Bagian 7

Selamat membaca teman-teman! Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar❤

Bagian 7

Menurut catatan yang tercantum di kalender Vale, hari ini adalah tepat satu tahun ia mengalami kecelakaan. Tanggal yang sama dengan hari ini yang terjadi di tahun lalu membuat hidupnya berubah seketika. Mimpi buruk itu datang tanpa diundang.

Ada banyak hal yang hilang dari diri Vale akibat kecelakaan itu. Atau lebih tepatnya ia memang berusaha untuk menghilangkan seluruh memorinya, terkhusus pada saat kecelakaan itu terjadi. Karena yang ia dapat hanya bayangan-bayangan kenangan buruk yang memenjarakan jiwanya hingga membuatnya sesak.

Satu tahun berlalu, Vale merasa dirinya baik-baik saja. Ia berhasil menjalani hidup dengan bahagia. Dikelilingi oleh keluarga yang baik serta teman-teman yang menaruh peduli padanya. Juga seorang suami yang membuat hidupnya semakin manis.

Vale bahagia. Namun, entah kenapa ada perasaan janggal yang bersarang di hatinya sejak ingatan tentang masa lalunya mulai terlintas satu per satu dalam kepalanya. Akibat kecelakaan tersebut, Vale memang kehilangan ingatannya. Dan di awal, tak ada niat baginya untuk mengingatnya kembali hanya agar dirinya tak terus-terusan mendapat mimpi buruk.

Tetapi sekarang ia malah ingin ingatannya kembali. Sekadar untuk mengetahui bagaimana dirinya bisa mengalami kecelakaan. Apakah ia sendirian waktu itu? Ataukah ada orang lain yang bersamanya? Vale benar-benar tak bisa mengingatnya sama sekali. Seolah ada kabut hitam yang menghalangi langkahnya tiap kali ia mencoba untuk menembus kenangan-kenangan tersebut.

"Mau berenang bersamaku?"

Sebuah suara terasa begitu dekat di telinga Vale seiring dengan sepasang lengan yang melingkari perutnya. Ia bahkan masih bisa merasakan helaan napas meniup halus daun telinganya, seperti memang disengaja berlama-lama di sana.

Vale memutar tubuhnya tanpa repot-repot melepas rengkuhan lengan di perutnya. Dan sepertinya pria yang tengah mengekspos senyum lebarnya kepadanya itu tidak berniat menjauh darinya barang sedetik pun. Vale sangat tahu itu.

"Boleh," jawabnya kemudian. Jelas ia tidak akan menolak ajakan suaminya ini. Lagi pula setiap tubuhnya sudah mendamba akan air laut yang pasti terasa sangat menyegarkan.

Ya, Orlan benar-benar mengabulkan permintaannya yang satu ini. Vale tentu saja merasa senang karena ini merupakan pertama kalinya ia bisa berlarian dengan bebas. Tidak lagi merasa iri dengan orang-orang yang bisa bergerak bebas sedang ia hanya mampu duduk di kursi roda tanpa melakukan apa pun.

Namun, pikirannya masih berusaha untuk memecahkan misteri kenapa pantai menjadi hal yang ia inginkan. Vale juga tak bisa mengingat apakah dulu ia pernah pergi ke pantai atau tidak. Yang jelas, pantai seperti punya ikatan batin tersendiri dengannya.

"Tapi aku cuma mau basah-basahin kaki aja," tambah Vale, menyengir lebar.

Orlan mendengkus geli, mengacak gemas rambut Vale sambil berucap, "Itu namanya bukan berenang, Sayang."

Vale hanya cengengesan di tempatnya berpijak. Kemudian Orlan bergeser sedikit ke belakang dan melihat pria itu melepas kausnya, menampakkan tubuh atletisnya. Vale tak dapat lagi menahan decakan kagumnya. Orlan memang terlihat menggiurkan, dan itu merupakan fakta yang tidak bisa disangkal oleh teori apa pun.

Vale benar-benar tidak menyangka seleranya terhadap pria setinggi ini. Orlan adalah tipe pria yang hampir mendekati sempurna. Dengan tinggi yang mencapai 180 centi, kulit agak kecokelatan, bahu yang kokoh serta punggung yang tegap pastilah bisa membuat para wanita histeris dan tidak segan melempar dirinya pada suami tampannya itu.

Bersyukur karena Vale telah lebih dahulu menjadikan Orlan sebagai miliknya. Tetapi lebih dari itu, hati Orlan yang bak malaikat lah yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

"Ayo." Orlan menggenggam tangan Vale dan mengajaknya berjalan ke bibir pantai. Sedang kausnya sudah berpindah tangan ke Vale.

Senyuman Vale lenyap seketika saat pandangannya berputar ke samping. Terdapat segerombolan ABG di sana yang melihat ke arahnya—oh, tidak, tepatnya melihat ke arah suaminya. Sambil tetap menyamakan langkahnya dengan Orlan, Vale menyipitkan kedua matanya dan menatap sekumpulan ABG itu penuh makna.

Ketika mendapat pencerahan bahwa ABG-ABG genit itu tengah mengirim sinyal ketertarikannya kepada Orlan, Vale langsung ambil tindakan dengan melepas genggaman mereka untuk kemudian memeluk pinggang Orlan. Sementara ia memaksa lengan Orlan supaya merangkul pundaknya yang tentu saja langsung disanggupi oleh pria itu.

Tersenyumlah Vale saat sekumpulan ABG itu tidak sehisteris sebelumnya. Satu per satu dari mereka berhenti memandangi Orlan lantas pergi dari sana. Sembari mengangkat dagunya, Vale akhirnya bisa melangkah dengan santai dan tersenyum lebar menuju bibir pantai.

Orlan yang sedari tadi mengamati sikap aneh istrinya dan memahami alasannya, kini jelas tak dapat lagi menahan tawanya. Yang kemudian tertangkap oleh mata tajam Vale.

"Kenapa ketawa-ketawa?" tanya Vale, nadanya terdengar galak. "Emangnya aku nggak boleh cemburu, hah?"

"Kamu cemburu?" Orlan menaikkan sebelah alisnya. Satu sudut bibirnya ikut terangkat ke atas, tertarik dengan kecemburuan Vale.

Vale menghentikan langkahnya kala mereka sudah sampai di bibir pantai. Begitu pun dengan Orlan. Kini mereka berdiri saling berhadapan, dengan ekspresi yang berbading terbalik. Vale dengan bibirnya yang mengerut, alis yang menukik tajam ke bawah serta kedua tangan yang membentuk sikap berkacak pinggang. Berbeda dengan Orlan yang memasang senyum kecil dan kedua lengan yang terlipat di depan dada.

"Menurut kamu?"

Lagi-lagi Orlan terkekeh. Berjalan menghampiri Vale dan memeluknya. "Ayolah, Sayang. Aku cuma milik kamu."

Walau kedongkolannya masih tersisa di dalam hati, Vale tetap membalas pelukan Orlan. "Lagian kamu kenapa pake buka baju segala coba."

"Memangnya di pantai nggak boleh buka baju?"

"Khusus untuk kamu nggak boleh." Vale mengurai pelukan mereka. "Pake baju kamu." Ia lantas menyodorkan kaus Orlan pada pria itu dengan cara memukulkannya di dadanya.

"Serius?" Mata Orlan membulat, tapi tetap mengambil kausnya. "Aku mau berenang, Sayang."

"Iya. Kamu kan bisa berenang pake baju. Anggap aja sebagai pencegahan supaya kamu nggak masuk angin."

"Astaga!" Menggelengkan kepalanya lantas mendengkus geli, Orlan tetap menuruti kemauan Vale. "Udah, kan?" tanyanya setelah kausnya kembali membungkus tubuh bagian atasnya.

Bibir Vale berkedut, hendak tersenyum tetapi memilih menahannya. "Udah," jawabnya, pelan.

Sungguh, Vale sangat menggemaskan hingga membuat Orlan tak sanggup menahan hasrat ingin menciumnya. Karena ketidaksanggupannya itulah Orlan akhirnya nekat mencium Vale setelah menangkupkan tangannya di wajah wanita itu. Bibirnya menekan bibir Vale selama beberapa detik.

"Orlan!" pekik Vale, mendelik kepada Orlan sebelum menoleh ke kanan dan kiri, berharap tidak ada yang melihat adegan tersebut.

Orlan tak merasa bersalah. Kedua sudut bibirnya malah terangkat kian tinggi, menampilkan senyum lebar yang tak main-main. "Kenapa, hm? Memangnya di pantai nggak boleh ciuman?"

"Ish!" Vale memukul pundak Orlan. "Nanti ada yang lihat, Lan. Ini tempat umum."

"Aku malah pingin ada yang lihat. Terutama perempuan yang genitin suami kamu tadi. Biar mereka tahu kalau lelaki tampan ini milik kamu." Orlan menunjuk dirinya sendiri di akhir kalimat dengan ekspresi yang menampakkan keangkuhan.

Vale berdecak, melipat tangannya di dada dan melayangkan tatapannya ke arah lain selain Orlan saat bibirnya mengkhianati dirinya yang tak ingin tersenyum.

Namun, akhirnya Vale memberanikan diri untuk kembali memandang Orlan. Seraya menahan malu, tangannya bergerak memanggil pria itu supaya mendekat ke arahnya. Dalam sekejap saja wajah Orlan sudah berada begitu dekat dengannya. Tak berlama-lama lagi, Vale akhirnya mencondongkan bibirnya sehingga menyentuh bibir Orlan. Hanya sekilas karena ia segera melangkah mundur dan mengalihkan pandangannya ke objek lain dengan jemari yang saling bertaut di bawah sana untuk menutupi kegugupan.

Sedangkan Orlan masih belum beranjak dari posisinya. Ia seperti habis tersengat listrik, sengatan yang sampai hingga ke hatinya. Tubuhnya terasa kaku. Tatapannya pun kosong dengan mulut yang setengah terbuka. Sepertinya ia benar-benar terkejut dengan tindakan berani Vale.

Namun, kejadian tiba-tiba itu pada akhirnya membuat Orlan mengukir senyum sumringah di bibirnya. Dan diikuti oleh tawa kecil ketika melihat Vale yang menghindari tatapannya.

Maju selangkah, Orlan merengkuh lembut pundak Vale dan membawa wanita itu ke dalam dekapannya.

"Ah! Cuacanya indah sekali, kan?" tanya Orlan, yang sesungguhnya mengarah pada suasana hatinya.

Vale tersenyum malu-malu lantas mengangguk, memutuskan untuk melupakan sejenak pikirannya yang sibuk membuat spekulasi mengenai kejadian di masa lalunya dan lebih memilih untuk menikmati momen berdua bersama suami tercintanya.

••••

Apakah Orlan masih tetep manis walaupun keliatan mencurigakan?😆😆

4 Agustus, 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top