelum terjun ke masyarakat.

"Lalu ada lagi..." Missy mulai bercerita. Kay mendengarkan dengan saksama mulai dari lady A yang tidak memiliki mas kawin besar tapi kecantikannya begitu memukau sehingga mendapat lamaran seorang pangeran Eropa di season pertamanya. Lalu Lady B yang cantik dan mas kawinnya juga cukup besar, tapi keluarganya begitu pemilih hingga ia sekarang menjalani season ketiga.

Sisanya adalah para gadis yang tidak beruntung seperti para wallflower. Perlahan-lahan Kay mengamati deretan wanita muda yang duduk di sana. Beberapa ada yang serupa dengan Missy yang memakai pakaian sederhana. Ada pula yang memakai gaun yang bagus, tapi wajah bulatnya tertekuk masam dan menyeramkan. Gaun satin hijau dengan lapisan luar kain berornamen rumit yang Kay gunakan sangat terlihat mewah dibanding gaun mereka yang sederhana. Kay jadi malu dengan semua itu.

Tapi mengingat gaunnya lanjut mengingatkan Kay bahwa Lord Blackmere yang membayar semua itu. Dowager marchioness mengatakan Lord Blackmere tidak akan peduli bahwa Kay juga ikut membeli gaun. Lalu bagaikan sebuah rantai cerita yang saling menghubungkan satu sama lain, Kay juga ingat bahwa dowager marchioness pernah mengatakan dulu keluarga marquess sempat bangkrut karena marquess sebelumnya suka bersenang-senang dan memiliki seorang wanita. Wanita itu...

Kaytlin berpikir sejenak.

Apakah itu alasannya?

➰➰➰

"My Lord!!" Kaytlin berseru saat pulang dari pesta Lady Grace Faithfull dan menemukan Marquess of Blackmere sedang berjalan di koridor menuju kamarnya. Seperti biasa ia terlihat kesal tapi Kaytlin terlalu terbiasa dengan itu sehingga ia tidak peduli.

"Bukankah sudah kukatakan..."

"Yah aku tahu," Kaytlin menyela dan menaikkan kedua tangan. "Anda pasti ingin mengatakan seharusnya aku tidak boleh membiarkan diriku berdua saja dengan seorang laki-laki, dan Anda adalah seorang laki-laki. Tapi entahlah. Jujur, aku merasa aman bersama Anda karena dulu Anda berteman dengan ibuku yang adalah seorang perempuan, bahkan sampai menyukainya. Seandainya Anda bukan orang baik seperti yang Anda katakan, pastilah ibuku tidak mungkin memiliki memori yang baik tentang Anda sehingga aku tidak mungkin ada di sini. Lalu tentang apa yang ingin kusampaikan sekarang adalah aku menduga bahwa faktor lain yang membuat Anda membenciku adalah karena wanita simpanan marquess sebelumnya berdarah Perancis, sehingga Anda yang suka berpikiran subyektif dan mengeneralisasi segala hal akhirnya membenciku juga karena aku memiliki wajah setengah Perancis."

Kaytlin tahu Lord Blackmere pasti tidak suka bertele-tele karena itulah ia menjelaskan semuanya dalam satu rangkuman yang panjang.

"Apakah aku benar?" tanya Kaytlin karena Lord Blackmere hanya diam, meski wajahnya terlihat terkejut.

"Kurasa akhir-akhir ini kau selalu berupaya mengkritisiku." Lord Blackmere mendengus, tapi matanya bersinar geli.

"Aku tidak mengkritik Anda."

"Aku pernah mengira kau sangat bodoh, tapi ternyata kau sangat pintar. Tapi tetap saja, sisi kebodohanmu selalu dominan dalam mengambil sebuah tindakan."

"Jadi apa aku benar?" Kaytlin mengulang pertanyaannya.

"Akan kujawab satu persatu," Wajah Lord Blackmere berubah serius dan mengancam. Ia melangkah mendekati Kaytlin, membuat Kaytlin harus berpikir ulang tentang apa yang ia katakan tadi. "Yang pertama, wanita simpanan Perancis. Itu benar. Ia menggoda ayahku sepanjang waktu dengan lihai sehingga mau mengorbankan apa saja termasuk tanah ini dan para petani yang bergantung padanya. Kau mirip dengan wanita itu."

"Mungkin wajahku memiliki kemiripan, tapi aku tidak pernah menggoda pria," protes Kaytlin.

"Secara langsung? Tidak."

"Ap__"

"Yang kedua. Ibumu, Josephine." Lord Blackmere semakin mendekat. Kaytlin mulai gugup dan mengangkat kakinya untuk mundur selangkah. "Kenapa kau mundur, Miss de Vere? Takut? Bukankah aku bukan orang jahat menurut perkiraanmu?"

Kaytlin mengurungkan niatnya. "Anda hanya ingin menggertakku agar aku menjilat kembali kata-kataku bukan?"

"Sudah kukatakan kau bodoh," Pria itu menyentuh kedua sisi wajah Kaytlin. Kaytlin mengeraskan wajah penuh tekad. "Benar, ibumu perempuan dan aku laki-laki. Tapi saat itu aku hanyalah anak-anak berusia sembilan tahun yang tidak berbahaya, Miss de Vere. Berbeda dengan saat ini."

Sebelum Kaytlin sempat menyadari kenyataan itu, pria itu sudah menciumnya.

➰➰➰

Tenang, tenang, jangan esmosi ya. Bisa tebak kenapa Raphael mencium Miss Ambigu?

Terimakasih sudah memberi bintang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top