Bagian 9
Selamat membaca teman-teman! Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar❤
•
•
Bagian 9
Angin berembus melintasi pasir saat Orlan dan Vale meninggalkan pantai, mendera pergelangan kaki keduanya. Butiran halus pasirnya menempel di sana karena kaki yang masih sedikit basah. Meninggalkan kesan risi dan membuat mereka sama-sama ingin membersihkan tubuh secepatnya.
Setelah melakukan serangkaian kegiatan di pantai, yang tentunya membawa bahagia, Orlan dan Vale bergegas kembali ke hotel untuk membasuh diri dengan air bersih.
Tak butuh waktu banyak untuk sampai di penginapan, paling lima atau enam menit saja. Dan waktu yang singkat itu Orlan habiskan dengan pikiran yang penuh oleh kejadian barusan, di mana ingatan sang istri mulai kembali.
Kesangsian Orlan menemui ujungnya. Dugaannya menepi pada haluan yang tepat. Salahnya sendiri karena nekat membawa Vale ke pantai, yang mana sebelumnya ia sudah mendapati kode bahwa pantai mungkin menyimpan kenangan di masa lalu Vale.
"Kamu seharusnya bilang kalau kamu suka kerang, Lan," ujar Vale seraya melayangkan pandangannya kepada Orlan yang agak lebih tinggi darinya.
Sejujurnya Orlan tidak ingin lagi membicarakan perihal memori baru yang kembali muncul dalam ingatan Vale. Sikapnya kelihatan tak nyaman, tapi ia tetap mengukir senyum walau tak mencapai matanya.
"Kamu masih bisa menganggapku nggak suka kerang kalau kamu mau." Padahal aku memang tak menyukai kerang.
Keinginan Orlan untuk meneriakkan kalimat tersebut begitu besar, tetapi demi menjaga Vale agar tak sakit hati karena ucapannya, ia lebih memilih untuk bergeming bersama segudang ketidaksukaan yang bersarang dalam dirinya.
Bukan Orlan yang menjadi subjek utama dalam pikiran Vale. Ada sosok lain di baliknya, yang Vale sendiri mungkin tak mengingatnya. Namun, melihat betapa semangatnya wanita itu membicarakan sesuatu yang tak ada sangkut pautnya dengan dirinya, sukses melukainya dengan sempurna. Membuat dirinya seakan-akan hanya menjadi bayangan sosok tersebut.
"Jangan seperti itu, Lan. Kamu bisa menyampaikan semuanya dengan jujur. Jangan ada perasaan nggak enak dan semacamnya. Dan jangan mengutamakan kenyamananku kalo kamu malah mengabaikan dirimu sendiri."
Keduanya menghentikan perjalanan mereka setelah tiba di kamar tempat mereka menginap. Entah sanggahan apa lagi yang harus Orlan suarakan. Ia tak punya keberanian lebih di saat dirinya takut salah bicara yang bisa saja membuat Vale curiga. Jadi, yang Orlan lakukan hanyalah mengangguk. Bibirnya terangkat sedikit, memahat senyum setengah.
Vale ikut tersenyum. Mencium jemari Orlan yang saling bertaut dengannya sebelum melepasnya untuk membuka pintu kamar inap mereka.
Yang Vale tahu selama ini, Orlan tak suka kerang karena pernah keracunan hewan laut yang satu itu sampai harus membuatnya dirawat di rumah sakit, tetapi setelah ingatan sepenggal itu datang, ia menganggap bahwa Orlan tidak menyukai kerang karena ingin membuat dirinya nyaman, sebab ia juga tak menyukai kerang.
Nyatanya, Orlan beserta alasannya tidak menyukai kerang bukan sebuah karangan. Itu adalah fakta. Karena yang kini berputar di dalam memori Vale bukanlah dirinya, tetapi orang lain.
Menolak kerisauan lain yang hadir memenuhi benaknya, Orlan beranjak masuk menyusul Vale. Ia hanya bisa berharap semoga ingatan Vale tidak lagi kembali untuk merenggut segala kebahagiaan yang telah susah payah ia bangun selama satu tahun ini.
Tempat pertama yang Orlan dan Vale masuki setelah berada di dalam kamar tentulah kamar mandi. Mereka harus membersihkan kaki mereka terlebih dahulu, menyingkirkan butiran pasir yang lengket di sana.
"Kamu mau mandi duluan?" tanya Orlan, mengambil jet shower, sedang Vale menunggu di sisi bath tub.
"Aku duluan nggak apa-apa, kan?"
Orlan mengangguk, menyerahkan jet shower pada Vale agar wanita itu bisa membersihkan kakinya terlebih dulu. Sementara ia mengangkat tangannya ke atas lantas menarik kausnya keluar dari kepalanya. Menunjukkan abs di perut atletisnya.
"Taruh aja baju kamu di situ." Vale mengarahkan jari telunjuknya pada keranjang yang ada di depan kamar mandi. "Nanti biar aku laundry."
Orlan melaksanakan perintah Vale, melempar kaus tersebut dari dalam tanpa repot-repot membawa kedua kakinya keluar. Kegiatannya belum berhenti sampai di situ. Mulai dari kaus sampai celananya, tercium bau matahari dan sisa-sisa air laut. Oleh sebab itu, bukan hanya kausnya saja yang ia lepas, celana pun tidak luput dari perhatiannya dan turut dilepas olehnya. Menyisakan celana dalam berwarna gelap yang menggantung ketat di pinggulnya.
Sekali lagi Orlan memasukkannya ke dalam keranjang mini itu dengan cara melemparnya. Tetapi kali ini dengan gaya yang dilebih-lebihkan, layaknya seorang pemain basket profesional yang berjuang memasukkan bola ke dalam ring.
"Jangan banyak gaya deh, Lan." Vale mendengkus geli, menggeleng heran dengan tingkah suaminya itu.
Sebuah cengiran lebar mengembang melintasi bibir Orlan.
"Handuk dong, Val."
Mengangsurkan jet shower kepada Orlan, Vale bergerak selangkah untuk mengambil salah satu handuk yang menggantung. Sedang Orlan gantian membasuh kakinya.
"Kalo udah selesai langsung keluar, Lan. Aku mau mandi duluan." Vale menyampirkan handuk di pundak Orlan.
Ia kemudian melucuti pakaian yang melekat di tubuhnya, meninggalkan pakaian dalamnya saja. Sembari menunggu Orlan, ia mengatur suhu air terlebih dahulu. Membuatnya sedikit hangat.
Shower sudah dihidupkan. Airnya hangat dan Vale sudah siap masuk ke dalamnya, mendamba terjangan air hangat dari atas kepalanya. Ia butuh menyamankan dirinya setelah bermain selama beberapa jam di pantai.
Sebelum menggeser tubuhnya ke bawah shower, Vale melayangkan tangannya ke belakang punggung sehingga mencapai branya lantas mencoba melepas kaitannya.
Namun, sebelum itu terjadi, sebuah tangan sudah lebih dulu hinggap di sana. Menggantikan tugas tangan Vale yang kini hanya bisa menggantung di udara.
"Aku suka melakukan ini," bisik Orlan, sambil melepas ikatan bra Vale.
Vale menggigit bibirnya, tetapi tetap tak bisa menghilangkan jejak senyum di sana. Omong-omong, ia juga suka diperlakukan seperti itu oleh Orlan.
"Angkat tanganmu ke depan, Sayang." Bibir Orlan menyentuh pundak Vale, menghujani kecupan kecil di sana.
Kedua tangan Vale bergerak ke depan, melakukan apa yang diperintahkan Orlan. Setelahnya, pria itu memegang kedua sisi branya dan menariknya ke depan dengan gerakan lambat. Ritme yang seperti itu menambah kesan sensual di antara mereka.
Lepas sudah bra Vale, menampakkan dadanya yang membusung angkuh. Dibuang begitu saja benda tersebut di atas lantai kamar mandi yang basah oleh Orlan.
"Mau mandi bersama?" tanya Orlan, memindahkan rambut Vale ke satu sisi di bahunya. Sementara lidahnya mulai mengambil alih bibirnya yang semula menciumi pundaknya. Bermain-main di sekitar garis lehernya, meninggalkan jejak basah dan panas di sana.
"Ide yang bagus. Kita bisa menghemat waktu," jawab Vale, suaranya berubah serak dalam sekejap.
"Bagus!"
Itu adalah kata terakhir yang keluar dari mulut Orlan sebelum membalik tubuh Vale agar saling berhadapan dengannya.
Mulutnya terbuka sedikit, merasakan gairah yang nyata mulai menyambangi dirinya. Tanpa menghabiskan lebih banyak waktu lagi, Orlan merengkuh tubuh Vale sebelum mulutnya turun ke bibirnya, dan bibir keduanya pun bertemu. Beradu dan bergerak satu sama lain. Merekah dan basah.
Tangannya tidak dapat berhenti menyentuh bagian tubuh Vale hanya di satu tempat. Bergerak liar mulai dari rambut sampai turun ke bokong seksinya, menangkup bongkahan daging padat yang menggiurkan itu.
Berbeda dengan Vale yang hanya bisa pasrah di bawah sentuhan Orlan. Ia merintih dengan gumaman tak jelas. Satu tangannya mencengkeram bisep Orlan, sedang yang satunya lagi jatuh di dada bidangnya, mengusap dengan gelisah.
Tidak pernah Orlan merasa puas mencium bibir Vale, tetapi ia butuh pasokan udara, begitu pula dengan Vale. Akhirnya ia menarik mulutnya dari bibir Vale dan menyerang leher jenjangnya. Menghisap, menggigit seperti pria kelaparan. Dan memang seperti itulah Orlan, rakus terhadap tubuh istrinya.
"Lan." Vale mengerang nikmat. Kepalanya menengadah ke atas dengan mata yang memejam.
"Kita bisa mandi setelah ini, Sayang."
Dan Orlan kembali meraup bibir Vale, meluncurkan lidahnya ke dalam mulut istrinya. Sementara tangannya masih setia meremas bokong Vale di bawah sana sebelum menurunkan celana dalamnya seiring dengan ciumannya yang mendarat di perut datar Vale.
Persetan dengan mandi. Ada hasrat yang harus dituntaskan sekarang. Baik Orlan maupun Vale, keduanya tak bisa berhenti di tengah jalan.
••••
Adegan di atas nggak ada lanjutannya ya shay. Jangan mengharap lebih😆
16 Februari, 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top